AdvertisementAdvertisement

Nabi Ibrahim AS dan Warisan Spiritualitas dalam Kehidupan Modern

Content Partner

BULAN Dzulhijjah menjadi momentum spiritual yang tidak bisa dilepaskan dari sosok Nabi Ibrahim AS dan keluarganya.

Ibadah haji, qurban, dan berbagai ritual lainnya merepresentasikan perjuangan dan ketaatan keluarga Ibrahim kepada Allah SWT.

Nabi Ibrahim adalah tokoh sentral dalam sejarah kenabian; beliau digelari sebagai Abul Anbiya (bapak para nabi), karena dari 25 nabi yang disebut dalam Al-Quran, 19 di antaranya adalah keturunan beliau.

Tidak hanya itu, nama Nabi Ibrahim diabadikan dalam satu surah khusus, yaitu Surah Ibrahim, dan disebut sebanyak 69 kali di dalam 24 surat lainnya.

Allah memberikan beberapa gelar mulia kepadanya, seperti Khalilullah (kekasih Allah), Al-Musthafa (manusia pilihan), dan Ulil Azmi (nabi dengan keteguhan hati luar biasa).

Ibrahim Sang Kekasih Allah

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 125:

وَمَنْ اَحْسَنُ دِيْنًا مِّمَّنْ اَسْلَمَ وَجْهَهٗ لِلّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَّاتَّبَعَ مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًا ۗوَاتَّخَذَ اللّٰهُ اِبْرٰهِيْمَ خَلِيْلً

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kekasih(-Nya)”

Keikhlasan Ibrahim dalam beragama dan konsistensinya dalam menempuh jalan lurus menjadi bukti spiritualitasnya yang paripurna.

Gelar Khalilullah padanya bukan sekadar simbol kepribadian dirinya, melainkan cermin dari hubungan spiritual terdalam antara hamba dan Tuhannya.

Manusia Pilihan yang Penuh Hikmah

Allah SWT juga berfirman dalam AL Qur’an surah Shad ayat 47:

وَاِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْاَخْيَارِۗ

“Dan sungguh, di sisi Kami mereka termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.”

Ayat ini mendeskripsikan Ibrahim AS sebagai bagian dari manusia-manusia terbaik, sebagaimana dijelaskan sebelumnya pada ayat sebelumnya:

وَاذْكُرْ عِبٰدَنَآ اِبْرٰهِيْمَ وَاِسْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ اُولِى الْاَيْدِيْ وَالْاَبْصَارِ

“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishak, dan Yakub yang mempunyai kekuatan-kekuatan yang besar dan ilmu-ilmu (yang tinggi).” (QS Shad: 45)

Menurut Tafsir As-Sa’di, mereka adalah manusia pilihan yang dikaruniai sifat-sifat mulia dan amal yang istiqamah.

Hal ini menunjukkan bahwa keistimewaan Ibrahim tidak hanya dalam iman, tetapi juga pada akal, ilmu, dan tindakan.

Ulil Azmi: Keteguhan di Tengah Cobaan

Ibrahim AS juga tergolong dalam jajaran nabi Ulil Azmi, yaitu para rasul yang memiliki keteguhan hati luar biasa. Allah berfirman dalam Kitab-Nya pada surah Al-Ahqaf ayat 35:

فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ اُولُوا الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِلْ لَّهُمْۗ كَاَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوْعَدُوْنَۙ

“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan untuk mereka…”

Kesabaran Ibrahim merupakan teladan bagi umat Nabi Muhammad SAW untuk bersikap teguh dalam menghadapi tantangan dakwah dan ujian kehidupan.

Uswah Hasanah Sepanjang Zaman

Nama Ibrahim senantiasa disebut dalam doa-doa, termasuk dalam salawat Ibrahimiyah yang dibaca dalam shalat. Ini bukan tanpa makna, melainkan bukti bahwa hidupnya sarat dengan pelajaran yang patut diikuti.

