Kalau ingin memanen untuk bekal beberapa bulan kedepan, tanamlah padi. Kalau ingin memanen beberapa tahun kedepan, tanamlah mangga. Tapi kalau tetap ingin memanen sampai puluhan dan ratusan tahun kedepan, bahkan hasilnya dibawa sampai akhirat, tanamlah generasi unggul. Yaitu anak-anak yang shalih dan shalihah. Sebab dengan merekalah perjuangan kita diteruskan. Melalui merekalah pahala kebaikan akan mengalir pada diri kita. Melalui doanya, segala dosa kita terampuni.
Kita tentu merindukan generasi yang membahagiakan dunia dan akhirat, bukan? Bagaimana menyiapkannya?
Bibit Unggul
Buah mangga yang manis hanya bisa dipanen dari mangga yang manis pula. Kalau Anda menanam mangga yang masam, yang Anda petik mangga yang masam pula. Karena itu pastikan bibit yang Anda tanam adalah mangga yang manis, kalau Anda ingin memanen mangga yang manis.
Kalau kita ingin mendapatkan anak yang shalih, pastikan anak kita berasal dari bibit yang shalih pula. Bibit anak tentu saja keluar dari kedua orang tuanya. Karena itu terkait dengan menyiapkan generasi yang unggul, dalam Islam tidak hanya bagaimana merawat setelah lahir. Tetapi sejak orang akan menikah hendaknya memilih pasangan yang baik. Dari pasangan yang shalih dan shalihah dapat diharapkan lahir anak yang shalih dan shalihah pula.
Biasanya seseorang dinikahi karena cantiknya (tampannya), hartanya, nasabnya, atau agamanya. Harapannya tentu semua kriteria terpenuhi. Tapi kalau tidak, Rasulullah memberi petunjuk :
“Hendaklah engkau memilih yang kokoh agamanya tentu akan menenangkan dirimu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jadi yang dilihat dulu agamanya dan akhlaknya. Tanpa melihat akhlak dan agamanya, cantik (tampan), nasab, harta, bisa berbalik menjadi fitnah. Pasangan yang memiliki akhlak yang buruk, akan menurunkan karakter itu pada anak-anaknya. Misal orang tua yang materialis, biasanya juga banyak melahirkan anak-anak yang materialis. Tapi kalau orang tua ahli beramal, juga akan menurunkan potensi itu pada anak-anaknya. Jika memilih pasangan ini mengikuti petunjuk di atas, Insya Allah hasilnya juga akan melahirkan anak-anak yang shalih.
Dalam proses ikhtiar tersebut, jangan lupa memohon bimbingan Allah. Misalnya melalui shalat istikharah. Jauhkan pilihan dari dominasi nafsu. Sebab pasangan yang kita pilih bukan untuk bersenang-senang sebulan dua bulan, tetapi untuk menurunkan generasi pelanjut. Kita berserah diri kepada Allah. Dialah Yang Maha Mengetahui dan Maha Mengatur.
Lingkungan Kondusif
Meski bibit mangga unggul, kalau tanah dan lingkungannya tidak kita perhatikan, hasilnya juga kurang baik. Pun demikian dengan anak-anak kita. Hendaklah lingkungan pertumbuhan pada masa anak-anak, benar-benar kita perhatikan. Berbagai hal yang berada di sekitar mereka, yang didengar, dilihat, dan dirasa, akan direkam dalam hati anak dan akan berpengaruh besar saat dewasa. Anak yang berada dalam suasana batin yang ikhlas dan saling menghormati, akan tumbuh menjadi anak-anak yang bisa menghormati orang lain. Tetapi kalau lingkungannya materialis dan egois, pertumbuhan jiwa mereka juga akan terkontaminasi. Segala kebiasaan orang tua akan dilihat anak-anaknya. Dan akan menjadi contoh. Karena itu, bapak dan ibu hendaklah mempunyai kebiasaan yang baik agar menjadi contoh yang baik juga.
Tentang peran kedua orang tua, Syaikh Abu Hamid al Ghazali mengatakan: ”Ketahuilah bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orang tuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang masih bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya.”
