KEPEMIMPINAN dalam organisasi Islam masa depan memerlukan tokoh-tokoh yang bukan hanya mampu menjalankan peran administratif, tetapi juga mampu menggerakkan perubahan besar yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Di era yang penuh tantangan global, sosial, politik dan teknologi, memaksa pemimpin organisasi Islam harus memiliki sifat-sifat yang unik dan mulia: mereka harus berperan sebagai mujahid (pejuang), mujtahid (pemikir kreatif), dan mujaddid (pembaharu).
Karakter tersebut hanya dapat terbentuk apabila mereka juga menjadi pribadi yang alim (berilmu) dan abid (ahli beribadah), sehingga dari sinilah lahir pemimpin yang visioner, progresif dan revolusioner, sehingga mampu membawa organisasi Islam menjadi kekuatan yang signifikan dan diperhitungkan dunia.
Mujahid: Jiwa Perjuangan dan Pengorbanan
Seorang mujahid adalah pemimpin yang memiliki semangat perjuangan. Mereka adalah sosok yang tidak hanya berjuang dengan pedang, tetapi juga dengan pikiran, tindakan, dan pengorbanan dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Dalam konteks organisasi Islam masa depan, mujahid adalah pemimpin yang siap menggerakkan seluruh elemen organisasinya dalam rangka menghadapi tantangan zaman dengan penuh keteguhan hati dan keberanian moral.
Pemimpin masa depan haruslah mampu berjuang melawan ketidakadilan sosial, politik, dan ekonomi yang mengancam umat. Mereka harus memperjuangkan kepentingan umat dengan penuh komitmen, tidak mudah menyerah, dan siap menghadapi segala macam tekanan baik dari luar maupun dari dalam. Mereka juga perlu memastikan bahwa perjuangan mereka tidak sekadar retorika, melainkan diimplementasikan dalam kebijakan-kebijakan yang nyata.
Implementasi Futuristik: Pemimpin yang mujahid di era digital harus mampu memanfaatkan teknologi untuk memperjuangkan nilai-nilai Islam. Mereka perlu menguasai media sosial, kecerdasan buatan, dan big data untuk membela kebenaran serta menyebarkan pesan-pesan dakwah. Melalui platform ini, perjuangan mereka tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu, sehingga lebih efektif dalam menghadapi tantangan global.
Mujtahid: Pemikiran Kritis dan Ijtihad
Seorang mujtahid adalah pemimpin yang mampu melakukan ijtihad, yaitu usaha intelektual untuk menemukan solusi atas masalah-masalah baru yang belum terjawab oleh hukum-hukum yang ada. Pemimpin organisasi Islam masa depan harus memiliki kemampuan berpikir kritis (critical thinking), kreatif, dan inovatif. Mereka tidak boleh terjebak dan terbelenggu dalam rutinitas dan pola pikir lama yang tidak lagi relevan dengan tantangan zaman.
Dalam dunia yang semakin kompleks, seorang mujtahid perlu merumuskan solusi-solusi yang relevan dan sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan teknologi, tanpa meninggalkan landasan syariah dan akhlak Islam. Kemampuan untuk melakukan ijtihad ini harus dilandasi dengan penguasaan ilmu pengetahuan yang luas, baik dalam ilmu agama maupun ilmu kontemporer.
Implementasi Futuristik: Pemimpin mujtahid di masa depan perlu mengadopsi pendekatan berbasis data dalam pengambilan keputusan. Dengan memanfaatkan analisis data besar (big data), mereka dapat membuat kebijakan yang lebih tepat dan efektif dalam memecahkan masalah umat. Teknologi seperti kecerdasan buatan dapat digunakan untuk melakukan prediksi dan analisis masalah sosial, sehingga ijtihad mereka didukung oleh data yang valid dan relevan.
Mujaddid: Pembaharu yang Progresif
Seorang mujaddid adalah pemimpin yang mampu melakukan tajdid atau pembaharuan, yaitu menghidupkan kembali ajaran-ajaran Islam yang telah dilupakan atau disalahartikan, serta memperbaiki keadaan umat sesuai dengan tuntunan zaman. Pemimpin organisasi Islam masa depan harus memiliki visi yang jauh ke depan dan berani melakukan perubahan yang diperlukan untuk kemajuan umat.
