DARI Abu Hurairah r.a. berkata, bahwa Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; “Jauhilah kalian akan hasad, karena sesungguhnya hasad itu bisa memakan kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar” (dalam lafadz yang lain, sebagaimana api membakar rumput kering) (HR. Abu Dawud)
Awal mula penyakit hasad
Hasad atau dengki adalah dosa pertama kali yang pernah terjadi pada kehidupan jin dan manusia. Awal ketika itu iblis diperintah Allah agar sujud kepada Adam. Namun kedengkiannya mencegah dia untuk mentaati perintah Allah karena menganggap dia yang tercipta dari api merasa lebih baik dari pada Adam yang tercipta dari tanah.
Padahal yang benar; justru tanah lebih baik dari pada api. Karena tanah adalah medium utama kehidupan makhluk berpijak. Kehidupan hewani dan nabati sangatlah tergantung darinya. Tanah tempat munculnya mata air, tumbuhnya tanaman, tersedianya makanan segala binatang, dan tempat resapan segala kotoran.
Semua berawal dari tanah dan kembali hancur menjadi tanah. Tanah jelas lebih baik bahkan lebih mahal hingga ratusan juta, adapun api kadangkala justru bahaya, kadangkala juga gratis mendapatkannya.
Dan pada awal kehidupan manusia, kejahatan pembunuhan yang dilakukan Qobil putra Adam alaihissalam terhadap Habil adalah karena faktor iri. Qobil iri kepada Habil yang istrinya lebih cantik, dan persembahan qurbannya yang selalu diterima Allah. Maka kasus kriminalitas pada awalnya timbul dari sifat iri.
Maka awal perilaku hasad iblis ini menjadi awal sumber fitnah dan lahirnya kejahatan di kalangan umat manusia berikutnya. Jadi, siapa saja yang sukanya iri berarti persis Iblis.
Hingga sekarang, kaum yang dikenal pendengki sejak dulu hingga sekarang adalah Yahudi. Sebab mereka iri karena nabi akhir bukan dari Bani Isroil, tetapi dari Arab. Dengki mereka melahirkan dendam yang sulit padam sampai kini.
Mereka iri melihat kaum muslimin mendapatkan hidayah, iri dengan ketundukan mereka kepada syari’at, sehingga Yahudi enggan menerima dakwah Islam dan tunduk kepada al-Qur’an. Yang ada justru sebaliknya, lihatlah mereka membantai muslimin Palestina, Afganistan, Iraq, dan di mana saja. Mereka ingin menghilangkan keimanan lepas dari dada-dada kaum muslimin dengan segala strategi.
“Ataukah mereka iri kepada manusia yang Allah berikan kepada mereka sebagian karunia-Nya?” (An-Nisa’: 54) 4)
Apa hasad itu?
Hasad (: iri, dengki) adalah kebencian melihat nikmat yang ada pada orang lain, dan ingin agar kenikmatan itu lenyap lalu berpindah kepadanya. Hasad adalah penyakit hati yang termasuk kelompok dosa besar. Lantaran pada umumnya hanya menginginkan kenikmatan dunia semata sebagaimana yang dimiliki saudaranya. Sebagaimana generasi yang iri ingin diberi karunia yang ada pada Qorun. Iri adalah virus mematikan dan tiada obatnya kecuali ya harus menjauhinya.
Dengki berawal dari keburukan, berjalan pada kejahatan dan berakhir penderitaan. Orang pendengki adalah orang yang sengsara, benci melihat orang lain mendapat kesenangan, tersiksa mendengar kawannya sukses, menangis, kesal, jengkel mengetahui kompetitornya unggul.
Dan, dengki ini rupanya menjadi penyakit manusia modern. Pada akhirnya akan menjadi wabah cinta dunia. Yang mana orang sekarang mudah iri terhadap tetangganya yang bergaji lebih tinggi, sakit nonton tetangganya bisa beli mobil baru, demam melihat saudaranya naik pangkat, tertekan mendengar kawannya maju, atau dapat rejeki dan seterusnya.
