AdvertisementAdvertisement

Shalat Sunnah Fajar, Amalan ‘Ringan’ yang Tidak Ringan

Content Partner

ADA rombongan santri pergi keluar kota untuk silaturahim ke rumah salah satu ustadznya. Karena tempatnya sangat jauh sehingga harus menginap di sebuah masjid. Tempat paling aman dan nyaman bagi santri adalah masjid karena di pesantren, masjid adalah tempat tinggal kedua setelah kamar.

Mereka meminta ijin kepada pengurus takmir, Alhamdulillah, mereka diijinkan dengan syarat menjaga kebersihan, kerapian, dan kenyamanan masjid. Mereka biasa tidur tanpa kasur dan bantal, yang penting badan bisa tergeletak lurus.

Menjelang shubuh, mereka sudah bangun untuk melaksanakan shalat lail. Tapi ada yang tertidur lagi hingga adzan shubuh berkumandang, mungkin kelelahan dari perjalanan panjang.

“Shalat, shalat, shalat…Gus..Agus… cepat bangun, sudah adzan shubuh” seru Yasin membangunkan temannya sambil menarik tangan dan membantunya duduk.

“Aku lelap sekali tidur dan mimpi seru tadi malam,” kata Agus dengan posisi duduk tapi masih setengah sadar dengan sarung menyelimuti badannya.

Ah.. nanti saja cerita mimpinya, sekarang cepat ke kamar mandi untuk kencing, gosok gigi, dan wudhu,” kata Yasin dengan setengah memerintah

“Kan, masih lama iqomahnya,” kata Agus sambil membuka sarung di kepalanya.

“Ini bukan di pondok tapi di masjid orang, itu jamaah sudah mulai berdatangan, malu kita,” kata Yasin sambil jarinya menunjuk arah pintu masuk masjid.

“Oh iya lupa aku…,” jawab Agus dengan tergopoh-gopoh merapihkan tempat tidurnya dan bergegas ke kamar mandi.

Tidak lama kemudian, iqomah dikumandankan dan shalat shubuh dimulai, sementara Agus masih di kamar mandi. Sehingga Agus masbuq atau ketinggalan shalat satu rakaat.

“Gus, tadi kamu tidak shalat sunnah sebelum shubuh?”
“Tidak sempatlah, tadi saya masbuq,” jawabnya
“Astaghfirullah,” kata Yasin
“Kenapa kamu istighfar, ada yang salah, kan masbuq juga bagian dari syariat yang dibolehkan,” tanya Agus

“Bukan salah, tapi sayang sekali. Shalat sunnah sebelum shubuh adalah salah satu shalat sunnah muakkad yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah selama hidupnya karena keutamaannya yang luar biasa yaitu lebih baik dari dunia seisinya.”

“Sudah takdirnya, Sin,” tanya Agus sambil garuk-garuk kepala

“Kalau tuntunan Rasulullah biasanya beliau meng-qodho’ atau menggantinya setelah shalat shubuh. Ini saking untuk menjaga keistiqomahannya dan meraih keutamaannya,” jawab Yasin

“Kalau begitu saya akan qodho’ shalat sunah sebelum shubuh sekarang,” kata Agus sambil menuju tempat shalat di bagian belakang.

Amalan “Ringan” yang Tidak Ringan

Amalan ketiga setelah bangun tidur adalah shalat sunnah sebelum shubuh atau sunnah fajar. Ibadah ini ‘ringan’, hanya dua rakat dan bacaannya juga tidak harus panjang, cukup surat al-Kafirun dan al-Ikhlas. Tapi, nyatanya, tidak ringan untuk bisa melaksanakannya secara istiqamah.

Mindset dalam melaksanakan shalat sunnah bukan hanya sebagai ibadah tambahan yang ketika dilaksanakan mendapatkan pahala dan jika tidak melaksanakan maka tidak masalah atau tidak mendapatkan pahala. Memang, tidak ada konsekuensi dosa jika tidak melaksanakan sunnah tapi rugi karena tidak mendapatkan tambahan reward berupa keutamaan dari melaksanakan sunnah.

Melaksanakan shalat sunnah sebagai ikhtiar meraih cinta kepada Allah dan Rasulullah. Bukti cinta kepada Rasulullah salah satunya dengan berusaha melaksanakan sunnah-sunnahnya. Sebagaimana seseorang yang mengidolakan artis atau tokoh, maka orang itu akan berusaha mengikuti apa yang dipakai, dilakukan, dan meniru kebiasaan idolanya, meskipun idolanya itu tidak memberikan apresiasi apapun.

