AdvertisementAdvertisement

[KHUTBAH JUM’AT] Ibrah Burung Hudhud dan Kepedulian Pada Kondisi Keimanan Umat

Content Partner

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

أما بعد : عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Ma’asyiral Muslimin jamaah Jum’ah rahimakumullah

Al Qur’an mengandung banyak kisah yang memberi ibrah atau pelajaran kepada orang orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Satu diantara kisah yang diceritakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala adalah kisah burung Hudhud.

Suatu hari, Nabi Sulaiman memeriksa kaumnya, dan melihat bahwa burung Hudhud tidak ada dalam barisan kaumnya tersebut. Ke mana Hudhud, kenapa aku tidak melihatnya hari ini?

وَتَفَقَّدَ ٱلطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِىَ لَآ أَرَى ٱلْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ مِنَ ٱلْغَآئِبِينَ

“Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata: “Mengapa aku tidak melihat Hudhud, apakah dia termasuk yang tidak hadir (QS. An-Naml: 20)

Inilah contoh seorang pemimpin yang mengetahui keadaan kaumnya. Sekian banyak hewan yang harus diperiksa, termasuk burung di dalamnya, belum lagi makhluk lainya seperti jin dan manusia, tetapi sosok Sulaiman mengetahui secara detail siapa yang tidak hadir dalam pertemuan yang digelar hari itu.

لَأُعَذِّبَنَّهُۥ عَذَابًا شَدِيدًا أَوْ لَأَا۟ذْبَحَنَّهُۥٓ أَوْ لَيَأْتِيَنِّى بِسُلْطَٰنٍ مُّبِينٍ

“Sungguh aku benar benar akan mengazabnya dengan azab yang keras atau benar benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang” (QS. An-Naml: 21)

Di depan semua yang hadir, Sulaiman mengatakan, “aku akan mengadzabnya dengan adzab yang keras”, atau, “aku benar benar akan menyembelihnya”. Dan, pilihan yang terakhir adalah kecuali Hudhud itu datang dengan alasan yang dapat diterima, maka dia akan selamat dari dua opsi sebelumnya.

Bayangkan, jika Anda seorang karyawan, dan atasan Anda mengatakan hal seperti ini, dengan dua opsi yang pertama. Apakah Anda bernyali untuk tidak akan hadir ke kantor?

Tetapi, Sulaiman, sekali lagi, memperlihatkan figur dirinya sebagai kepemimpinan yang sangat bijaksana dengan memberi opsi ketiga. Yaitu, kalau Hudhud datang dengan memberi alasan yang tepat, masuk akal, dan dapat diterima, maka ia akan terlepas dari dua pilihan pertama.

فَمَكَثَ غَيْرَ بَعِيدٍ

“Maka tidak lama kemudian (datanglah Hudhud)” (QS. An-Naml: 22)

Hudhud pun datang kepada Sulaiman. Sulaiman adalah seorang raja, yang semua titahnya bukan hanya didengar tetapi juga ditaati.

Maka, ketika Hudhud datang menghadap Sulaiman, ia harus membawa alasan yang tepat untuk disampaikan dan cara menyampaikannya juga harus mampu meyakinkan sang raja agar alasannya dapat diterima.

فَقَالَ أَحَطتُ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهِۦ

“Lalu ia berkata: “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya” (Q.S. An Naml: 22)

Ma’asyiral Muslimin jamaah Jum’ah rahimakumullah

Sungguh sebuah permulaan kalimat yang sangat berani dan mencengangkan keluar dari lisan Hudhud. Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu, wahai Sulaiman, belum mengetahuinya.

Hudhud tentu bukan sedang berbicara dengan orang yang not well educated (terbelakang secara intelektual).

Ia juga bukan berhadapan dengan orang yang tidak memiliki akses informasi, tetapi Hudhud sedang berbicara kepada seorang hamba yang diberi kemampuan untuk menggerakkan angin dan memerintahkan bangsa jin.

Dengan suara lantang ia berkata, “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya.” Yang membuat tidak ada peluang bagi Sulaiman untuk menyelanya kecuali serius memperhatikan gerangan apa sesuatu yang belum ia ketahui.