Berikan panggilan yang baik pada anak-anak. “Wahai anak shalih”, tentu akan memberi kesan yang memotivasi pada anak. Terekam dalam benaknya; ”Saya anak shalih jadi saya harus berbakti.” Tentu beda dengan; ”Hai anak nakal.” Julukan negatif ini akan terekam dalam benak hati anak. ”Saya anak nakal. Wajar kalau saya mbalelo.” Fitrah anak yang suci tentu akan lebih sesuai jika diberi nama yang baik dan suci. Rasulullah sangat memberi perhatian dalam hal ini:
Diriwayatkan dari Whb Al Khats`ami bahwa Rasulullah bersabda: ”Pakailah nama nabi-nabi, dan nama yang sangat disukai Allah Ta`ala, yaitu Abdullah (hamba Allah) dan Abdurrahman (hamba Yang Maha Pengasih). Sedang nama yang paling manis yaitu Haris (penjaga) dan Hammam (yang bercita-cita tinggi) dan nama yang sangat jelek yaitu Harb (perang) dan Murrah (pahit)” (HR. Abu Daud An Nasa`i).
Pendidikan Tauhid
Selain kemampuan intelektualnya, aspek spiritualnya janganlah dilupakan. Masa anak-anak, masa yang baik untuk memberikan bekal kesadaran tauhid. Kalau terlambat, apalagi sudah berumur remaja akan sulit mengarahkannya. Ibarat pohon sudah bengkok, agak sulit meluruskannya.
Bahkan penanaman tauhid ini sudah dilakukan saat anak baru lahir. Kita disunnahkan untuk menyerukan adzan di telinga bayi. Kesan pertama mendengarkan alunan kalimat tauhid ini tentu akan terpatri dalam hati.
Abu Rafi` RA menuturkan: ”aku meilhat Rasulullah memperdengarkan adzan pada telinga Hasan Bin Ali ketika dilahirkan Fatimah.” (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi).
Dengan kasih sayang, didiklah anak mengenal Allah. Mislanya, saat ditepi pantai lakukan dialog kecil. “Luas sekali ya lautan itu. Siapa yang meciptakan lautan yang indah ini?” “Allah…subhanallah …” Tentu sang anak akan kian takjub. Tidak hanya kagum melihat lautan, tetapi juga sangat kagum dengan kebesaran Allah. Saat demikian itu kita mengukir kesadaran tauhid dalam jiwanya.
“Betapa banyak nikmat yang telah diberikan Allah. Tidaklah ananda ingin berterimakasih kepada-Nya? Sujud dan ruku` menghadapnya?” dengan menyentuh kesadarannya, perintah agama bukan lagi sebagai beban yang menyiksa, tetapi panggilan hati yang akan dilakukan dengan senang hati dan ikhlas.
Jangan lupa sertakan doa. Hadirkan hati ini ke haribaan Allah. Kita pasrah dan ikhlas kepada-Nya. Mengakui betapa lemahnya diri ini menghantar anak yang shalih. Kita hanya bisa berikhtiar, tetapi Allah-lah yang memberi hidayah. Dia Maha Kuasa, Maha Pengasih Dan Maha Penyayang. Saat hati ini dalam keadaan khusyu`, ikhlas, dan pasrah, sampaikan permohonan pada-Nya.
Rabbi habli minash shalihin.. (Wahai Tuhanku, karuniakan padaku anak yang shalih…)
Upaya menghantarkan bertauhid sejak dini pada mereka itu kan menjadi pondasi yang kokoh bagi jiwanya saat mereka dewasa. Dengan semata mencari ridha Allah, segala kelebihan dan keahliannya akan digunakan untuk memberi manfaat bagi sesama. Mereka kelak bisa menjadi orang yang profesional sekaligus spritual. Inilah orang terbaik yang sebenarnya yang akan membawa kebahagiaan yang hakiki.
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling memberikan manfaat sesamanya.’’ (Al Hadist)
Karena itu dari sekian investasi yang telah kita lakukan, janganlah lupa menyiapkan generasi unggul ini.* mitrafm.com