AdvertisementAdvertisement

16,7 Juta Warga Suriah Butuhkan Bantuan Kemanusiaan, Tertinggi Sejak 2011

Content Partner

SURIAH (Hidayatullah.or.id) – Satu dari tiga anak yang kehilangan rumah mereka akibat gempa bumi dahsyat di Turkiye setahun yang lalu masih tinggal di tempat penampungan sementara.

Di sisi lain, anak-anak di Turkiye dan Suriah masih berjuang melawan cemas dan masalah kesehatan mental lainnya sejak musibah tersebut, seperti dilansir Save the Children dan diterjemahkan Sahabat Al Aqsha, Selasa, 25 Rajab 1445 (6/2/2024).

Dua gempa bumi besar dan rangkaian gempa susulan di Turkiye dan Suriah utara pada bulan Februari tahun lalu menewaskan lebih dari 56.000 orang dan membuat jutaan orang mengungsi, serta sekira 6,2 juta anak terkena dampaknya.

Di Turkiye, sekira 2,4 juta orang, termasuk 660.000 anak-anak, terpaksa meninggalkan rumah mereka ke permukiman sementara dan tinggal di tenda atau kontainer yang sempit. Setahun kemudian, lebih dari 761.000 orang, termasuk 205.000 anak-anak, masih belum dapat kembali ke rumah mereka.

Di saat pihak berwenang Turkiye terus berupaya memindahkan para pengungsi tersebut ke kawasan permukiman formal, hampir separuh (355.000) dari mereka masih berada di lokasi informal; yang seringkali berupa tenda kecil atau kontainer, beberapa di antaranya berukuran hanya 3×7 meter.

Sementara itu, di Suriah, anak-anak yang selamat dari gempa bumi menghadapi krisis ekonomi dan peningkatan konflik, yang semakin merusak sekolah dan pusat kesehatan.

Ribuan orang kini tidak memiliki akses terhadap tempat tinggal dan makanan, dan sebagian besar bantuan dari Program Pangan Dunia PBB di daerah yang terdampak gempa telah ditangguhkan.

Anak-anak juga kesulitan memproses dan mengatasi semua yang mereka alami. Pasca gempa bumi, 85% anak-anak penyandang disabilitas yang berbicara dengan mitra Save the Children di Suriah melaporkan kesulitan berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan orang lain karena pengalaman mereka saat gempa bumi.

Hampir 70% responden di lima wilayah yang dikuasai rezim diktator Suriah melaporkan kesedihan yang melanda anak-anak, dan sekira 30% di antara mereka mengatakan bahwa anak-anak mengalami mimpi buruk dan/atau kesulitan tidur, menurut Save the Children.

Di empat wilayah yang terkena dampak gempa di Turkiye, setengah dari rumah tangga yang disurvei (51%) melaporkan perubahan psikologi atau perilaku anak-anak mereka setelah gempa bumi, dengan 49% menunjukkan tanda-tanda kecemasan dan 21% menunjukkan perilaku agresif, masih menurut Save the Children.

Asli*, 9 tahun, yang tinggal di pengungsian dekat Adiyaman, Turkiye, bersama orang tuanya mengatakan: “Saya berumur 9 tahun. Saya tinggal di tenda bersama ayah dan ibu saya. Terjadi gempa bumi dan rumah kami hancur… Terkadang tenda menjadi sangat gerah atau justru sangat dingin… Oleh karena itu, ini bukan tempat tinggal yang baik. Kamar mandinya ada di luar. Saya ingin rumah kami [kembali].”

Survei yang dilakukan oleh Save the Children terhadap keluarga-keluarga yang tinggal di tempat formal maupun informal di Turkiye menemukan bahwa 60% keluarga kesulitan mendapatkan barang-barang kebersihan dasar.

Menurut PBB, masyarakat yang tinggal di satu dari empat lingkungan di kawasan informal mengatakan, mereka tidak mempunyai akses yang cukup terhadap air.

Meskipun sebagian besar keluarga pengungsi mampu menyekolahkan anak-anak mereka kembali di Turkiye, 30% orang tua kesulitan memenuhi biayanya.

Hampir 1,5 juta orang di Suriah membutuhkan bantuan kemanusiaan tahun ini–45% di antaranya adalah anak-anak.

Ini berarti total 16,7 juta orang–nyaris 90% dari total populasi–kini membutuhkan bantuan, dan merupakan jumlah tertinggi sejak perang dimulai di Suriah 13 tahun lalu.

Di negeri itu, banyak anak yang terpaksa meninggalkan rumah mereka, seringkali lebih dari satu kali. Ribuan orang tinggal di tenda darurat dan kamp pengungsian bersama orang tua mereka yang terus berjuang untuk menyediakan cukup makanan, air bersih, dan pakaian hangat.

Marah*, 12 tahun, yang tinggal di sebuah kamp di Suriah utara, pertama-tama mengungsi karena kekerasan, kemudian karena gempa bumi.

“Kami mengungsi karena pengeboman, peluru, dan gempa bumi. Sekolah hancur akibat gempa bumi dan pengeboman. Tidak ada cahaya, gelap (di kelas). Kami tidak dapat melihat papan tulis. Setiap kali guru menulis di atasnya, papan itu terjatuh. Itu adalah tempat yang mengerikan.”

Setelah setahun tidak bersekolah, Marah bisa mendaftar di sekolah yang didukung oleh mitra Save the Children.

“Situasinya sekarang lebih baik karena saya bisa belajar dan bermain bersama teman-teman, dan saya punya akses terhadap pendidikan. Karena gempa dan bom, saya berhenti belajar, berhenti sekolah selama hampir setahun,” ujarnya.

Rasha Muhrez, Direktur Save the Children untuk Suriah, mengatakan:

“Suriah sedang berjuang melawan krisis di atas krisis. Gempa bumi, konflik, perekonomian. Kini kita melihat semakin banyak orang yang membutuhkan bantuan. Belum ada tanda-tanda pemulihan di sini. Kami sangat membutuhkan lebih banyak dana untuk memenuhi kebutuhan anak-anak. Namun, pendanaan saja tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut.”

“Tahun demi tahun, kita melihat situasi kemanusiaan semakin memburuk. Kita harus memfokuskan kembali kesungguhan kita untuk mendukung mereka dan keluarga mereka guna membangun kembali apa yang telah hilang, untuk hidup damai dan aman.”

Sementara itu, Sasha Ekanayake, Direktur Save the Children untuk Turkiye, mengatakan:

“Gempa bumi mungkin tidak lagi menjadi berita utama, namun dampaknya masih terasa di Turkiye. Kami sedang dalam proses pemulihan. Namun, kenyataannya satu dari tiga anak-anak yang terkena dampak gempa masih terjebak di tenda-tenda dan kontainer kecil. Bukan hanya perumahan yang hancur, namun juga situasi berat yang terpaksa dialami anak-anak ini.”

“Save the Children bekerja sama dengan pemerintah setempat untuk mendukung anak-anak agar dapat melanjutkan pendidikan mereka dan mengakses layanan dasar. Namun, kebutuhan akan hal ini masih tetap tinggi. Komunitas internasional tidak boleh melupakan Turkiye.”.[]

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Rakerwil V Hidayatullah Jatim Ditutup, Ketua DPW Apresiasi Pelayanan Tuan Rumah

Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) V Hidayatullah Jawa Timur resmi ditutup pada hari Ahad, 19 Januari 2024, di Situbondo. Dalam...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img