Ibnu Rojab berkata: “pada dasarnya sifat dengki itu ada pada setiap manusia, yakni tidak ingin disaingi orang, ia ingin lebih dari orang lain. Namun orang yang terpuji ialah orang yang tidak menampakkan dan tak membenarkan kedengkiannya. Dan orang yang tercela ialah orang yang menampakkan irinya dengan usaha-usaha jahat”.
Bahaya hasad
Hadits ini menunjukkan bahayanya hasad yang bisa menggunduli amal serta wajibnya menjauhi iri. Dalam hal ini lafadz hadits di atas menggunakan Majaz Isti’aroh yang seolah-olah menghidupkan api yang mati menjadi bergejolak.
Demikianlah, hasad itu merusak, ia akan melibas habis kebaikan yang pernah dilakukan hamba. Sebagaimana api yang melahap kayu bakar, yang akhirnya menjadikannya sebagai abu dan debu.
Ada tiga kelompok pendengki; yang pertama, si pendengki ingin menghilangkan nikmat yang ada pada orang lain dengan trik-trik jahat. Dan inilah golongan para penjahat. Awal mulanya biasanya tampak ketidaksukaan pada raut wajahnya yang kecut, kemudian suka meng-ghibah, terus membuat desas-desus fitnah, adu domba, provokasi dan dibuktikan dengan tindakan konkrit mencelakai. Dengan saling jegal-menjegal, saling menjatuhkan, saling santet, hingga bunuh-membunuh.
Wabah penyakit ini semua telah nyata ada pada masyarakat sekarang, yang sungguh mengerikan. Hanya karena warisan, saudara tega membunuh saudara. Hanya karena uang 5.000 rupiah tetangga tega menghabisi tetangga.
Para maling, koruptor, perampok, penjambret, dan CS nya adalah jelas-jelas dari kelompok pendengki. Barisan sakit hati, pewaris iblis dalam bidang kedengkian. Mereka benar-benar tega mencelakai orang yang didengkinya dan menggasak nikmat Allah yang dikaruniakan kepada manusia secara keji.
Solusi dari nabi agar terhindar dari kejahatan para pendengki diantaranya dengan membaca surat Al-mu’awwidzatain, menyambung silaturrahim, bersedekah, menunaikan hak harta, berakhlak mulia, syukur nikmat dan menjauhi congkak. Jika kita menyimpan kekayaan, janganlah dipamer-pamerkan agar terjaga dari kejahatan orang-orang dengki.
Yang kedua, golongan pendengki namun tidak berniat menghilangkan nikmat tersebut dari orang lain. Ia hanya mengelus dada dan meratapi diri sendiri saja. Ia sakit hati melihat orang lain mendapat rejeki. Golongan ini juga tercela karena sebab sifat irinya seolah-olah menyalahkan kehendak Allah, menganggap Allah tidak adil serta ia berputus asa dengan rahmat Allah yang luas.
Yang ketiga, orang yang iri namun dengkinya dapat dikalahkan dan justru mendorong dirinya berbuat baik kepada orang yang didengki. Ketika hasad menyuruh orang kepada benci, maka ia lawan dengan cinta. Ketika hasad mendorong seseorang untuk sombong maka ia lawan dengan tawadhu’. Ketika dengki mendukung seseorang untuk mencela, memaki, mengkhianati, merongrong dan menyalahkan suatu organisasi atau lembaga, maka ia lawan dengan menghormati dan menasehati. Ketika iri membuat orang melakukan kedholiman maka ia lawan dengan keadilan.
Namun hal ini langka. Dan golongan ini hanya ada pada diri seorang mukmin sejati. Ia mencintai kenikmatan yang ada pada saudaranya sebagaimana ia senang jika kenikmatan itu ada pada dirinya. Dan inilah setinggi-tinggi derajat iman. Karena Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda;
“Tidaklah sempuna iman seorang diantara kalian sehingga ia mencintai apa yang ada pada saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri” (HR.Muttafaq alaih)
Golongan manusia pada sisi obyek yang membuat iri dengki dibagi menjadi empat golongan;
Pertama, orang yang iri terhadap orang yang berbuat baik dengan hartanya. Sementara dia tidak diberi harta, namun ia berkata; seandainya aku diberi harta seperti halnya fulan maka aku akan berbuat baik sebagaimana fulan berbuat baik dengan hartanya. Maka orang ini sama kedudukannya dengan orang pertama.