Allah menegaskan hal ini sebagaimana dalam titah-Nya dalam surah Al-Mumtahanah ayat 4 dan 6:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِيْٓ اِبْرٰهِيْمَ وَالَّذِيْنَ مَعَهٗۚ

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya…”

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْهِمْ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

“Sungguh, pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) terdapat suri teladan yang baik bagimu…”

1. Semangat Mencari Kebenaran

Lahir dari ayah pembuat berhala, Ibrahim tidak menerima begitu saja tradisi kaumnya. Ia berpikir, menelaah, dan akhirnya meyakini tauhid. Allah mengabadikan perenungannya dalam Surah Al-An’am ayat 76:

فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ الَّيْلُ رَاٰ كَوْكَبًاۗ قَالَ هٰذَا رَبِّيْۚ فَلَمَّآ اَفَلَ قَالَ لَآ اُحِبُّ الْاٰفِلِيْنَ

“Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang lalu berkata: ‘Inilah Tuhanku.’ Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata: ‘Aku tidak suka kepada yang terbenam.'” (QS Al-An’am [6]:76)

فَلَمَّا رَاَ الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هٰذَا رَبِّيْۚ فَلَمَّآ اَفَلَ قَالَ لَىِٕنْ لَّمْ يَهْدِنِيْ رَبِّيْ لَاَكُوْنَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّاۤلِّيْنَ

“Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata: ‘Inilah Tuhanku.’ Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata: ‘Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.'” (QS Al-An’am [6]:77)

فَلَمَّا رَاَ الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هٰذَا رَبِّيْ هٰذَآ اَكْبَرُۚ فَلَمَّآ اَفَلَتْ قَالَ يٰقَوْمِ اِنِّيْ بَرِيْۤءٌ مِّمَّا تُشْرِكُوْنَ

“Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata: ‘Inilah Tuhanku, ini lebih besar.’ Tetapi ketika matahari itu terbenam dia berkata: ‘Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.'” (QS Al-An’am [6]:78)

2. Ketaatan dan Kesabaran dalam Ujian

Ibrahim diuji dari berbagai sisi: penolakan ayahnya, lama tak punya anak, hingga perintah Allah untuk meninggalkan istri dan bayinya di lembah tak berpenghuni:

رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ

“Ya Rabb kami! sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman di dekat rumah-Mu yang dihormati…” (QS Ibrahim [14]:37)

Puncaknya adalah perintah untuk menyembelih putranya, Ismail:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

“Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab: ‘Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'” (QS As-Shaffat [37]:102)

3. Pengabdian Total pada Kebenaran

Setelah menemukan kebenaran, Ibrahim aktif berdakwah dan berdoa agar negerinya menjadi negeri yang aman dan makmur:

وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّارْزُقْ اَهْلَهٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنْ اٰمَنَ مِنْهُمْ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَاُمَتِّعُهٗ قَلِيْلًا ثُمَّ اَضْطَرُّهٗٓ اِلٰى عَذَابِ النَّارِۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, ‘Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Mekah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian.’ Dia (Allah) berfirman, ‘Dan kepada orang yang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.'” (QS Al-Baqarah [2]:126)

Akhir kata, Nabi Ibrahim AS bukan hanya figur sejarah, melainkan cahaya peradaban yang menuntun jalan iman, logika, dan keberanian untuk menegakkan kebenaran.

Keteladanannya bukan hanya untuk dikenang, melainkan untuk diteladani dan diimplementasikan—dalam keluarga, masyarakat, hingga kepemimpinan bangsa.[]

*) Ust. Iwan Abdullah, M.Si, penulis Direktur Korps Muballigh Hidayatullah (KMH) Pusat

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Membangun Peradaban Islam, Menggali Akar Menjawab Zaman

PROF. Dr. Talip Küçükcan, Duta Besar Turkiye untuk Indonesia, dalam Hidayatullah Global Forum bertajuk “Masa Depan Persahabatan Turkiye-Indonesia Dalam...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img