Ketika merasa beriman kepada Rasulullah, seharusnya ada semangat untuk mengikuti dan meneladani segala bentuk sunnah yang dituntunkan Rasulullah. Melaksanakan sunnah juga untuk menyempurnakan shalat wajibnya, karena terkadang ada syarat dan rukun yang belum sempurna

Sebagai orang beriman, meski ada rasa malas, tapi berusahalah untuk menjaga shalat sunnah sebelum shubuh. Saat tertentu mungkin ketinggalan shalat berjamaah, terlambat bangun atau kesiangan. Segera ke kamar mandi, ambil air wudhu dan laksanakan shalat sunnah ini sebelum shalat shubuh.

Shalat sunnah sebelum shubuh ini punya keutamaan yang besar, sampai-sampai ketika safar pun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menerus menjaganya. Ketika masbuq juga harus menggantinya.

Dalam Shahih Muslim telah disebutkan mengenai keutamaan shalat ini dalam beberapa hadits, juga dijelaskan anjuran menjaganya, begitu pula diterangkan mengenai ringannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melakukan shalat tersebut.

Dalil yang menunjukkan bahwa shalat sunnah qobliyah shubuh atau shalat sunnah fajar dilakukan dengan raka’at yang ringan, adalah hadits dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar yang berkata bahwa Ummul Mukminin Hafshoh pernah mengabarkan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنَ الأَذَانِ لِصَلاَةِ الصُّبْحِ وَبَدَا الصُّبْحُ رَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تُقَامَ الصَّلاَةُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu diam antara adzannya muadzin hingga shalat Shubuh. Sebelum shalat Shubuh dimulai, beliau dahului dengan dua raka’at ringan.” (HR. Bukhari no. 618 dan Muslim no. 723).

Dalil anjuran bacaan ringan ketika shalat sunnah qobliyah shubuh dijelaskan dalam hadits berikut,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَرَأَ فِى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) وَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ)

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ketika shalat sunnah qobliyah shubuh surat Al Kafirun dan surat Al Ikhlas” (HR. Muslim no. 726).

Hadits kedua di atas juga menunjukkan bahwa shalat sunnah fajar yang dimaksud adalah ketika telah terbit fajar shubuh. Karena sebagian orang keliru memahami shalat sunnah fajar dengan mereka maksudkan untuk dua raka’at ringan sebelum masuk fajar.

Ringannya shalat sunnah fajar yang hanya dua rakaat dan bacaan suratnya juga diperingan. Tapi pelaksanaanya tidak ringan bagi orang-orang yang tidak memahami dan menyakininya. Sehingga perlu dilatih setiap hari agar shalat sunnah fajar ini betul-betul terasa ringan dan nikmat untuk dijalankan serta menjadi sebuah kebiasaan

Pada suatu saat nanti akan terbalik yaitu ada rasa berat untuk meninggalkan shalat sunnah qobliyah shubuh. Itu bisa terjadi saat sudah merasakan nikmat dan bahagianya membiasakan shalat sunnah qobliyah shubuh.

Pada titik tertentu, seorang Muslim yang telah terbiasa dengan shalat qobliyah shubuh akan mengalami perasaan berat untuk meninggalkannya. Hal ini merupakan refleksi dari rasa cinta terhadap ibadah, di mana kesadaran akan manfaat spiritualnya membuat seseorang merasa enggan untuk mengabaikannya.

Dengan demikian, ketika seseorang merasakan kebahagiaan dalam membiasakan shalat sunnah qobliyah shubuh, ia tidak hanya merasakan kenikmatan rohani yang lebih tinggi tetapi juga memperoleh ketenangan dan kedekatan dengan Sang Pencipta yang sulit ditandingi oleh aktivitas duniawi lainnya.[]

*) Ust. Dr. Abdul Ghofar Hadi, penulis adalah Wakil Sekretaris Jenderal I Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Marriage is (not) Scary, Ibadah Terpanjang yang Menyatukan Keberkahan dan Tantangan

SEJAK remaja, saya selalu menjadi tempat curhat orang-orang di sekitar, dari teman dekat hingga kenalan singkat. Entah karena saya...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img