
DEPOK (Hidayatullah.o.id) — Sekitar 600 peserta mengikuti webinar parenting nasional yang digelar oleh Mushida (Muslimah Hidayatullah) dan Komite Sekolah SD Integral Hidayatullah Depok, Jawa Barat, menghadirkan Ustadz Adriano Rusfi, S.Psi., M.Psi., seorang psikolog dan konsultan SDM serta pendidikan, sebagai narasumber utama.
Kegiatan ini menyoroti pentingnya kembali kepada pendekatan pendidikan Islam yang berbasis fitrah anak.
Dalam paparannya, Ust. Adriano menyampaikan bahwa pemahaman terhadap pertumbuhan anak perlu dikembalikan pada terminologi Islam, yaitu tahapan pra-tamyiz, tamyiz, dan aqil-baligh, dan bukan pada klasifikasi modern seperti “remaja”.
“Istilah ‘remaja’ adalah produk sosial pasca-Revolusi Industri di Inggris,” jelas Adriano Rusfi, seperti dalam keterangan diterima media ini, Senin, 10 Shafar 1447 H (4/8/2025).
Ia menambahkan bahwa kondisi ini muncul ketika jam kerja para orang tua, khususnya ayah, menjadi semakin panjang di luar rumah, sehingga keterlibatan langsung dalam mendidik anak mengalami penurunan drastis.
Menurut Adriano, fenomena tersebut menyebabkan munculnya generasi yang telah baligh secara fisik namun belum aqil secara akal.
“Dalam Islam, baligh dan aqil harus berjalan seiring sebagai tanda kesiapan menerima beban syariat dan tanggung jawab,” katanya menegaskan.
Lebih lanjut, Adriano menyebutkan bahwa krisis zaman ini berakar dari terpisahnya antara kedewasaan fisik dan akal. “Anak-anak bisa menyelesaikan soal akademik, tapi tidak siap menghadapi tekanan hidup,” tegasnya.
Indikator aqil dalam Islam, menurutnya, mencakup tanggung jawab pribadi dan sosial, kemampuan berpikir, kemandirian, serta kecakapan sosial.
Ia juga menyebut kesiapan menikah sebagai salah satu bukti kedewasaan akal karena kesiapan biologis (baligh) harus diimbangi dengan kesiapan mental dan spiritual (aqil).
Pendidikan aqil, lanjutnya, tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada sekolah atau ibu. Ia menekankan pentingnya peran ayah dalam pendidikan anak.
“Ayah sebagai penanam nilai dan ketegasan memiliki peran yang sangat krusial,” ungkapnya. Ia bahkan menyebut Indonesia sebagai fatherless country karena banyak anak tumbuh tanpa kehadiran atau keterlibatan aktif ayah dalam proses pendidikan.
Menurutnya, peran ibu yang persuasif perlu diseimbangkan dengan ayah yang tegas agar anak tumbuh kuat secara akidah dan tangguh dalam kepribadian.
Di akhir webinar, Adriano mengajak peserta untuk kembali mendidik anak sesuai fitrahnya, bukan membebani mereka dengan tuntutan akademik seperti calistung sejak dini.
“Anak perlu dilatih menghadapi kesulitan, bukan dijauhkan darinya. Sebab dari tantangan itulah tumbuh kecakapan hidup yang sejati,” ujarnya.
Ia mengutip QS. Al-Baqarah: 214 sebagai penegasan bahwa ujian adalah bagian dari proses pendidikan sejati. “Orang-orang beriman terdahulu pun diuji dengan kesempitan dan penderitaan yang mengguncang sebelum datang pertolongan Allah.”
Webinar ini ditutup dengan penekanan bahwa proses pendidikan anak harus diarahkan pada pembentukan akhlak, tanggung jawab, dan ketahanan diri untuk mempersiapkan mereka menghadapi kehidupan dunia dan akhirat.