AdvertisementAdvertisement

Buka TOT Nasional PKAUD, Ketua Umum Hidayatullah Tekankan Urgensi Ketahanan Keluarga

Content Partner

JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Ust. Dr. H. Nashirul Haq, MA., membuka acara Training of Trainer (TOT) Nasional Pendidikan Keluarga dan Anak Usia Dini (PKAUD) bertajuk “Menguatkan Ketahanan Keluarga, Mengokohkan Peradaban Islam” di Gedung Pusat Dakwah Hidayatullah Jakarta, Jum’at (16/5/2025).

Ust. Dr. H. Nashirul Haq memulai sambutannnya dengan menyajikan refleksi Surah An-Nisa Ayat 9 dalam konteks penguatan ketahanan keluarga dan peradaban Islam.

Surah An-Nisa ayat 9 ini, terangnya, memberi peringatan terhadap tanggung jawab lintas generasi. Ayat ini menyerukan pentingnya perhatian pada nasib anak-anak yang ditinggalkan dalam keadaan lemah, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial.

Kata Ustadz Nashirul, Allah menyerukan dua sikap utama sebagai bentuk perlindungan terhadap generasi penerus yaitu taqwa (ketaatan dan kesadaran akan nilai-nilai ilahi) serta qaulan sadiidan (perkataan yang lurus, jujur, dan bernilai konstruktif).

Ayat ini, menurutnya, sarat dimensi sosiologis dan peradaban dimana ini mengimplikasikan bahwa kelangsungan suatu masyarakat sangat ditentukan oleh ketangguhan anak-anak yang kelak akan mewarisi struktur sosial, budaya, dan politik umat.

“Maka, kelemahan generasi penerus adalah indikator krisis ketahanan keluarga sekaligus kerapuhan peradaban,” tegasnya.

Ia memaknai ayat ini dalam konteks kekinian untuk membaca tantangan serius yang dihadapi institusi keluarga Muslim. Krisis identitas, dekadensi moral, disorientasi pendidikan, serta tekanan sosial ekonomi yang menimpa keluarga-keluarga Muslim kontemporer menghasilkan generasi yang lemah secara integratif.

Selain itu, tantangan yang ada dapat pula menggiring anak-anak juga tumbuh dalam atmosfer yang minim keteladanan, kehilangan arah spiritual, dan teralienasi dari nilai-nilai Qur’ani.

Dia menegaskan, ketahanan keluarga bukan sekadar urusan ekonomi atau fungsi sosial domestik. Ia adalah institusi utama yang mewariskan nilai-nilai Islam, membentuk pola pikir kritis, dan membangun karakter yang kokoh.

“Penguatan ketahanan keluarga tidak bisa dilepaskan dari agenda besar peradaban Islam. Di tengah arus globalisasi dan penetrasi nilai-nilai liberal-sekuler, keluarga harus menjadi benteng pertama dan terakhir pertahanan umat,” imbuhnya.

Oleh karena itu, diperlukan kebijakan publik, kurikulum pendidikan, serta gerakan sosial berbasis komunitas yang mendukung rekonstruksi keluarga Muslim yang tangguh dan berkesadaran historis.

Ia menekankan, membiarkan generasi lemah bukan hanya pengkhianatan terhadap amanah ketuhanan, tetapi juga bentuk kezaliman struktural yang akan melemahkan fondasi umat. Ketika keluarga gagal mencetak generasi kuat, maka yang runtuh bukan hanya institusi mikro, tetapi seluruh sistem peradaban Islam itu sendiri.

Keluarga sebagai Institusi Terkecil Peradaban Islam

Lebih jauh Ustadz Nashirul menekankan bahwa keluarga adalah institusi terkecil dalam struktur peradaban Islam, namun fungsinya sangat besar dan strategis.

Di dalam keluarga Qur’ani, setiap individu Muslim dibimbing untuk berinteraksi erat dengan Al-Qur’an—melalui pembacaan (tilawah), pembelajaran (ta’allum), perenungan (tadabbur), dan penyampaian (tabligh) nilai-nilai ilahiah dalam kehidupan.

Inilah rumah tangga yang tidak sekadar menjadi tempat tinggal fisik, melainkan madrasah utama pembentuk iman, akhlak, dan kecerdasan spiritual anak-anak umat.

Menurutnya, kisah pengasuhan Syekh Abdurrahman As-Sudais, Imam Masjidil Haram, perlu menjadi pelajaran masa kini. Sejak kecil, ibunya mendoakan dengan khusyuk agar anaknya menjadi penghafal Qur’an dan imam besar.

Demikian pula ibu Imam Syafi’i yang memperhatikan dengan cermat makanan dan pendidikan anaknya, mengarahkan dengan penuh keikhlasan agar buah hatinya tumbuh dalam keilmuan dan ketakwaan.

Begitupula Shalahuddin Al-Ayyubi dan Muhammad Al-Fatih, dua ikon kejayaan Islam, dididik oleh keluarga yang menanamkan keyakinan kuat, visi peradaban, serta cinta jihad dan ilmu sejak usia dini.

“Keluarga Muslim juga harus menjadi benteng terhadap perang pemikiran (ghazwul fikr) yang menggerus identitas dan akhlak anak-anak,” katanya.

Ia menyebut anak-anak Gaza memberi teladan dalam ketegaran, kesabaran, dan keberanian. Itu semua bisa tertanam sejak kecil bila dididik dalam lingkungan yang kokoh dan penuh teladan.

Oleh karena itu, ia menambahkan, orang tua harus menyadari bahwa karakter anak tidak cukup diajarkan secara teori, tetapi harus dicontohkan dan dipraktikkan secara nyata dalam keseharian.*/

Editor: Adam Sukiman
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Membangun Peradaban Islam, Menggali Akar Menjawab Zaman

PROF. Dr. Talip Küçükcan, Duta Besar Turkiye untuk Indonesia, dalam Hidayatullah Global Forum bertajuk “Masa Depan Persahabatan Turkiye-Indonesia Dalam...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img