
BEKASI (Hidyatullah.or.id) — Pesantren Tahfidzul Quran Hidayatullah Pebayuran kembali menorehkan capaian penting dalam perjalanan kemandirian pendidikannya. Bertempat di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat, pesantren ini sukses melaksanakan panen padi ke-14, dengan hasil mencapai 5 ton. Bukan sekadar angka panen, tetapi cermin dari ikhtiar besar membangun fondasi pendidikan berbasis ketahanan pangan.
Program Lumbung Pangan Santri ini bukanlah inovasi biasa, melainkan solusi strategis yang menjawab persoalan mendasar bagaimana mencukupi kebutuhan dasar tanpa membebani anggaran operasional pesantren.
Sebelum program ini berjalan, pesantren mesti merogoh kocek sekitar Rp6–7 juta setiap bulan hanya untuk membeli beras. Kini, cukup dengan biaya Rp13 juta untuk satu kali panen, seluruh kebutuhan konsumsi santri bisa tercukupi hingga panen berikutnya.
“Kami bersyukur dengan adanya program ini. Selain memastikan kebutuhan pangan santri tercukupi, kami juga bisa lebih fokus pada peningkatan kualitas pendidikan,” ujar Direktur Prodaya BMH Pusat, Syamsuddin, dalam sambutannya pada acara panen, Selasa, 29 Dzulqa’dah 1446 (27/5/2025).
Ia menegaskan, upaya penyediaan kebutuhan primer semacam ini membuka ruang untuk kerja-kerja intelektual dan spiritual yang lebih serius.
Keberhasilan ini bukan berdiri sendiri. Ada sinergi umat di baliknya. Baitul Maal Hidayatullah (BMH), sebagai penggerak utama, mampu menjalin kolaborasi produktif dengan para donatur, institusi keuangan, hingga perusahaan nasional.
Dukungan mereka menjadi pilar keberlangsungan program. Syamsuddin pun mengungkapkan rasa syukur yang mendalam, “Terima kasih kepada para donatur yang telah mendukung program ini. Semoga dari setiap butir beras yang dimakan oleh para santri, kita semua mendapatkan keberkahan.”

Lebih dari itu, jelas Syamsuddin, panen kali ini menjadi lebih efisien dan produktif berkat penggunaan combine harvester, mesin panen kombinasi yang mempercepat kerja di lapangan dan menjaga kualitas hasil panen. Teknologi bukan lagi asing di pesantren; ia menjadi mitra dalam perjuangan kemandirian.
Dampak lanjutan dari program ini sudah mulai terlihat. Dengan kebutuhan pangan yang stabil, pesantren mulai mengalokasikan perhatian pada peningkatan sarana belajar serta pemberian beasiswa bagi santri yang ingin melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi.
Program Lumbung Pangan Santri adalah bukti konkret bahwa ketika umat bersinergi, hasilnya bukan hanya panen padi, tetapi panen kebaikan dan keberdayaan. Kemandirian pesantren bukan utopia, ia sedang tumbuh, butir demi butir, di antara sawah-sawah yang dikelola dengan iman dan ilmu.
Dia menegaskan, BMH pun berkomitmen membawa model ini ke lebih banyak pesantren di seluruh Indonesia. Visinya jelas, yakni menjadikan pesantren sebagai pusat pembelajaran yang mandiri, sejahtera, dan unggul.
“Sekarang, kami tidak lagi khawatir soal konsumsi santri. Fokus utama kami adalah bagaimana membuat mereka lebih berkonsentrasi dalam belajar dan menghafal Al-Qur’an,” tambah Syamsuddin.