
SAMARINDA (Hidayatullah.or.id) — Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) di Indonesia dituntut untuk tidak hanya menjadi pusat pendidikan agama, tetapi juga episentrum pengembangan sains, teknologi, dan adab berbasis Tauhid.
Hal ini disampaikan Direktur Hidayatullah Institute, Muzakkir Usman, SS., M.Ed., Ph.D., saat menyampaikan pidato ilmiah dalam Studium General Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Hidayatullah Samarinda (STIT HISAM) tahun akademik 2025/2026.
“Untuk menjadikan PTKI sebagai episentrum sains, teknologi, dan adab, diperlukan aktualisasi epistemologi iqra’ bismirobbik,” ujarnya.
Menurut Muzakkir, hal tersebut dapat diwujudkan melalui tiga langkah utama, yaitu, desain kurikulum holistik berbasis tauhid, penerapan metode pengajaran heutagogy, serta penghidupan tradisi ilmiah dalam literasi dan penelitian.”
Acara yang mengusung tema “Iqra’ Bismirabbik: Integrasi Ontologis dan Epistemologis dalam Pendidikan Islam sebagai Spektrum Sains, Teknologi, dan Adab” itu digelar di Aula UPTD BPPSDMP Provinsi Kalimantan Timur pada Senin, 23 Rabiul Awal 1447 (15/09/2025).
Muzakkir menjelaskan, desain kurikulum holistik berbasis tauhid menjadi landasan utama untuk menjadikan PTKI termasuk di dalamnya Perguruan Tinggi Hidayatullah (PTH) sebagai episentrum keilmuan. Kurikulum ini tidak sekadar menyatukan ilmu agama dan sains, tetapi menempatkan tauhid sebagai poros yang memayungi seluruh bidang pengetahuan.
“Dengan cara ini, setiap disiplin ilmu dipandang sebagai bagian dari amanah ilahiah, sehingga mahasiswa tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki kesadaran spiritual,” katanya.
Adapun penerapan metode pengajaran heutagogy penting untuk menumbuhkan kemandirian belajar mahasiswa. Heutagogy, terang Muzakkir, menekankan pada self-determined learning, di mana peserta didik didorong untuk aktif mencari, mengolah, dan mengembangkan pengetahuan sesuai kebutuhan dan minatnya.
“Hal ini mendorong mahasiswa menjadi subjek pembelajaran, bukan sekadar objek, sehingga mereka lebih adaptif terhadap perkembangan zaman dan mampu menghadirkan solusi atas problematika masyarakat,” jelasnya.
Muzakkir juga menekankan pentingnya penghidupan tradisi ilmiah melalui literasi dan penelitian. Tradisi ilmiah ini tidak hanya melahirkan karya akademik, tetapi juga membangun ekosistem intelektual yang kritis dan produktif.
“Dengan demikian, kita berharap STIT Hisam dapat melahirkan generasi ilmuwan Muslim yang berkontribusi nyata bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban,” katanya.
Dalam paparan utamanya, Muzakkir menegaskan kembali bahwa pendidikan Islam harus berorientasi pada pembentukan generasi ilmuwan dan pendidik yang utuh.
“Kurikulum berbasis tauhid akan melahirkan keseimbangan antara kecerdasan intelektual, spiritual, dan moral,” katanya.
Ia juga menekankan metode heutagogy yang menuntut kemandirian mahasiswa dalam belajar, serta pentingnya membangun budaya literasi dan penelitian yang hidup di lingkungan kampus.
Melalui Studium General ini, STIT HISAM menegaskan komitmennya melahirkan lulusan yang tidak hanya menguasai teori, tetapi juga mampu menghadirkan ilmu sebagai instrumen membangun peradaban.
“Generasi yang kita harapkan adalah mereka yang mampu menguasai sains dan teknologi tanpa kehilangan jati diri keislaman,” terang Muzakkir.
Kegiatan Studium General yang menandai dimulainya tahun akademik STIT HISAM 2025/2026 ini dihadiri juga oleh Ketua STIT HISAM, Jumain Rajab, S.H.I., M.Pd.I., dan Ketua Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Samarinda, Ustadz H. Hizbullah Abdullah Said, S.Pd.I.






