AdvertisementAdvertisement

Indonesia sebagai Darul Dakwah dan Darul Tarbiyah Menuju Bangsa Berdaya Saing

Content Partner

PALOPO (Hidayatullah.or.id) — Pada pembukaan Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) V Hidayatullah Sulawesi Selatan, berlangsung seminar peradaban bertema “Urgensi Membangun Masyarakat Religius di Era Disrupsi Digital”, Rabu, 23 Jumadil Akhir 1446 (25/12/2024).

Acara ini diselenggarakan di Aula Rumah Jabatan Walikota Palopo dan menghadirkan Ketua Dewan Pertimbangan Hidayatullah, Drs. H. Hamim Thohari, M.Si.

Turut pula bersamanya sebagai narasumber yaitu mantan Rektor IAIN Palopo, Prof Dr Abdul Pirol MAg, dan Ketua Departemen Kepesantrenan (Kadeptren) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah KH Muhammad Syakir Syafi’i.

Dalam paparannya yang bertajuk Pembangunan Sumber Daya Insani Berbasis Imtaq dan Iptek, Hamim Thohari menekankan pentingnya integrasi iman dan takwa (imtaq) dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sebagai landasan membangun masyarakat di tengah tantangan masa kini.

Hamim menekankan posisi strategis Hidayatullah dalam mengartikulasikan visi Indonesia sebagai darul dakwah dan darul tarbiyah. Perspektif ini menggambarkan Indonesia sebagai negeri yang menjadi ladang dakwah sekaligus pusat pembelajaran.

Ia menegaskan, bagi Hidayatullah, Indonesia adalah darul dakwah dan darul tarbiyah seraya menggarisbawahi visi Hidayatullah tentang peran strategis Indonesia sebagai medan dakwah dan pendidikan untuk mencetak generasi unggul.

Menurut Hamim, semangat religiusitas telah menjadi bagian integral dari sejarah Indonesia, sebagaimana digariskan oleh para pendiri bangsa yang berasal dari kalangan nasionalis dan agamis.

“Salah satu dari empat tujuan pendirian bangsa adalah mencerdaskan kehidupan bangsa,” jelasnya.

Visi mencerdaskan bangsa, sambungnya, bukan hanya soal peningkatan intelektualitas, tetapi juga melibatkan transformasi nilai-nilai moral dan spiritual. Hal ini relevan dalam konteks pendidikan saat ini, di mana perkembangan teknologi informasi menghadirkan peluang sekaligus tantangan baru.

Hamim mengidentifikasi salah satu isu utama yang dihadapi bangsa, yakni fenomena generasi muda yang ia sebut sebagai generasi strawberry. Generasi ini digambarkan sebagai kelompok yang tampak mengesankan di luar, tetapi rentan menghadapi tekanan.

“Sayangnya, sekarang ini generasi muda bisa dikatakan generasi strawberry yang dianggap tidak kuat menerima tantangan,” ujar Hamim Thohari.

Namun, di tengah pandangan kritis tersebut, Hamim menyuarakan optimisme terhadap kader Hidayatullah. “Insya Allah, generasi Hidayatullah tidak seperti itu. Mereka adalah generasi tahan banting,” tegasnya. Optimisme ini didasarkan pada pendekatan unik Hidayatullah yang mengintegrasikan iman dan takwa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Insya Allah generasi Hidayatullah tidak seperti itu. Generasi Hidayatullah harus selalu melek dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga memiliki iman dan ketakwaan,” tegasnya optimis.

Keseimbangan antara imtaq dan iptek menjadi isu sentral dalam paparan Hamim Thohari. Ia menekankan bahwa dalam membangun masyarakat religius, iman dan takwa harus menjadi pondasi yang kokoh, sementara ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi alat untuk mencapai kemajuan.

Hal ini tegas dia sejalan dengan nilai-nilai Islam yang menjunjung tinggi pendidikan dan pengetahuan sebagai jalan menuju kemaslahatan umat.

Disamping itu, dia menilai kebutuhan akan keseimbangan ini semakin relevan di era disrupsi digital, di mana kemajuan teknologi kerapkali membawa tantangan yang tak sederhana. Misalnya, akses tanpa batas ke informasi digital dapat menjadi pisau bermata dua.

Di satu sisi, teknologi memudahkan umat manusia dalam mencari ilmu. Namun di sisi lain, tanpa landasan iman yang kuat, teknologi juga dapat menjadi sumber distraksi dan kerusakan moral.

Di era ini, transformasi sosial dan budaya terjadi dengan sangat cepat, memengaruhi cara berpikir, bertindak, dan berinteraksi generasi muda. Istilah “generasi strawberry” mencerminkan fenomena di mana generasi muda terlihat mengilap di permukaan tetapi mudah hancur ketika menghadapi tekanan.

Hamim Thohari menilai bahwa solusi untuk mengatasi tantangan ini adalah dengan membangun generasi yang kuat secara spiritual dan intelektual.

Ia menekankan bahwa generasi Hidayatullah harus mampu bersaing di berbagai bidang tanpa kehilangan jati diri sebagai insan muslim. “Generasi Hidayatullah harus tahan banting,” tegasnya.*/Ian Kassa

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Meraih Bahagia dengan Memaafkan dan Hati yang Bebas dari Kebencian

HIDUP ini terlalu singkat untuk dihabiskan dengan membenci. Waktu terus berjalan, detik demi detik usia kita berkurang, dan setiap...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img