Mereka tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga siap melakukan inovasi yang sesuai dengan syariat Islam. Pembaharuan yang dilakukan oleh seorang mujaddid harus tetap berpijak pada akar ajaran Islam, namun juga terbuka terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Implementasi Futuristik: Pemimpin mujaddid masa depan perlu menciptakan struktur organisasi yang fleksibel dan adaptif, siap berubah sesuai dengan kebutuhan zaman. Mereka perlu mengadopsi model kepemimpinan yang lebih horizontal dan partisipatif, dengan melibatkan anggota organisasi dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, organisasi Islam dapat terus relevan dan responsif terhadap perubahan zaman, tanpa kehilangan identitas Islamnya.
Alim dan Abid: Fondasi Spiritualitas dan Ilmu
Untuk memenuhi peran sebagai mujahid, mujtahid, dan mujaddid, seorang pemimpin organisasi Islam masa depan harus terlebih dahulu menjadi alim (berilmu) dan abid (ahli beribadah). Keilmuan yang dimiliki tidak hanya mencakup pengetahuan agama, tetapi juga ilmu pengetahuan kontemporer yang relevan dengan tantangan zaman. Sementara itu, abid berarti pemimpin tersebut memiliki kedekatan spiritual yang mendalam dengan Allah SWT, yang menjadi landasan moral dalam setiap tindakannya.
Kombinasi antara ilmu yang luas dan ibadah yang khusyuk akan melahirkan pemimpin yang bijaksana, adil, dan berakhlak mulia. Pemimpin yang alim dan abid tidak mudah terjebak dalam pragmatisme yang melupakan prinsip, tetapi selalu mengedepankan keadilan dan kebenaran dalam setiap kebijakan yang diambil.
Implementasi Futuristik: Pemimpin yang alim dan abid akan mendorong budaya organisasi yang berbasis pada pengembangan ilmu pengetahuan dan spiritualitas. Mereka akan mendorong setiap anggota organisasi untuk terus belajar, baik ilmu agama maupun ilmu duniawi, sambil menjaga kualitas ibadah dan moralitas. Teknologi seperti platform e-learning dan aplikasi pengingat ibadah dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan spiritual dan intelektual dalam organisasi.
Kepemimpinan Visioner dan Revolusioner
Kombinasi karakter mujahid, mujtahid, dan mujaddid yang dilandasi dengan jiwa alim dan abid akan melahirkan pemimpin yang visioner dan revolusioner. Pemimpin seperti ini memiliki visi jangka panjang yang tidak hanya berfokus pada kebutuhan saat ini, tetapi juga mempersiapkan umat untuk menghadapi masa depan. Mereka juga revolusioner dalam arti mampu melakukan perubahan mendasar yang membawa kemajuan bagi organisasi dan umat secara keseluruhan.
Pemimpin visioner dan revolusioner tidak takut mengambil risiko, selama risiko tersebut didasarkan pada prinsip kebenaran dan keadilan. Mereka memahami bahwa untuk mencapai kebangkitan peradaban Islam, diperlukan perubahan yang mendalam dan berani, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip Islam.
Implementasi Futuristik: Pemimpin yang visioner dan revolusioner akan memperkenalkan inovasi dalam struktur dan budaya organisasi. Mereka akan memperkenalkan model kepemimpinan yang berfokus pada pemberdayaan anggota, transparansi, dan akuntabilitas. Mereka juga akan mendorong kolaborasi lintas organisasi lokal dan internasional untuk memperluas pengaruh dan kontribusi organisasi Islam di tingkat global.
Kesimpulan: Masa Depan Kepemimpinan Organisasi Islam
Dengan pemimpin yang memiliki kualitas mujahid, mujtahid, mujaddid, serta fondasi alim dan abid, organisasi Islam di masa depan tidak hanya akan bertahan, tetapi juga berkembang menjadi kekuatan peradaban yang memimpin dunia. Mereka akan mampu menawarkan solusi-solusi yang Islami untuk masalah-masalah global seperti ketidakadilan sosial, perubahan iklim, konflik antarnegara, dan krisis kemanusiaan.
Visi ini bukanlah utopia. Dengan kepemimpinan yang kuat dan berkarakter, organisasi Islam bisa menjadi penggerak perubahan yang mendunia, menjadikan nilai-nilai Islam sebagai panduan dalam menciptakan dunia yang lebih adil, damai, dan makmur. Pemimpin masa depan yang visioner dan revolusioner akan membawa peradaban Islam menjadi kekuatan dominan dalam peradaban global, tidak hanya sebagai pengikut, tetapi sebagai pemimpin perubahan. Wallahu a’lam.
*) ASIH SUBAGYO, penulis adalah Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan Organisasi Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah