MAJELIS ilmu adalah salah satu institusi paling mulia dalam tradisi Islam. Dalam sebuah majelis ilmu, para jamaah berkumpul untuk mendengar, menyimak, dan memahami ayat-ayat Allah serta sabda Rasulullah ﷺ.
Forum seperti ini menjadi wadah transfer ilmu, ruang untuk mendapatkan keberkahan, dan memperkuat ukhuwah Islamiyah. Akan tetapi, gejala yang kita saksikan belakangan ini menunjukkan adanya kelonggaran dalam menjaga adab-adab majelis, salah satunya adalah kebiasaan duduk renggang dan berjauhan.
Fenomena ini terjadi di masjid masjid dan mushalla kita baik di kota maupun di pedesaan, di mana sebagian jamaah memilih duduk di pojokan, berjauhan, bahkan ada yang melakukan hal-hal yang mengurangi kekhidmatan majelis, seperti mengobrol sendiri atau menyemburkan asap sigaret dari mulut yang boleh jadi amat mengganggu jamaah lainnya.
Fenomena ini penting kita tinjau kembali. Islam sangat menekankan pentingnya adab dalam bermajelis, termasuk merapatkan duduk di dalamnya sebagai etika pemuliaan terhadap tempat yang memiliki dasar syar’i yang kuat.
Merapatkan duduk dalam majelis ilmu menunjukkan bentuk penghormatan kepada ilmu dan guru, serta menjadi sarana mendekatkan hati, menguatkan persaudaraan, dan meraih rahmat Allah.
Al-Qur’an dan hadits memberikan landasan yang jelas tentang keutamaan menghadiri majelis ilmu dan menjaga adabnya. Allah berfirman dalam surah Al-Mujadilah ayat 11:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah,’ maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Ayat ini menunjukkan bahwa adab dalam majelis, termasuk merapatkan dan melapangkan ruang bagi orang lain, adalah bagian dari keimanan dan akan mendapatkan balasan berupa kelapangan dari Allah.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah membaca Kitabullah dan saling mengajarkan satu dan lainnya melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), akan dinaungi rahmat, akan dikeliling para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya.” (HR. Muslim)
Dalam hadits ini, Rasulullah ﷺ menekankan keutamaan menghadiri majelis ilmu di masjid. Ketenangan dan rahmat hanya dapat dirasakan jika jamaah menjaga kekhidmatan majelis, termasuk dengan duduk merapat, tidak menyebar secara tidak teratur, dan fokus dalam menyimak.
Rasulullah ﷺ juga mengingatkan pentingnya merapatkan saf, termasuk dalam konteks shalat dan pertemuan, dengan bersabda:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلاةِ وَيَقُولُ : ( اسْتَوُوا , وَلا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memegang pundak-pundak kami sebelum salat, dan beliau bersabda: luruskan (shaf) dan jangan bengkok, sehingga hati-hati kalian nantinya akan bengkok (berselisih) pula” (HR. Muslim)
Meskipun hadits ini secara khusus berbicara tentang saf shalat, prinsipnya relevan untuk majelis ilmu. Duduk berjauhan tanpa alasan yang jelas dapat menciptakan jarak fisik dan emosional di antara jamaah, yang justru membuka ruang bagi bisikan setan berupa gangguan konsentrasi atau sikap acuh tak acuh terhadap ilmu yang sedang disampaikan.
Era Penuh Distraksi
Kondisi saat ini, di mana banyak orang mudah terdistraksi oleh gawai, push notification media sosial, percakapan pribadi, atau hal-hal lain, menjadi tantangan tersendiri dalam menjaga kekhidmatan majelis ilmu.
Majelis ilmu adalah tempat yang seharusnya menjadi zona bebas gangguan, di mana jamaah bisa fokus mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan pemahaman agama.
Namun, sayangnya, kita sering melihat jamaah, atau mungkin kita sendiri, yang lebih sibuk dengan ponsel atau bahkan berbincang-bincang selama kajian berlangsung.
Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa adab dalam majelis mencerminkan penghormatan kepada ilmu. Beliau bersabda:
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Jalan ilmu ini mencakup kesiapan lahir dan batin untuk menerima ilmu, termasuk melalui sikap duduk yang tertib, rapi, dan rapat. Sikap ini juga menunjukkan kebersamaan dalam mencari ilmu, sehingga keberkahan yang turun dapat dirasakan bersama.
Selain itu, para ulama salaf memberikan teladan dalam menghormati majelis ilmu. Mereka duduk merapat yang menunjukkan sikap penuh perhatian. Imam Malik, misalnya, sangat menghormati majelis hingga beliau enggan berbicara kecuali dengan penuh keseriusan dan fokus.
Begitu pula dengan para sahabat Rasulullah ﷺ yang selalu duduk rapat saat mendengar sabda Rasulullah ﷺ, seolah-olah burung bisa bertengger di atas kepala mereka karena begitu tenangnya suasana.
Meraih Keberkahan dan Menghidupkan Tradisi
Sejatinya majelis ilmu adalah forum sakral yang terhormat, tempat di mana hati yang tercerai-berai disatukan, keimanan diperkuat, dan ukhuwah Islamiyah dipupuk. Dengan duduk rapat, jamaah menciptakan suasana kekompakan yang mendukung penyampaian dan penerimaan ilmu.
Dalam hubungan sosial, duduk bersama tanpa celah juga menghilangkan rasa eksklusivitas yang kadang muncul karena jarak fisik.
Adab dalam majelis ilmu hendaknya dihidupkan kembali sebagai bagian dari khazanah Islam yang agung. Tradisi ini mengejawantah kultur dalam transformasi ilmu pengetahuan yang berupaya menjaga warisan adab Islami yang sudah dijalankan oleh Rasulullah ﷺ, para sahabat, tabiut tabi’in, dan ulama-ulama terdahulu. Dengan meneladani mereka, kita berupaya menghidupkan sunnah dan memperkuat hubungan kita dengan Allah dan sesama Muslim.
Mari kita hidupkan kembali tradisi mulia ini, termasuk di masjid-masjid atau mushalla kita di perkotaan maupun pedesaan. Mari jadikan majelis ilmu sebagai tempat kudus yang penuh dengan orang dan juga dengan adab. Dengan cara ini, kita menjaga tradisi keilmuan Islam dan menyebarkan rahmat dan keberkahan di tengah masyarakat.
Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk mengamalkan dan menghidupkan tradisi bermajelis sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ dan para pendahulu kita. Wallahu a’lam bishawab.*/Adam Sukiman