
JAKARTA (Hidayatullah.or.id) – Ketua Departemen Sosial Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah Musliadi Raja mengatakan peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh pada 23 Juli 2025 menjadi momentum strategis untuk meninjau kembali komitmen nasional dalam memenuhi hak-hak anak sebagai bagian integral dari pembangunan berkelanjutan.
Di tengah berbagai tantangan sosial, ekonomi, dan budaya, nasib anak-anak Indonesia masih diwarnai dengan persoalan yang kompleks, mulai dari kekerasan dalam rumah tangga, eksploitasi ekonomi, hingga keterbatasan akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan.
Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sepanjang tahun 2024 tercatat lebih dari 2.057 laporan pelanggaran hak anak, termasuk kekerasan seksual, kekerasan fisik, penelantaran, dan perundungan di lingkungan sekolah. KPAI juga menyoroti meningkatnya jumlah anak yang terlibat dalam pekerja anak, terutama di wilayah urban dan pinggiran kota besar.
Menurut Musliadi, kondisi ini diperburuk oleh pesatnya penetrasi teknologi digital tanpa pengawasan yang memadai. Laporan terbaru dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan bahwa anak-anak usia 10–17 tahun merupakan kelompok pengguna aktif internet terbesar kedua di Indonesia, dengan kerentanan tinggi terhadap paparan konten pornografi, kekerasan, dan penipuan daring.
“Dalam konteks ini, Hidayatullah memandang bahwa peringatan HAN harus dijadikan sebagai pengingat kolektif untuk menegaskan kembali tanggung jawab semua pihak, khususnya umat Islam, dalam mendidik dan melindungi generasi penerus bangsa,” kata Musliadi dalam keterangannya kepada media ini, Kamis, 28 Muharram 1447 (24/7/2025).
Musliadi menjelaskan bahwa perlindungan anak merupakan bagian dari amanah agama yang tidak dapat dipisahkan dari sistem nilai Islam.
“Dalam Islam, anak bukan sekadar objek kasih sayang, tetapi subjek tanggung jawab pendidikan akhlak dan penjagaan iman,” ujar Musliadi yang juga Direktur Sahabat Anak Indonesia (SAI) ini.
Hidayatullah melalui berbagai lembaga sayapnya seperti Sekolah Integral Hidayatullah dan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Hidayatullah telah mengembangkan pendekatan pendidikan berbasis tauhid yang menekankan sinergi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam pembentukan karakter anak. Pendekatan ini dirancang untuk menjawab kegagalan sistem sekuler dalam membangun ketahanan moral dan spiritual anak di era globalisasi.
“Masalah anak harus dilihat sebagai bagian dari krisis keluarga dan lemahnya kontrol sosial berbasis nilai. Kita tidak bisa menyelesaikan krisis anak hanya dengan pendekatan kebijakan negara yang teknokratis, tetapi harus ada revitalisasi peran keluarga sebagai madrasah utama,” tambah Musliadi.
Selain itu, Hidayatullah juga menyerukan pentingnya negara untuk lebih progresif dalam melindungi hak-hak anak dengan melibatkan ormas Islam dan lembaga keagamaan dalam penyusunan kebijakan pendidikan dan pengasuhan.
Dalam pandangannya, Musliadi melihat program-program perlindungan anak harus selaras dengan prinsip maqashid syariah yang menjamin keselamatan agama, akal, jiwa, dan keturunan anak-anak.
Sebagai langkah strategis, Hidayatullah mendorong lahirnya gerakan nasional perlindungan anak berbasis nilai Islam yang mencakup pembinaan keluarga muda, pelatihan guru dan dai ramah anak, serta kampanye media literasi untuk mencegah dampak buruk digitalisasi terhadap anak-anak.
Disamping itu, program ini juga diharapkan dapat menjadi kontribusi nyata dalam mendukung target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya poin ke-4 tentang pendidikan berkualitas dan poin ke-16 tentang perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang kuat.
Menurut Musliadi, peringatan Hari Anak Nasional tahun ini menjadi panggilan moral bagi umat Islam untuk kembali menegaskan posisi strategis anak dalam peradaban Islam.
“Anak-anak bukan hanya penerima manfaat kebijakan, tetapi juga calon pemimpin yang harus dipersiapkan dengan nilai iman, ilmu, dan tanggung jawab sosial. Seperti ditegaskan dalam QS At-Tahrim ayat 6, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”, maka perlindungan anak bukan hanya urusan negara, tetapi juga ibadah kolektif umat,” pungkasnya.