
SURAH Al-Baqarah ayat 22 adalah pengingat agung tentang keesaan Allah dan kewajiban manusia untuk hanya menyembah-Nya. Ayat ini berbunyi:
الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ فِرَاشًا وَّالسَّمَاۤءَ بِنَاۤءًۖ وَّاَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَاَخْرَجَ بِهٖ مِنَ الثَّمَرٰتِ رِزْقًا لَّكُمْۚ فَلَا تَجْعَلُوْا لِلّٰهِ اَنْدَادًا وَّاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“(Dialah) yang menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dengan (hujan) itu Dia menghasilkan buah-buahan sebagai rezeki untuk kamu sekalian. Oleh karena itu, janganlah kamu sekalian menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu sekalian mengetahui.”
Ayat ini mengajak manusia merenungi nikmat Allah yang begitu nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Mari kita telusuri makna ayat ini melalui tafsir As-Sa’di yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, refleksi, dan poin-poin penting yang terkandung di dalamnya.
Bukti Logis Keesaan Allah
As-Sa’di menjelaskan bahwa ayat ini menyampaikan dalil tentang kewajiban menyembah Allah semata. Beliau menjelaskan:
ثُمَّ اسْتَدَلَّ عَلَى وُجُوبِ عِبَادَتِهِ وَحْدَهُ، بِأَنَّهُ رَبُّكُمُ الَّذِي رَبَّاكُمْ بِأَصْنَافِ النِّعَمِ
“Setelah itu, Allah menyampaikan dalil tentang kewajiban menyembah-Nya semata. Karena sesungguhnya Dia adalah Tuhan kalian yang telah memelihara kalian dengan berbagai macam nikmat.”
Allah menciptakan manusia dari ketiadaan, sebagaimana Dia menciptakan generasi sebelumnya. Dia melimpahkan nikmat yang tampak, seperti kesehatan dan rezeki, serta nikmat yang tersembunyi, seperti akal dan hidayah.
As-Sa’di melanjutkan,
فَجَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا تَسْتَقِرُّونَ عَلَيْهَا، وَتَنْتَفِعُونَ بِالْأَبْنِيَةِ، وَالزِّرَاعَةِ، وَالْحِرَاثَةِ، وَالسُّلُوكِ مِنْ مَحَلٍّ إِلَى مَحَلٍّ، وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ أَنْوَاعِ الِانْتِفَاعِ بِهَا
“Allah menjadikan bumi untuk kalian sebagai alas tempat tinggal kalian di atasnya, sehingga kalian bisa memanfaatkannya untuk membangun rumah, bertani, bercocok tanam, berjalan dari satu tempat ke tempat lain, dan lain-lain dari berbagai bentuk pemanfaatan bumi.”
Bumi diciptakan sebagai hamparan yang stabil, memungkinkan manusia membangun kehidupan.
Selain itu, Allah menjadikan langit sebagai atap yang kokoh. As-Sa’di menerangkan:
وَجَعَلَ السَّمَاءَ بِنَاءً لِمَسْكَنِكُمْ، وَأَوْدَعَ فِيهَا مِنَ الْمَنَافِعِ مَا هُوَ مِنْ ضَرُورَاتِكُمْ وَحَاجَاتِكُمْ، كَالشَّمْسِ، وَالْقَمَرِ، وَالنُّجُومِ
“Allah juga menjadikan langit sebagai atap untuk tempat tinggal kalian, lalu Allah menyediakan di dalamnya berbagai macam manfaat yang menjadi hal penting yang kalian butuhkan, seperti matahari, bulan, dan bintang-bintang.”
Langit, dalam tafsir ini, merujuk pada segala yang berada di atas manusia, termasuk awan. Allah menurunkan hujan dari awan, sebagaimana ditafsirkan As-Sa’di:
وَّاَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَاَخْرَجَ بِهٖ مِنَ الثَّمَرٰتِ رِزْقًا لَّكُمْ
“Dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untuk kamu.”
