SETELAH sekian lama menjalani tugas sebagai guru dan memenuhi amanah sebagai daiyah Hidayatullah yang berpindah pindah tugas dari satu kota ke kota lainnya di Nusantara tercinta ini, pendidik itu akhirnya purna tugas.
Namanya Hafsah binti Pasarai. Perempuan berdarah Bugis Sinjai ini meninggal dunia, Selasa, 21 Muharam 1445, 8 Agustus 2023 pukul 12.58 WITA di kediamannya bilangan Manggar, Balikpapan, Kalimantan Timur.
Sosok pendidik kelahiran Balikpapan ini meninggal dunia di usia 68 tahun. Almarhumah berpulang tenang dengan meninggalkan 9 orang anak. Ia kembali ke kharibaan Ilahi menyusul sang suami, yang lebih dahulu menghadap kepada Sang Pencipta pada 14 April 2021 atau 2 tahun 3 bulan lalu.
Titian jalan hidup yang dijalaninya tidak selalu manis. Almarhumah kerap berjibaku dengan berbagai rintangan dan kepahitan namun tetap mampu dihadapi dengan sabar dan tawakkal. Terlebih dikala menjalani penugasan demi penugasan mendampingi sang suami.
Diantaranya ia pernah dikirim menjalani tugas dakwah ke Sangatta (Kabupaten Kutai) tahun 1992 hingga 1994 lalu dipanggil lagi ke Balikpapan. Dengan tugas pindah pindah seperti ini, akhirnya menjadi hal biasa bagi Hafsah bertemu orang dengan berbagai macam latar belakang dan karakter. Ia pun semakin banyak belajar.
Sebelumnya ia mendampingi suami yang ditugaskan ke Berau selama setahun (1986-1987), kemudian diminta bergeser membantu perintisan Tarakan dari tahun 1987 sampai tahun 1988.
Sebagaimana sistem perkaderan Hidayatullah kala itu, setiap dai yang ditugaskan tidak pernah lama. Alasan Abdullah Said (pendiri Hidayatullah) agar petugas tidak terjebak dengan kenyamanan. Sehingga, hanya setahun di Tarakan, Hafsah kembali mendampingi sang suami bertugas ke Cilodong (sekarang Depok, red) awal tahun 1988 hingga tahun 1991.
Di lahan wakaf H. Agus Sutomo ini, Hafsah bersama rekan rekannya merintis taman belajar dan bermain untuk anak anak, hal serupa yang selalu dilakukannya setiap tempat tugas baru.
Sekitar 4 tahun mengabdi di Cilodong, Hafsah ditakdirkan melahirkan 2 orang anaknya di tempat ini. Tak lama kemudian, ia sekeluarga ditarik kembali ke Gunung Tembak. Sementara sang suami melanjutkan tugas menjajaki dakwah di Brunei Darussalam selama kurang lebih 6 bulan.
Mendidik dengan Hati
Selain menjadi pendamping setia sang suami kemanapun pergi, Hafsah adalah seorang guru dan pendidik. Dia mengenal Hidayatullah saat aktif menjadi peserta pengajian di Gunung Malang, di sini menjadi tempatnya beraktifitas bersama teman teman sebayanya belajar bahasa Arab, tafsir, dan kajian keislaman lainnya.
Dalam buku “Senerai Kiprah Srikandi Pendiri Hidayatullah” yang diterbitkan Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) Muslimat Hidayatullah cetakan pertama tahun 2016, terekam bagaimana kesungguhan Hafsah berjibaku merintis pendidikan putri.
Adalah Ustadz Junaid, kakak tertua dari Ustadz Abdullah Said, kala itu menugaskan Hafsah untuk menjadi tenaga pengajar bagi santri putri yang sudah ada beberapa orang. Hafsah bersama sahabat sahabatnya seperti Irmawati, Intan (Rosita), Murni, dan rekan sebaya lainnya, mereka bergerak mendidik, belajar dan terus mendalami Islam.
Diantara rentang waktu menjadi pendidik itu, Hafsah sempat dibawa ke Ponpes Darul Istiqamah Maccopa, di Sulawesi Selatan. Tepat enam bulan kemudian, ia kembali ke Balikpapan bersama ibunda Ustadz Abdullah Said, Sitti Aisyah, dan bergabung di Gunung Tembak, tempat berkiprahnya setelah berpindah pindah dari Gunung Sari, Gunung Malang, dan Karang Bugis.
