
INDONESIA selalu memukau dunia dengan pesona alamnya yang luar biasa. Dari ujung barat hingga timur, setiap sudut negeri ini memiliki daya tarik tersendiri. Salah satu surga tersembunyi yang belum banyak terjamah adalah Kaimana, sebuah kabupaten di Provinsi Papua Barat yang terkenal dengan julukan “Kota 1001 Senja”.
Julukan tersebut disematkan bukan tanpa alasan—senja di Kaimana menghadirkan panorama yang begitu memesona, seolah-olah langit menari dalam semburat jingga yang magis.
Kaimana terletak di pesisir Laut Arafuru, sebuah bentangan laut yang luas dan kaya akan biota laut. Tak hanya terkenal dengan keindahan senjanya, Kaimana juga disebut sebagai “Kingdom of Fish” atau Kerajaan Ikan.
Di perairan Kaimana, hampir semua jenis ikan dapat ditemukan dengan mudah, dari yang berukuran kecil hingga yang besar. Hal ini menjadikan wilayah ini sebagai surga bagi para pencinta olahraga memancing.
Pulau Triton dan Pasir Pink di Kaimana menjadi beberapa destinasi favorit bagi wisatawan yang ingin menikmati keindahan bahari serta jejak sejarah yang masih terawat, seperti situs peninggalan Burung Garuda.
Namun, Kaimana bukan hanya sekadar destinasi wisata. Di tengah keindahan alamnya yang menawan, ada secercah cahaya yang terus menyinari daerah ini—sebuah cahaya dakwah yang penuh perjuangan.
Kader dai muda Syarif Bastian Amin adalah petugas pertama yang menginjakkan kaki untuk merintis berdirinya Hidayatullah Kecamatan Kaimana. Saat itu, tahun 1992, Kaimana secara administratif masih menjadi bagian kecamatan dari Fakfak.
Di periode awal ini, Syarif rutin silaturrahim menemui masyarakat setempat termasuk tokoh pemangku adat setempat yang biasa disebut sebagai Bapa Raja Kaimana. Dari tokoh ini, Hidayatullah dipercayakan sebidang tanah sekitar satu hektar di Desa Coa, yang berjarak sekitar 20 kilo meter dari ibu kota kecamatan..
Tidak cukup setahun bolak balik Fakfak – Kaimana, Syarif mendadak harus ditarik karena ayahanda, Ustadz Amin Bahrun (kader senior perintis Hidayatullah) mengalami sakit keras di Cilodong (sekarang Depok).
Ketika Syarif baru mau menuju Jakarta menjenguk sang ayah dan sudah beli tiket kapal laut, tiba tiba ada telegram yang mengabarkan bahwa ayahanda sudah meninggal dunia.
“Akhirnya, kami batal ke Jakarta. Lanjut ke Gunung Tembak menemui ibu kemudian balik lagi ke Irian Jaya ditugaskan merintis cabang Hidayatullah Wamena bersama Ustadz Mahdi Colleng,” kata Syarif, menceritakan masa masa penuh perjuangan tersebut.


Kemudian pada tahun 1995, dikirim petugas baru bernama Mahlan Yani datang ke daerah ini sebagai seorang pengantin baru.
Tanpa memiliki tempat tinggal sendiri, ia awalnya menumpang di rumah seorang tokoh masyarakat hingga akhirnya mendapatkan pinjaman rumah dinas guru di sebuah sekolah.
Perjuangan dakwah di Kaimana tidaklah mudah. Medan yang terdiri dari gugusan pulau-pulau menjadi tantangan tersendiri dalam menyebarkan ajaran Islam.
Namun, dengan semangat yang tak pernah surut, Mahlan mulai menjalin hubungan dengan masyarakat dan tokoh setempat untuk mengenalkan dakwah Hidayatullah.
Dengan kegigihan dan doa, akhirnya diperoleh sebidang tanah wakaf seluas 1 hektar, sekitar 20 kilometer dari pusat kota Kaimana.