وَجِئْتُكَ مِن سَبَإٍۭ بِنَبَإٍ يَقِينٍ

“Dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini” (QS. An-Naml: 22)

Saya pulang dari negeri Saba dan saya membawa suatu berita yang 100 persen kebenarannya. Lihatlah apa yang dikatakan Hudhud itu, sebagai sebuah ibrah bagi kita manusia akhir zaman.

Bahwa, jangan pernah men-share (menyebarkan) sebuah berita yang masih bersifat bias dan abu abu, bahkan cenderung masuk dalam ruang fitnah.

Bahwa, sebelum menyebarkan atau menyampaikan berita kepada orang lain, pengambil kebijakan, atau bahkan kepada khalayak ramai, kita harus memastikan bahwa berita itu 100 persen benar, dan layak untuk diinformasikan kebenarannya.

Kita belajar dari seekor burung, yaitu Hudhud, yang datang kepada seorang raja, seorang nabi, bahwa ia datang dengan membawa berita yang 100 persen benar.

Lihatlah reaksi Sulaiman, seorang nabi yang doanya dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan hanya diberikan kepada satu orang di muka bumi ini yaitu Sulaiman,

قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَهَبْ لِيْ مُلْكًا لَّا يَنْۢبَغِيْ لِاَحَدٍ مِّنْۢ بَعْدِيْۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ

“Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak seorang jua pun miliki sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (Q.S. Shaad: 35)

Seorang nabi yang diberi kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun setelahnya, dengan sangat bijaksana tidak menyela penyampaian Hudhud, bahkan ia serius mendengarkan fakta apa yang belum pernah ia dapatkan dan akan disampaikan oleh Hudhud tanpa kebohongan?

إِنِّى وَجَدتُّ ٱمْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ مِن كُلِّ شَىْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar (Q.S. An naml: 23)

Hudhud lalu berkata: “Saya terbang di atas negeri Saba, dan saya mendapati sebuah kaum yang dipimpin oleh seorang wanita.”

Sebuah hal yang berbeda keadaannya didapati oleh Hudhud, bahwa kaum ini dipimpin oleh seorang ratu yaitu seorang perempuan, bukan pria sebagaimana pada negeri Sulaiman.

Lalu Hudhud melanjutkan: Dan dia memiliki segala sesuatu, yaitu segala sesuatu yang memang pantas bagi dirinya untuk disebut sebagai seorang pemimpin pada kaumnya dan ia mempunyai singgasana yang besar.

Lihatlah kalimat ini, kalimat yang keluar dari lisan Hudhud yang sehari hari melihat keagungan istana Sulaiman, tetapi memproduksi kalimat وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ bahwa ratu di negeri Saba tersebut memiliki istana yang agung.

Ma’asyiral Muslimin jamaah Jum’ah rahimakumullah

Lalu apa masalahnya dengan kaum yang dipimpin seorang wanita ini?

وَجَدتُّهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُونَ لِلشَّمْسِ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَزَيَّنَ لَهُمُ ٱلشَّيْطَٰنُ أَعْمَٰلَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ ٱلسَّبِيلِ فَهُمْ لَا يَهْتَدُونَ

“Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk” (QS. An Naml: 24).

Lihatlah berita ini keluar dari lisan Hudhud, seekor burung yang tidak dibebani (mukalaf) untuk mengambil kepedulian terhadap kondisi manusia atau makhluk lainnya, apakah mereka sujud menyembah Allah Subhanahu wa ta’ala atau ingkar kepada Sang Maha Pencipta.

Burung yang terbang menempuh jarak 2000-an kilometer dari Palestina ke Negeri Saba, ternyata mendapati suatu kaum yang menyembah selain Allah Subhanahu wa ta’ala, dan ia gelisah sehingga harus memastikan keadaan kaum tersebut yang memang menyembah matahari sehingga membuat Hudhud terlambat menghadap Nabi Sulaiman.

