
PALEMBANG (Hidayatullah.or.id) — Ketua Departemen Hukum & Advokasi DPP Hidayatullah, Dr. Dudung Amadung Abdullah, M.H., menegaskan posisi guru dan dai sangat rentan terhadap persoalan hukum.
Di tengah derasnya arus perubahan sosial, posisi guru dan dai kerap berada pada titik rentan. Mereka adalah pilar pendidikan dan dakwah yang berhadapan langsung dengan masyarakat, namun di saat yang sama sering berhadapan dengan risiko persoalan hukum.
“Ketidaktahuan terhadap aturan bisa berakibat fatal, apalagi ketika menyangkut kasus-kasus sensitif seperti kekerasan terhadap anak, ujaran kebencian, atau isu asusila,” katanya.
Karena itu, menurutnya, pemahaman hukum mutlak dimiliki oleh para pendidik. Guru dan dai harus tetap tegas dalam mendidik, namun tidak boleh abai terhadap aturan hukum yang berlaku,” tegasnya.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam Pelatihan Advokasi bagi Guru dan Dai yang digelar DPW Hidayatullah Sumatera Selatan bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang, Rabu, 17 Rabi’ul Awal 1447 (10/09/2025). Kegiatan berlangsung di Aula Fakultas Hukum UMP dan diikuti oleh puluhan peserta dari Palembang, Banyuasin, Muara Enim, hingga Empat Lawang.
Para peserta terdiri atas guru, dai, serta penggiat pendidikan dan dakwah. Mereka sehari-hari bersinggungan langsung dengan siswa maupun jamaah, sehingga pelatihan ini menjadi ruang penting untuk memperkuat pemahaman hukum.
Acara ini dibuka oleh Asisten Kesra Walikota Palembang Ichsanul Akmal, serta dihadiri Ketua PW Muhammadiyah Sumsel, H. Ridwan Hayatuddin, S.H., M.H. Selain Dr. Dudung, hadir pula narasumber Dr. Suharyono M. Hadiwiyono, S.H., M.H., advokat sekaligus dosen Fakultas Hukum UMP.
Dalam pemaparannya, Dudung menekankan perlunya bekal hukum bagi tenaga pendidik. “Perlindungan hukum bagi guru itu ada, tinggal bagaimana kita memahami dan menerapkannya,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa pemahaman hukum adalah kunci agar guru dan dai bisa bekerja dengan tenang. “Dengan bekal pengetahuan ini, insya Allah para pendidik bisa lebih tenang, bijak, dan terhindar dari kriminalisasi,” imbuhnya.
Sejumlah kasus nyata turut diangkat sebagai contoh. Mulai dari guru yang dipersoalkan karena tindakan disiplin terhadap murid, hingga dai yang dilaporkan karena ceramahnya dianggap mengandung ujaran kebencian.
Ada pula kasus pencemaran nama baik di media sosial dan tuduhan asusila. Semua itu menunjukkan bahwa pendampingan hukum bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan.
Pentingnya Pemahaman Hukum
Ketua DPW Hidayatullah Sumsel, Lukman Hakim, menegaskan hal senada. Menurutnya, banyak kasus terjadi karena ketidaktahuan. Misalnya guru memukul murid, atau seorang dai menyampaikan ceramah yang dianggap ujaran kebencian.
“Hal-hal seperti ini perlu diantisipasi sejak awal,” ucapnya. Ia menambahkan, advokasi diperlukan agar guru dan dai memiliki bekal hukum sehingga lebih bijak dalam bersikap maupun menyampaikan pesan kebaikan.
Menurutnya, DPW Hidayatullah Sumsel telah mendampingi berbagai kasus serupa di sejumlah daerah hingga ke pengadilan.
“Harapannya, melalui pelatihan ini para guru dan dai di Sumsel bisa lebih waspada serta tidak terjerat masalah hukum akibat ketidaktahuan,” tandasnya.
Pelatihan ini juga merupakan bagian dari rangkaian Semarak Musyawarah Nasional (Munas) VI Hidayatullah yang akan berlangsung pada 20–23 Oktober 2025 di Jakarta.
Di balik agenda besar itu, terselip komitmen untuk memperkuat posisi guru dan dai sebagai ujung tombak pendidikan karakter bangsa.
Melalui advokasi hukum, mereka diharapkan mampu melaksanakan tugas mulia mendidik dan berdakwah dengan penuh percaya diri, terlindungi dari jerat kriminalisasi, serta tetap berpegang pada aturan yang berlaku.






