AdvertisementAdvertisement

Tarhib Ramadan Gabungan Hidayatullah Jakarta, Jawa Barat dan Depok

Content Partner

JAKARTA (Hidayatullah.or.id) -– Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Hidayatullah Jakarta, Jawa Barat, dan Kampus Hidayatullah Depok menggelar acara Tarhib Ramadhan gabungan bertajuk “Ramadhan sebagai Momentum Penyucian Jiwa Bangsa” di Masjid Baitul Karim, Komplek Wisma dan Pusat Dakwah Hidayatullah Jakarta, Cipinang Cempedak, Polonia, Otista, Jatinegara, pada Sabtu, 23 Syaban 1446 (22/2/2025).

Acara ini menjadi ajang refleksi spiritual menjelang bulan suci dengan menghadirkan Anggota Dewan Murabbi Hidayatullah Jakarta yang membahas pentingnya menyambut Ramadhan dengan kesiapan jiwa dan pemurnian hati.

Menghidupkan Ramadhan dengan Al-Qur’an

Dalam ceramahnya, Ketua Dewan Murabbi Wilayah Hidayatullah Daerah Khusus Jakarta, Ust. H. Muhammad Dirlis Karyadi menekankan bahwa keberislaman yang sejati tidak bisa dilepaskan dari kedekatan dengan Al-Qur’an.

Ia menguraikan lima tahap yang seharusnya dijalani seorang Muslim dalam berinteraksi dengan kitab suci tersebut: membaca (tilawah), memperbaiki bacaan (tahsin), menghafal (hifzhan), memahami isi (tafahhum), serta mendakwahkan (tabligh).

“Kalau seseorang benar-benar membaca Al-Qur’an dengan baik, maka ia tidak akan berani membacanya dengan guyonan atau tanpa kesungguhan,”* ujarnya.

Karyadi pun mengajak peserta untuk merenungkan bagaimana puasa Ramadhan mereka di tahun-tahun sebelumnya agar dapat menyambut bulan suci ini dengan semangat yang lebih besar.

Gelombang Spiritual Ramadhan

Penyampai taujih lainnya Anggota Dewan Murabbi Wilayah Hidayatullah Daerah Khusus Jakarta Ust. H. Asdar Majhari Petta Ewang, S.Ag, menguraikan bagaimana Ramadhan menghadirkan dinamika spiritual yang berbeda dari hari-hari biasa.

Dia mengingatkan bahwa tanpa persiapan yang matang, seseorang bisa kehilangan momentum karena semangat awal yang cepat redup.

“Jangan sampai ketika memasuki Ramadhan, kita bersemangat di awal tapi kemudian melemah karena kurangnya kesiapan,”* tegasnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti bahaya kesombongan spiritual, di mana seseorang bisa saja menggunakan ibadah sebagai ajang pamer kesalehan.

“Jangan karena status sosial kita, kita menjadi angkuh di hadapan Allah. Bahkan mungkin kita sengaja menanyakan berapa kali orang lain khatam Al-Qur’an di bulan Ramadhan hanya untuk pamer jumlah khatam kita sendiri,” tambahnya.

Menurutnya, Ramadhan adalah waktu untuk muhasabah diri, meninggalkan berhala-berhala kecil dalam kehidupan yang bisa menghambat ketakwaan. “Tidaklah kebaikan dibalas oleh Allah kecuali dengan kebaikan pula,” ujarnya.

Dia menambahkan, panaroma spiritual Ramadhan itu berbeda dengan hari hari lainnya yang hendaknya membuat gejolak di hati kita dengan gelombang besar.

“Maka, ketika memasuki Ramadhan tanpa persiapan maka bisa terguncang yang diawal penuh semangat berapi-api tapi kemudian segera melemah,” tandasnya.

Puasa sebagai Sarana Pengendalian Diri

Pemateri lainnya, KH. Mahmud Effendi dalam ceramahnya menegaskan bahwa esensi Ramadhan adalah ibadah puasa itu sendiri. Mengutip kitab Tanwirul Qulub fi Muamalati Allamil Ghuyub yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi, ia menyatakan bahwa menolak kewajiban puasa adalah bentuk kekafiran.

Ia menjelaskan bahwa puasa memiliki syarat dan rukun yang harus dipenuhi. “Puasa itu seperti bermain sepak bola, ada formasi dan ada aturannya. Syarat wajibnya ada empat, syarat sahnya ada empat, dan rukun utamanya ada dua, yakni niat dan menjaga diri dari pembatal puasa,”* ujarnya.

Ustaz Mahmud juga menyoroti pentingnya doa di bulan Ramadhan. Dia menganalogikan berdoa di bulan Ramadhan seperti mau memetik mangga yang sudah matang dan kelihatan di depan mata, maka doa itu adalah galah atau bambu kita untuk dipakai memetik.

“Maka galah harus kuat dan panjang agar bisa memetik buah tersebut. Di bulan Ramadhan ini Allah telah menjanjikan banyak keutamaan, itulah “buah mangga” yang tinggal kita galah dengan sekuat kuatnya dan dengan galah yang panjang,” tandasnya.

Ia pun mengingatkan agar umat Islam tidak ragu-ragu dalam meraih keberkahan bulan suci ini. “Ramadhan adalah bulan cinta, bulan Mahabbah. Jangan sia-siakan kesempatan ini,” pesannya.

Dengan semakin dekatnya bulan suci, diharapkan umat Islam dapat memanfaatkan waktu yang tersisa untuk memperkuat ibadah dan introspeksi diri agar dapat menyambut Ramadhan dengan hati yang bersih dan jiwa yang penuh ketakwaan. (adm/hidayatullah.or.id)

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

SAR Hidayatullah Gelar Rapimnas, Bahas Kesiapsiagaan Hadapi Ancaman Gempa Megathrust

SURABAYA (Hidayatullah.or.id) -- Ancaman gempa megathrust menjadi isu strategis dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) SAR Hidayatullah yang digelar di...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img