Kedua, orang yang iri terhadap orang yang berbuat buruk dengan hartanya. Sementara dia tidak diberi harta, namun ia berkata; seandainya aku diberi harta seperti halnya fulan maka aku akan bermaksiyat juga sebagaimana fulan berbuat jahat dengan hartanya. Maka orang ini sama jeleknya.
Ketiga, iri terhadap orang yang bisa berbuat baik meski hartanya minim. Sementara dia berlimpahan harta, lalu ia berkata; dia yang tidak diberi kekayaan saja bisa berbuat baik dengan maksimal, mengapa saya justru tidak? Maka orang ini sama baiknya.
Keempat, orang celaka di atas celaka. Derita di atas sengsara. Dia tidak memiliki harta, namun ia iri ingin pula berbuat jahat dengan kawannya yang sama-sama melarat.
Tashfiyyah dari hasad
Seorang yang cerdas tentu ia berusaha menghilangkan terlebih dahulu kejelekan-kejelekan akhlak pada dirinya sebelum menghiasi dirinya dengan kebaikan-kebaikan adab. Sebagaimana pula percuma saja jika mengisi gelas atau bejana dengan air susu, teh, kopi, juice dan apa saja tanpa terlebih dahulu membersihkannya dari kotoran. Dengan demikian sulit berhasil suatu tarbiyah dan dakwah tanpa ada usaha tazkiyah dan tashfiyah terlebih dahulu. Sebagaimana percuma mengisi gelas kotor dengan beraneka minuman yang lezat.
Dan salah satu tashfiyah (penyucian jiwa) di sini adalah menjauhi hasad. Karena jika tidak, percuma saja. Apa untungnya jika harus berpayah-payah melakukan amal ibadah sekian lama dan begitu banyak namun harus dilahab habis oleh sifat dengki ini, sebagaimana kayu bakar yang dilahap api?
Rasulullah bersabda;
“Ada tiga hal yang seorangpun tidak bisa selamat darinya; thiyaroh, persangkaan, dan dengki” sahabat berkata: “lantas siapa yang bisa selamat ya Rasulullah? Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam berkata; “Jika engkau menganggap sial maka janganlah kembali, jika berprasangka janganlah kau benarkan, jika engkau iri janganlah engkau melanggar” (HR. Abdur Rozaq)
“Setiap anak Adam itu mempunyai sifat hasad, dan tidaklah kedengkiannya membahayakannya selama tidak ia ucapkan dengan lisan, dan tidak dilakukan dengan tangan” (HR. Abu Nu’aim)
Hasad berbeda dengan ghibtoh. Ketika hasad menginginkan hilangnya kenikmatan pada orang lain, adapun ghibtoh adalah sikap iri ingin memiliki kebaikan sebagaimana kawannya yang memiliki kebaikan, ia ingin memiliki kenikmatan yang sama. Misalnya iri ingin menjadi ulama’ yang hafal al-Qur’an, hafal ribuan hadits, ibadahnya sempurna, kehidupannya berkualitas, memberi manfaat kepada umat, iri ingin juga menjadi hartawan yang bisa memberi kontribusi perjuangan Islam seperti halnya Abu Bakar, Umar, Utsman bin Affan, iri kepada orang yang bisa naik hajji dan berkeinginan juga naik hajji. Dan seterusnya.
Dan iri yang dibolehkan satu-satunya dalam Islam adalah iri dalam masalah ilmu dan ibadah. Sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam;
“Tidak boleh iri kecuali terhadap dua perkara; (yaitu) seorang yang Allah berikan dia ilmu Al-Qur’an maka ia melaksanakannya sepanjang siang dan malam, dan seseorang yang Allah berikan padanya harta maka ia infaqkan harta tersebut sepanjang siang dan malam” (HR. Bukhori –Muslim)
Ust. Mardiansyah, guru di Pondok Pesantren Hidayatullah Bontang