Di tempat ini pula akhirnya ia menikah dalam momen bersejarah pernikahan 5 pasang santri yaitu Hafsah dengan Ust. Budi Setiawan, Intan dengan Ust. Syamsu Rijal Aswin, Irmawati dengan Ust. Latif Usman, Husniah dengan Ust. Abdurrahman Muhammad, dan Maghfirah dengan Ust. Mujahid Zubair.
Usai menikah, semangat mendidiknya tidak kendor. Ada saja pengalaman yang mengharukan. Seperti, saat tiba tiba sang suami diperintah pindah tugas dari Berau dari Tarakan, Hafsah terpaksa menyusul kemudian karena harus menyelesaikan berbagai urusan sekolah terlebih dahulu.
“Dua tahun keberadaannya di Tarakan membuat perkembangan pendidikan maju dengan pesat. Bersamaan itu pula lahirlah anaknya yang kelima. Membawa beberapa orang anak yang siap dipindah pindah tentunya membutuhkan kiat tersendiri,” demikian dikutip dari profil Hafsah “Mendidik dengan Hati” dalam buku Senerai Kiprah Srikandi Pendiri Hidayatullah.
Kepergian almarhumah menyisakan duka mendalam terutama bagi anak anak, kerabat, dan orang yang pernah berinteraksi dengannya. Seperti disampaikan Imam Muhammad Fathi Farhat, salah seorang yang pernah merasakan didikan langsung almarhumah.
Ketua Departemen Dakwah dan Pembinaan Anggota Pengurus Pusat Pemuda Hidayatullah ini menyampaikan duka dan rasa kehilangan yang mendalam. Imam mengaku, Hafsah adalah sosok ibu yang banyak mengajarinya pengetahuan.
“Beliau penyabar. Saya tau rukun iman dan Islam ya dari beliau. Tau bacaan shalat juga dari beliau. Yang paling berkesan dari beliau ga pernah marah,” kata Imam yang pernah menempuh studi di Sudan dan Madinah ini.
Demikian juga dirasakan Muhammad Irsyadul Ibad. Anak muda yang tengah menempuh kelas persiapan bahasa Turki di Akdem Istanbul Language Education Institutions ini mengenang Hafsah sebagai pribadi yang menyenangkan.
“Beliau adalah sosok mujahidah, guru kami sejak masih TK sampai sekarang,” kata Irsyad yang akan melanjutkan studi Magister di Istanbul Aydin University (IAU) Türkiye.
“Insya Allah, segala kebaikan beliau tercatat sebagai amal kebaikan, mujahidah, dan husnul khotimah. Kami banyak sekali kisah kebaikan dengan keluarga besar beliau dan kepada beliau secara khusus,” imbuh Irsyad menambahkan.
Ust. H. Latif Usman yang merupakan salah seorang yang cukup dekat dengan keluarga ini menyampaikan bahwa baik Hafsah maupun sang suami merupakan sosok perjuang yang telah berjuang hingga titik darah penghabisan. Hal tersebut menurutnya hendaknya dapat diwariskan ke para anak cucu.
“Kita bersama sama mengikuti ayahanda dan ibunda yang berjuang sampai titik dari penghabisan,” kata Ust. H. Latif Usman dalam sambutannya sesaat setelah prosesi pemakaman jenazah almarhumah di pemakaman Kampus Hidayatullah Gunung Tembak, Rabu shubuh (9/8/2023).
Totalitas almarhumah Hafsah untuk dakwah memang tidak main main. Ia bahkan sukarela menyumbangkan harta warisan dari orangtua yang pegawai Pertamina untuknya kepada Hidayatullah. Nominal jutaan rupiah yang disumbangkannya di tahun 90-an itu bukanlah angka yang sedikit.
Shalah jenazah almarhumah pagi hari ini, Rabu (9/8/2023) dipimpin langsung oleh Pemimpin Umum Hidayatullah KH. Abdurrahman Muhammad di Masjid Ar Riyadh, Kampus Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak Balikpapan yang juga turut diiringi oleh para senior, pembimbing, pengasuh, dan santri, hingga ke pemakaman.
Semoga Allah menyayangi beliau, mengampuni seluruh dosa beliau, dan mengumpulkan beliau bersama para Nabi, Rasul, Shiddiqin, Syuhada, dan Shalihin di Jannah Firdaus Tertinggi, Aaamiin. (ybh/hio)