Lalu bertambah kekhawatiran Hudhud, karena kaum di negeri Saba ini menyenangi perbuatan syirik mereka dan menganggapnya sebagai sebuah kebenaran, bahkan keindahan hasil dari beautifikasi yang dilakukan oleh syaithan.

Hudhud khawatir pandangan mereka akan tertutupi oleh kepalsuan yang dibuat oleh syaithan sehingga mereka tidak mampu merasakan kekuasaan Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memperlihatkan keindahan langit yang telah dilihat oleh Hudhud sepanjang hidupnya serta keindahan bumi.

أَلَّا يَسْجُدُوا۟ لِلَّهِ ٱلَّذِى يُخْرِجُ ٱلْخَبْءَ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُخْفُونَ وَمَا تُعْلِنُونَ

“Agar mereka tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan” (Q.S. An Naml: 25)

Hudhud khawatir kaum di negeri Saba ini, tidak akan mengetahui kekuasaan Allah Subhanahu wa ta’ala yang mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka tampakkan.

Pertanyaannya, kapan terakhir kali kita memiliki kekhawatiran sebagaimana yang dirasakan oleh Hudhud ketika melihat satu kondisi dimana teman kita, tetangga kita, masyarakat kita, atau bahkan keluarga kita dalam keadaan syirik menyekutukan Allah Subhanahu wa ta’ala?

Bukan hanya tidak peduli, bahkan mungkin ada diantara kita yang kagum terhadap perbuatan syirik yang dilakukan dan bahkan berpartisipasi dalam tindakan kesyirikan tersebut.

Ma’asyiral Muslimin jamaah Jum’ah rahimakumullah

Lihatlah Hudhud, dia kembali ke Sulaiman, menyampaikan perbuatan syirik ratu Saba dan kaumnya. Dengan nikmat iman yang dimilikinya, Hudhud merasa terganggu dengan kondisi tersebut, sehingga ia menghadap dan melapor kepada Nabi Sulaiman.

Lantas, seberapa resah kita ketika melihat orang orang di sekitar kita yang larut dalam kesyirikan. Seberapa khawatir kita ketika melihat komunitas di tengah tengah kita mengabaikan perintah Allah Subhanahu wa ta’ala dan terjerumus dalam kemaksiatan yang diperindah oleh syaithan?

Seberapa peduli kita untuk menarik keluarga, sahabat, tetangga, kolega, untuk masuk ke dalam lingkaran orang orang shalih yang tunduk kepada Allah Subhanahu wa ta’ala?

Dalam dunia yang serba instant, dimana akses teknologi menjadi menu utama sehari hari, kepedulian sebagai makhluk sosial harus tetap dan terus ditumbuhkan khususnya dalam hal melibatkan sebanyak mungkin orang untuk tunduk dan menyembah hanya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.

Bukankah dalam banyak hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sudah mengingatkan bahwa orang beriman adalah orang yang mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

Maka, keledzatan iman yang sudah dirasakan oleh seorang hamba harus menggerakkan dirinya untuk mengajak orang lain agar merasakan nikmat keimanan yang sama.

Orang beriman harus memiliki kepedulian dalam hal keimanan melebihi burung Hudhud. Orang beriman harus produktif untuk membagikan kelezatan iman yang membuatnya tunduk, rukuk, sujud, dan rindu dengan dzikrullah.

Rindu dengan baca Qur’an dan menebarkan kerinduan itu kepada saudaranya, sahabatnya, tetangganya, koleganya, agar kenikmatan iman tersebut juga dirasakan oleh mereka.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا
اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد

Do’a Penutup

إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَعَلَى خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ وَطَرِيْقَتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ودَمِّرْ أَعْدَآئَنَا وَأَعْدَآءَ الدِّيْنِ وأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ……. عِبَادَ اللهِ
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَ
عَلَّكُمْ تَذَكَّرُو

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Rakerwil V Hidayatullah Jatim Ditutup, Ketua DPW Apresiasi Pelayanan Tuan Rumah

Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) V Hidayatullah Jawa Timur resmi ditutup pada hari Ahad, 19 Januari 2024, di Situbondo. Dalam...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img