AdvertisementAdvertisement

Ustadz Fadlan Garamatan Tekankan Pentingnya Keberlanjutan Dakwah Islam

Content Partner

JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Dalam acara Tabligh Akbar bertajuk “Energi Iman untuk Gerakan Dakwah” yang berlangsung di Masjid Baitul Karim, Pusat Dakwah Hidayatullah, Cipinang Cempedak, Otista, Polonia, Jakarta, guru masyarakat yang juga tokoh pendakwah nusantara KH. Muhammad Zaaf Fadlan Rabbani Al-Garamatan menekankan pentingnya keberlanjutan dalam dakwah.

“Dakwah tidak boleh berhenti, dakwah harus seperti air mengalir. Kapan di bumi ini tidak ada dakwah, manusia akan kering mengenal Allah dan tidak mengikuti Nabi Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,” ujar Fadlan di hadapan ratusan jamaah yang memadati komplek gedung Pusat Dakwah Hidayatullah, Sabtu, 17 Rabi’ul Awal 1446 (21/9/2024).

Dalam kesempatan tersebut, Fadlan berbagi inspirasi dakwah dengan menceritakan pengalaman yang pernah dengan penuh tantangan berdakwah selama lebih dari tiga bulan kepada seorang pendeta dan keluarganya.

Fadlan mengisahkan usahanya yang tak kenal lelah untuk bertemu pendeta bernama Pdt Alfon tersebut meskipun selalu terhalang. “Setiap kali saya ingin bertemu, beliau selalu sibuk,” katanya.

Tidak menyerah, di suatu pagi Fadlan berinisiatif mendatangi rumah sang pendeta tanpa perantara. “Subhanallah, saya lihat beliau sedang lari pagi di halaman rumahnya. Saya yakin pagi ini saya bisa bertemu,” ungkapnya.

Namun, pendeta tersebut segera lari masuk ke dalam rumah dan menutup pintunya, tetapi lupa menutup pagar. Fadlan yang bertekad melanjutkan usahanya mengetuk pintu rumah itu, hanya untuk dihadapkan dengan istrinya yang marah-marah, menyatakan suaminya tidak di rumah. Begitu seterusnya, selama 30 hari berturut-turut.

Pada bulan kedua, Fadlan tetap datang setiap pagi. Bahkan pada hari ke-15, sang istri sudah menunggunya di depan rumah dan dengan marah menyebutnya “tidak bosan” mendatangi rumah mereka. Fadlan, dengan tenang, melanjutkan misinya. Meski ditolak berkali-kali, ia tetap mengetuk pintu rumah itu hingga dua bulan berlalu tanpa pertemuan.

Barulah pada bulan ketiga, Fadlan bisa bertemu ketika sang pendeta jatuh sakit, dan Fadlan berkesempatan untuk membesuknya di rumah sakit.

Setelah beberapa waktu dirawat, pendeta tersebut akhirnya bisa pulang. Dari interaksi rutin inilah, tidak hanya pendeta itu sendiri, tetapi keluarganya dan jemaahnya menyatakan keinginan mereka untuk memeluk Islam.

Tantangan Dakwah

Dalam menjalankan misi dakwahnya, Fadlan kerap mengalami tantangan yang tidak ringan. Berkali kali dia harus mendekam di penjara dengan tuduhan yang dibuat buat oleh pihak pihak yang tak suka dengan dakwahnya.

Demikian pula keluar masuk penjara adalah hal biasa baginya. Bahkan dia pernah nyaris kehilangan nyawa karena mendapat serangan tombak beracun yang menyasar salah satu anggota tubuhnya, beruntung dia masih sempat diselamatkan dan menjalani perawatan sekian bulan di rumah sakit.

Meski mengalami perlakuan sedemikian sistematis dan masif itu, bagi Fadlan, dalam berdakwah tidak boleh membawa kebencian, tapi harus dengan kasih dan cinta. Beberapa rekan yang membersamai kiprahnya sempat kehilangan kesabaran terhadap berbagai berbagai tindakan fisik yang dialaminya. Namun, Fadlan mengingatkan untuk tetap sabar.

“Jangan kau bangun kebencian dengan manusia, tugas kita adalah berdakwah. Kalau mau ikut atau tidak ikut, saya tetap jalan,” kata Fadlan dalam satu kesempatam ketika beberapa rekan perjuangannya melemah dan enggan mengikuti jalan perjuangan Fadlan yang berada di bawah ancaman kematian. Akhirnya semagat dakwah mereka kembali menyala.

Fadlan lantas mengingatkan bahwa tidak ada pekerjaan yang lebih bergengsi di dunia ini selain dakwah. “Pekerjaan bergengsi ini tidak mengharapkan tepuk tangan dan pujian manusia, tetapi ridha Allah. Ketika kita mendakwahkan Islam, Allah akan menghadirkan hidayah lebih cepat daripada angin,” katanya.

Pada kesemapan tersebut, Fadlan berbagi inspirasi dakwah dimana ia pernah mengislamkan sebanyak 3.712 suku pedalaman di Papua dengan bekal keyakinan akan pertolongan Allah.

Ribuan orang suku ini mengikrarkan syadahat setelah selama berhari hari mereka diperkenalkan tentang agama Islam mulai dari mandi sampai pemahaman shalat oleh Fadlan bersama rombongannya yang harus menembus perkampungan itu selama berbulan bulan lamanya.

“Kami 20 dai langsung sujud menangis karena malu cuma bawa sabun, sampo, odol, sikat gigi, tidak bawa apa apa. Dan yang kedua yang kami bawa adalah nama Allah dan Rasul-Nya. Saat itu 3.712 orang akhirnya menyatakan syahadat dalam kondisi tidak pakai baju”

Acara Tabligh Akbar ini juga dihadiri oleh narasumber lainnya yaitu Ketua Umum DPP Hidayatullah KH. Dr. Nashirul Haq, MA, pegiat parenting KH. Zainuddin Musaddad, MA, serta turut dihadiri Ketua Bidang Dakwah dan Pelayanan Umat DPP Hidayatullah Ust Drs Nursyamsa Hadis yang didampingi Direktur Korps Muballigh Hidayatullah (KMH) Ust. Ir. Iwan Abdullah, M.Si.

Acara ini terselenggara atas dukungan Lembaga Amil Zakat Nasional Baitulmaal Hidayatullah (Laznas BMH), Pemuda Hidayatullah, Muslimat Hidayatullah, Persaudaraan Dai Indonesia (PosDai), dan sejumlah pihak lainnya. (ybh/hidayatullah.or.id)

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Pesan dari Tabligh Akbar Hidayatullah Karo, Jaga Kerukunan dan Bentengi Akidah Umat

BRASTAGI (Hidayatullah.or.id) -- Pondok Pesantren Hidayatullah Karo selenggarakan Tabligh Akbar yang bertempat di Masjid Muhammad Cheng Hoo, Kecamatan Berastagi,...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img