SORONG (Hidayatullah.or.id) — Dalam upaya membangun peradaban Islam, keluarga memiliki posisi strategis sebagai pondasi utama. Hal ini ditegaskan oleh Wakil Sekretaris Jenderal DPP Hidayatullah, Ust. Dr. Abdul Ghofar Hadi, M.Si, dalam pengajian bertema “Dari Keluarga Bahagia Menuju Surga” di Pesantren Hidayatullah Sorong, Papua Barat Daya, beberapa waktu lalu dan ditulis pada Rabu, 24 Rajab 1446 (24/1/2025).
Bertempat di Masjid Ahlus Suffah komplek Pesantren Hidayatullah Sorong, acara ini dihadiri oleh ayah, ibu, pengasuh, dan dewan guru yang antusias mengikuti dari awal hingga akhir.
Menurut Abdul Ghofar, ketahanan keluarga adalah pilar utama ketahanan bangsa. “Negara menempatkan keluarga sebagai pondasi, sebab ketahanan sebuah bangsa sangat tergantung pada ketahanan keluarganya,” ungkapnya sambil menegaskan pentingnya memperkokoh institusi keluarga sebagai bagian integral dari pembangunan peradaban.
Abdul Ghofar menyoroti realitas sosial Indonesia yang diwarnai oleh meningkatnya angka perceraian setiap tahun. “Banyak orang melalaikan pembinaan keluarga. Tiba-tiba bermasalah, dan akhirnya pisah. Dampaknya luar biasa, terutama pada generasi anak-anak mereka,” jelasnya. Fenomena ini, lanjut dia, seolah membuat kawin cerai menjadi hal biasa, meski dampaknya mengancam masa depan bangsa.
Sebagai kepala rumah tangga, suami memegang peran vital dalam menciptakan ketahanan keluarga. Seorang suami tidak bisa menjalankan tugasnya dengan sukses tanpa dukungan penuh dari istri. “Apalagi seorang guru, yang harus tuntas urusan keluarganya sebelum mendidik murid-muridnya,” tambahnya.
Indikator Rumahku Surgaku
Lebih jauh Abdul Ghofar, peraih gelar doktor konsentrasi bidang Hukum Keluarga (Al Ahwal Al Syakhshiyyah) Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau ini, memaparkan empat indikator dalam menggapai cita bayti jannati atau rumahku surgaku.
Indikator pertama, terang dia, adalah dari sisi fisik dimana rumah yang bersih, rapi, dan teratur mencerminkan nilai-nilai surga. Kebersihan rumah, meski hanya rumah dinas atau kontrakan, harus dijaga agar menciptakan kenyamanan. “Surga itu indah, bersih, dan rapi. Rumah yang berantakan dapat memengaruhi pikiran dan perasaan penghuninya,” ujarnya.
Kedua, indikator psikologis, yang ditandai dengan rumah yang nyaman dan aman dimana anggota keluarga merasa betah. Tidak adanya kekerasan verbal maupun fisik menjadi indikator utama.
“Sering kali anak-anak nakal karena mereka jarang di rumah. Mereka tidak betah karena rumah tidak nyaman atau penuh dengan bentakan,” kata Abdul Ghofar.
Ketiga, indikaor spiritual, yang menjadikan rumah sebagai wahana bersama dalam menikmati ibadah. Seorang ayah perlu mencontohkan nilai-nilai spiritual dengan membaca Al-Qur’an atau melaksanakan shalat sunnah di rumah.
“Keteladanan ayah dalam beribadah adalah tarbiyah yang berharga bagi anak-anak,” tambahnya. Halaqah keluarga, tempat berbagi nasihat dan doa bersama, juga menjadi penanda rumah yang diberkahi.
Dan, Keempat, indikator materi, dimana pemenuhan kebutuhan dasar keluarga harus tercukupi melalui jalan yang halal. Suami tidak perlu menyediakan nafkah melimpah, cukup memastikan kebutuhan primer terpenuhi.
“Nafkah yang cukup, walau tidak melimpah, akan menghadirkan ketenangan dalam keluarga,” jelasnya.
Abdul Ghofar menutup materinya dengan menyebutkan janji Allah dalam Al-Qur’an Surat Ath Thuur ayat 21:
“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.”
Ia mengingatkan bahwa suasana surga yang diciptakan di dunia akan menjadi jalan untuk berkumpul kembali di surga akhirat. Dia menambahkan, penting bagi setiap keluarga muslim menjadikan keluarga sebagai pusat peradaban.
“Dengan keluarga yang kokoh, bangsa akan menjadi kuat. Dan dengan nilai-nilai Islam yang terinternalisasi dalam rumah, surga dunia dan akhirat bukan lagi impian semata,” katanya.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Hidayatullah ini pun mengapresiasi keberadaan Pondok Pesantren Hidayatullah Sorong sebagai miniatur peragaan peradaban Islam dalam semangat kebersamaan yang penuh harmoni.
Kampus yang berlokasi di Jalan Suriyadi SP 3 Makbusun, Kecamatan Mayamuk, Kabupateng Sorong, Provinsi Papua Barat Daya ini telah memiliki lembaga pendidikan unggulan yang telah mencatat banyak prestasi, termasuk mewakili kompetisi Bahasa Arab tingkat nasional di Jakarta.
Pesantren ini juga dilengkapi fasilitas modern seperti asrama, sekolah, koperasi, dan masjid yang menjadi pusat kegiatan santri dan masyarakat. Menurut Ustadz Syarif, Ketua Lembaga Pendidikan Integral Hidayatullah Sorong, keberhasilan pendidikan di pesantren ini tidak terlepas dari soliditas para pengurus, guru, warga, dan masyarakat.*/