
KEMENANGAN gemilang kaum Muslimin dalam Perang Badar, yang terjadi pada tahun kedua Hijriah, menjadi salah satu tonggak sejarah terpenting dalam Islam.
Dengan jumlah pasukan yang jauh lebih sedikit, kaum Muslimin berhasil mengalahkan pasukan kafir Quraisy berkat pertolongan Allah Ta’ala.
Namun, alih-alih merayakan kemenangan dengan berpuas diri, Allah Ta’ala justru menurunkan firman-Nya dalam Surah Al-Anfal ayat 60, yang berbunyi:
وَأَعِدُّوا لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
“Persiapkanlah untuk (menghadapi) mereka apa yang kamu mampu, berupa kekuatan (yang kamu miliki) dan pasukan berkuda. Dengannya (persiapan itu) kamu membuat gentar musuh Allah, musuh kamu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, (tetapi) Allah mengetahuinya. Apa pun yang kamu infakkan di jalan Allah, niscaya akan dibalas secara penuh kepadamu, sedangkan kamu tidak akan dizalimi.” (QS. Al-Anfal: 60)
Perintah yang turun pasca-kemenangan ini menimbulkan pertanyaan mendasar, mengapa Allah memerintahkan persiapan kekuatan setelah perang, bukan sebelumnya?
Kekuatan sebagai Mandat Berkesinambungan
Perintah untuk mempersiapkan kekuatan yang datang setelah kemenangan Perang Badar bukanlah suatu kebetulan. Hal ini merupakan pesan strategis yang bersifat universal dan abadi.
Ayat ini mengajarkan bahwa persiapan kekuatan bukanlah respons temporer terhadap ancaman yang sudah di depan mata, melainkan sebuah mandat berkesinambungan yang harus dijaga setiap saat.
Kata وَأَعِدُّوا (persiapkanlah) dan مَّا اسْتَطَعْتُم (apa yang kamu mampu) menunjukkan pentingnya kewaspadaan dan usaha maksimal yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Kemenangan yang diraih berkat pertolongan ilahi tidak lantas membuat umat Islam berdiam diri. Sebaliknya, hal itu menjadi momentum untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan, baik dalam keadaan damai maupun perang, guna mencegah potensi serangan musuh dalam bentuk apa pun.
Makna Multidimensi dari Quwwah
Kata قُوَّةٍ (kekuatan) dalam ayat ini disebutkan dalam bentuk nakirah (umum), yang menurut pandangan Syaikh Prof. Dr. Wahbah Zuhaily, memiliki makna yang luas. Ia tidak hanya merujuk pada kekuatan militer, tetapi juga mencakup kekuatan mental, fisik, dan finansial.
Namun, Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam memberikan penekanan spesifik dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir:
“Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam berkhutbah di atas mimbar. Tentang ayat ‘dan persiapkanlah bagi mereka al-quwwah (kekuatan) yang kalian mampu’ (QS. Al-Anfal: 60), Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: ‘Ketahuilah bahwa al-quwwah itu adalah memanah (sampai 3 kali)’.” (HR. Muslim 1917)
Penjelasan Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam tentang memanah (الرمي) perlu dipahami dalam konteks zamannya, di mana panah merupakan senjata dengan jangkauan dan kecepatan tertinggi.
Dalam konteks modern, makna ini dapat dianalogikan dengan persenjataan paling canggih saat ini, seperti rudal balistik, rudal jelajah, hingga teknologi pertahanan modern lainnya.
Selanjutnya, ayat tersebut menyebutkan:
وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ (dan pasukan berkuda)
Hal ini merupakan simbol kekuatan kavaleri pada masa itu. Pada era modern, pasukan berkuda ini dapat diinterpretasikan sebagai kekuatan angkatan udara dan teknologi nirawak (drone) yang memiliki kecepatan dan daya hancur signifikan.
Dengan demikian, ayat ini tidak hanya memerintahkan pengembangan teknologi militer, tetapi juga kesiapan armada tempur yang mumpuni.
Pilar-Pilar Kekuatan Umat
Ayat ini menegaskan bahwa tujuan utama dari persiapan kekuatan adalah: تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ “…untuk membuat gentar musuh Allah dan musuh kalian.”
Ini adalah prinsip deterensi, di mana kekuatan yang dimiliki berfungsi untuk mencegah dan mengurungkan niat jahat pihak lain. Kekuatan ini juga harus dipersiapkan untuk menghadapi:
وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ
“…dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, (tetapi) Allah mengetahuinya.”
Sebuah pengingat bahwa ancaman dapat datang dari mana saja.
Maka, untuk membangun kekuatan yang kokoh, umat Islam harus berpegang pada tiga pilar utama:
1. Kekuatan Iman
Kekuatan iman adalah fondasi dari segala kekuatan. Seperti yang ditunjukkan oleh para sahabat di Perang Badar dan kaum Muslimin di Gaza saat ini, iman yang kuat menghilangkan rasa takut akan kematian dan menjadi motivasi terbesar untuk berkorban di jalan Allah.
2. Kekuatan Ekonomi
Menghadirkan pasukan berkuda yang tangguh atau persenjataan modern memerlukan biaya yang tidak sedikit. Ayat ini ditutup dengan kalimat:
وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
“Dan apa pun yang kamu infakkan di jalan Allah, niscaya akan dibalas secara penuh kepadamu, sedangkan kamu tidak akan dizalimi.”
Ayat ini menunjukkan bahwa kekuatan militer harus ditopang oleh kekuatan finansial. Pembangunan sistem ekonomi yang kokoh, seperti yang dirintis oleh Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam dengan Baitul Maal, menjadi prasyarat untuk membiayai segala bentuk persiapan.
3. Kekuatan Pendidikan
Pendidikan adalah medium untuk menumbuhkan kekuatan iman, ekonomi, dan pertahanan. Pendidikan yang berlandaskan tauhid akan melahirkan individu-individu yang memiliki keyakinan kokoh dan tidak gentar.
Di sisi lain, pendidikan yang berpihak pada sains dan teknologi akan melahirkan entrepreneur untuk membangun kekuatan ekonomi, serta teknokrat dan ilmuwan untuk menciptakan inovasi pertahanan.
Contoh-contoh polymath Muslim pada masa keemasan Islam, seperti Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, dan Abbas Ibnu Firnas, adalah bukti nyata bahwa kekuatan ilmu pengetahuan dapat disatukan dengan keimanan.
Penutup
Surah Al-Anfal ayat 60 adalah perintah yang melampaui konteks historis Perang Badar. Ia adalah sebuah petunjuk strategis yang menggarisbawahi pentingnya persiapan kekuatan secara komprehensif dan berkesinambungan.
Dengan membangun pilar-pilar kekuatan yang solid—iman yang kokoh, ekonomi yang mandiri, dan pendidikan yang maju—umat Islam dapat mewujudkan amanat ini.
Dengan demikian, umat Islam akan menjadi kekuatan yang disegani, bukan untuk melakukan agresi, melainkan untuk menjaga perdamaian, keadilan, dan stabilitas di muka bumi, serta sebagai wujud nyata dari ketaatan kepada Allah Ta’ala.
*) Disarikan dari Khutbah Jum’at di Masjid Ummul Qura, Depok, 1 Agustus 2025, yang dibawakan oleh Ust. Muzakkir Usman, M.Ed,. Ph.D