Hujan menumbuhkan biji-bijian, buah-buahan, dan tanaman seperti kurma dan zaitun, yang menjadi sumber rezeki. As-Sa’di menguraikannya:
رِزْقًا لَكُمْ بِهِ تَرْتَزِقُونَ، وَتَقْتَاتُونَ، وَتَعِيشُونَ، وَتَتَفَكَّهُونَ
“Sebagai rezeki bagi kalian. Dengannya kalian diberi rezeki, kalian makan, kalian hidup, dan menikmati buah-buahan.”
Namun, ayat ini menutup dengan peringatan tegas:
فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا أَيْ: نُظَرَاءَ وَأَشْبَاهًا مِنَ الْمَخْلُوقِينَ
“Maka janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah”, artinya, jangan kalian menjadikan makhluk lain sebagai tandingan bagi Allah.”
Makhluk lain, seperti berhala atau manusia, hanyalah ciptaan yang tidak memiliki kuasa. Mereka tidak bisa mencipta, memberi manfaat, atau mendatangkan bahaya. As-Sa’di menegaskan dalam tafsirnya:
وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ أَنَّ اللهَ لَيْسَ لَهُ شَرِيكٌ وَلَا نَظِيرٌ
“Dan kalian mengetahui bahwa sesungguhnya Allah tidak mempunyai sekutu ataupun tandingan.”
Menyekutukan Allah adalah kebodohan besar, karena akal sehat mengakui bahwa hanya Allah yang mencipta, memberi rezeki, dan mengatur alam semesta.
Kesadaran akan Nikmat dan Tauhid
Surah Al Baqarah ayat 22 ini mengajarkan bahwa setiap nikmat—bumi yang kita pijak, langit yang menaungi, hingga hujan yang menumbuhkan makanan—adalah karunia Allah.
Logika dan fitrah manusia seharusnya mendorong kita untuk hanya menyembah-Nya. Bagaimana mungkin kita mengakui Allah sebagai Pencipta, tetapi dalam ibadah justru menyekutukan-Nya?
Ayat ini juga menegur dengan halus namun tegas: jika kita tahu Allah tidak memiliki sekutu dalam mencipta, maka Dia juga tidak boleh disekutukan dalam ibadah.
Poin-Poin Penting Surah Al Baqarah ayat 22
1. Dalil Logis Keesaan Allah
Allah menciptakan bumi, langit, dan hujan yang menghasilkan rezeki. Tidak ada makhluk yang mampu melakukan hal serupa.
2. Larangan Syirik
Menyekutukan Allah adalah kebodohan, karena makhluk tidak memiliki kuasa apa pun.
3. Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah
Pengakuan bahwa Allah satu-satunya Pencipta harus mengantar pada pengakuan bahwa hanya Dia yang berhak disembah.
4. Logika Akal
Ayat ini menggunakan akal sehat untuk membuktikan keesaan Allah dan membantah syirik.
Ayat ini menggabungkan perintah beribadah hanya kepada Allah, larangan menyembah selain-Nya, dan bukti nyata keesaan-Nya. Inilah fondasi tauhid yang menjadi inti ajaran Islam.
Mari kita renungi nikmat Allah dan ikhlaskan ibadah hanya untuk-Nya.
Jika kita mengakui Allah sebagai satu-satunya Pencipta, maka kita wajib pula mengikhlaskan seluruh bentuk ibadah hanya kepada-Nya. Inilah dasar tauhid yang menjadi fondasi seluruh ajaran Islam.
*) Ust. Drs. Khoirul Anam, penulis alumni Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang, Anggota Dewan Murabbi Wilayah (DMW) Hidayatullah Sumut, pengisi kajian rutin Tafsir Al Qur’an di Rumah Qur’an Yahfin Siregar Tamora dan pengasuh Hidayatullah Al-Qur’an Learning Centre Medan