BERASAL dari Kabupaten Bungo, Jambi, pemuda ini terbilang nekat saat menjajaki takdir jodohnya hingga ke Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.
Tak ada kenalan apalagi sanak saudara di kota penghasil minyak mentah tersebut. Tapi itu tak menghalangi tekad kuatnya mengikuti Pernikahan Mubarak yang diadakan oleh Kampus Ummulquro Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Teritip, Balikpapan, Kaltim
Saat diwawancara, laki-laki penghobi membaca itu baru saja tiba dari Bangka Belitung, ujung timur dari Pulau Sumatera. Di sana, ia sedang mengemban amanah berdakwah di masyarakat usai lepas pendidikan di Sekolah Dai Hidayatullah di Ciomas, Bogor, Jawa Barat.
Lalu bagaimana kisah pemuda suku Kubu tersebut mengenal bahkan menjadi pegiat dakwah?
“Tidak ada yang istimewa, ustadz,” jawab singkat pria bernama Pebra Rudi ini. Ia mengaku masa kecilnya justru jauh dari lingkungan dan pergaulan yang Islami.
Sejak remaja ia nyaris sudah terbiasa bekerja keras dan banting tulang demi membantu ekonomi kedua orangtuanya.
“Kalau di kampung dulu, biasa kerja kelapa sawit atau ikut ke lokasi menambang logam mulia,” ucapnya. Sebagai buruh tambang tradisional, penghasilan pun juga naik turun dan kadang tidak menentu.
“Kadang dapat paling rendah 150.000, tapi kalau lagi rezeki bisa sampai 400.000 atau 800.000 perhari,” jelasnya panjang lebar.
Hidayah! Begitulah jika Allah berkehendak. Meski terbilang sudah punya penghasilan, kerap kali ia merasa hidupnya seperti kosong dan tak punya arti.
Hingga akhirnya, ia bertemu dengan seseorang yang menawarinya untuk belajar agama secara mendasar. Tak buang waktu, ia pun segera mendaftar dan menjadi peserta Sekolah Dai Hidayatullah yang terletak di Ciomas, Bogor, Jawa Barat.
Tekad yang kuat mengantarnya bisa menyelesaikan pendidikan tepat waktu hingga dinyatakan lulus. Selanjutnya, ia bersegera berkemas usai mendengar langsung pembacaan SK Penugasan Dakwah ke Bangka Belitung, daerah yang terkenal sebagai penghasil timah di Indonesia.
Jika dulu setiap waktu bergulat menambang logam mulia atau emas di Muara Bungo, kini ia sibuk menambang generasi emas yang siap melanjutkan estafeta perjuangan dakwah Islam.
Tak banyak yang ditulisnya di formulir Pendaftaran Pernikahan Mubarak. Soal motivasi misalnya, ia hanya menulis untuk menjaga semangat diri untuk terus bisa bermanfaat bagi umat.
Ia sadar, sudah banyak waktu yang terbuang percuma di masa remajanya dahulu. Kini pemuda yang telah dipanggil ustadz oleh santri-santrinya itu ingin menebusnya dengan berkontribusi dan berbagi manfaat seluas-luasnya kepada umat.
“Mohon doanya dari semua,” tutupnya. (mss/hidayatullah.or.id)