Seiring berjalannya waktu, estafet kepemimpinan dakwah terus berjalan. Setelah Ustadz Mahlan, perjuangan dilanjutkan oleh dai-dai berikutnya seperti Ustadz Asdar Hambal, Ustadz Amir Muda, dan Ustadz Yoyon.
Saat ini, amanah Ketua DPD Hidayatullah Kaimana diemban oleh Ustadz Rijal Setiawan, alumni Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Hidayatullah Balikpapan. Bersamanya, terdapat tujuh kader lainnya yang tinggal dan berjuang di kompleks Pesantren Hidayatullah Kaimana.
Kini, perjuangan itu telah berbuah manis. Pesantren Hidayatullah yang awalnya hanya berdiri di atas tanah wakaf 1 hektar, kini telah diperluas dengan pembebasan 1 hektar lagi di belakangnya.
Di bidang pendidikan, langkah awal dimulai dengan mendirikan Taman Kanak-Kanak (TK), yang kini telah berkembang menjadi dua sekolah TK di kota dan daerah. Salah satu TK tersebut bahkan menjadi TK favorit di Kaimana, dengan hampir 100 anak didik yang menikmati metode pembelajaran yang menarik dan berkualitas.


Selain itu, pendidikan dasar dan menengah Kaimana juga mengalami pertumbuhan pesat. Sekolah Dasar (SD) Integral Hidayatullah telah menerima 120 murid, sementara Tingkat Menengah Pertama (SMP) telah memiliki 65 murid.
Kepercayaan masyarakat semakin meningkat karena sekolah ini mengedepankan nilai-nilai Islam dalam sistem pendidikannya. Tak hanya membina murid, pihak pesantren juga aktif melakukan pembinaan rutin bagi orang tua santri, menyadari bahwa pendidikan anak harus melibatkan keluarga sebagai bagian yang tak terpisahkan.
Para guru di Hidayatullah Kaimana juga mendapat perhatian khusus. Mereka rutin mendapatkan pembinaan yang bekerja sama dengan Muslimat Hidayatullah (Mushida) Kaimana melalui halaqah dan kajian keislaman. Dengan demikian, pemahaman keislaman mereka terus meningkat, sejalan dengan perkembangan dakwah dan pendidikan di Kaimana.
Dalam bidang dakwah, dai-dai Hidayatullah juga aktif mengisi khutbah Jumat di berbagai masjid di Kaimana. Minimal, ada empat khatib yang bertugas secara bergiliran, termasuk di masjid-masjid pemerintah, Polres, Kodim, hingga masjid sekitar pesantren.
Selain itu, Rumah Qur’an juga telah didirikan, meskipun masih dalam tahap pengembangan. Namun, tekad untuk menjadikan Rumah Qur’an sebagai pusat pendidikan Al-Qur’an bagi anak-anak tetap menjadi prioritas utama.
Hubungan Pesantren Hidayatullah dengan masyarakat dan pemerintah juga terjalin erat. Dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan dan pemerintahan, pesantren selalu berperan aktif, mencerminkan semangat kolaborasi untuk membangun Kaimana yang lebih baik.
Perjalanan dakwah di Kaimana adalah kisah tentang ketekunan, keikhlasan, dan harapan. Di tengah eksotisme senja yang menawan dan kekayaan laut yang melimpah, para dai Hidayatullah tetap berjuang menyebarkan cahaya Islam. Kaimana bukan sekadar Kota 1001 Senja, tetapi juga kota yang terus menyalakan lentera dakwah, menerangi setiap sudutnya dengan ilmu dan iman.
*) Ust. Dr. Abdul Ghofar Hadi, penulis Wakil Sekretaris Jenderal I Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah. Ditulis sebagai tajuk “Laporan Perjalanan” di sela sela kunjungannya ke Papua beberapa waktu lalu.