Oleh Misran Abdullah
DI DALAM sejarah tidak ada satupun peradaban yang tidak memiliki pondasi ilmu pengetahuan, dalam mengawali dan membangun peradabannya. Bisa dipastikan peradaban yang tidak memelihara ilmu pengetahuan dengan baik, peradaban itu tidak akan bertahan lama dan akan mengalami kehancuran. Sebaliknya peradaban yang memelihara ilmu pengetahuan dengan baik peradaban itu akan eksis dan akan mengalami kemajuan yang pesat.
Islam adalah peradaban ilmu pengetahuan. Di dalam konsep Islam, belajar dan membaca adalah suatu hal yang diwajibkan kepada seluruh pemeluk agamanya. Sebagaiman Wahyu yang pertama, yaitu surat Al-alaq ayat 1-5:
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ – ١خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ – ٢اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ – ٣الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ – ٤عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ – ٥
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan (1), Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2), Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah (3), Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (4). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5)”
Lebih jauh lagi, diawal penciptaan manusia pertama yaitu, nabi Adam Alaihissalam secara tersirat Tuhan ingin menyampaikan kedudukan ilmu pengetahuan begitu mulia disisi-Nya. Peristiwa yang sangat menarik disaat Tuhan ingin memperlihatkan keunggulan manusia dari mahluk lainnya kepada seluruh malaikat dan Iblis, sebagai bentuk jawaban keraguan para malaikat atas eksistensi keberadaan manusia di muka bumi.
Diperlihatkan bagaimana kemudian para malaikat dan Iblis ditantang untuk menyebutkan nama-nama benda di surga, namun mereka tidak menyanggupinya. Sedangkan Adam (Alaihissalam) dapat menyebutkan seluruh nama-nama benda di surga, lalu para malaikat dan Iblis didiperintah oleh Tuhan untuk sujud kepada Adam (Alaihissalam). Merekapun sujud kecuali Iblis ia enggan dan menyombongkan diri, Al-Baqarah (33-34).
Dia (Allah) berfirman, “Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu!” Setelah dia (Adam) menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, “Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?”(33)
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir.”(34)
Di zaman sekarang ini, bangsa-bangsa yang yang memiliki tingkat belajar dan membaca yang tinggi memiliki kemajuan yang luar biasa, lihat saja negara Jepang, China, Singapura. Contoh negara di Asia yang memiliki budaya minat baca yang tinggi maka jangan heran bila mereka memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan kompetitif.
Saya ingin mengatakan, bahwa ilmu pengetahuan itu adalah power atau kekuatan jadi rumusnya orang, bangsa, atau negara. Yang menghormati dan memilihara ilmu pengetahuan dengan baik, ia sedang mempersiapkan kekuatan yang luar biasa.
Secara historis negara Indonesia dapat dapat dijajah begitu lama oleh para penjajah, karena para penjajah memiliki strategi membatasi dan melarang anak-anak bangsa ini mendapatkan pendidikan. Sehingga, anak bangsa timbul sebagai orang bodoh yang mudah dipermainkan, diadudomba, diperbudak, dirampas kebebasannya, dan kehidupan sosial ekonominya direbut oleh para penjajah.
Dan, anehnya, kita sebagai bangsa yang sudah merdeka tidak belajar dari peristiwa sejarah itu. Lihat saja tingkat minat baca Indonesia. Berdasarkan data UNESCO, Indonesia menempati urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Minat baca masyarakat Indonesia terhitung memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.
Berdasarkan studi World Most Literate Countries yang dilakukan oleh Presiden Central Connecticut State University (CCSU), John W Miller, Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara pada 2016.
Minat baca Indonesia yang sangat rendah, kontras dengan Singapura walau memiliki kurang lebih lima juta penduduk tetapi memiliki persentase minat baca di angka 88,7%. Tidak heran bila generasi kita semakin terpuruk dewasa ini.
Semakin terbelakang dan bodoh atau sengaja membodohkan diri yang tidak memiliki visi dan kendali jelas untuk meneruskan estafeta perubahan besar!
Suatu waktu seorang teman pernah bertanya kepada saya, “mengapa kita harus rajin membaca?”. Saya jawab, “untuk memberikan asupan pada pikiran, sehingga kita memiliki argumentasi dan nalar yang tajam”.
Diantara urgensinya kenapa kita harus rajin membaca adalah supaya kita memiliki argumentasi yang tajam untuk menolak serangan-serangan pemikiran/ opini yang menyimpang tanpa dasar kebenaran.
Salah contohnya adalah kisah hidup seorang Ahmad Deedat, seorang lulusan sekolah dasar yang terkenal sebagai cendikiawan muslim dalam perbandingan agama. Ia juga pendebat lintas agama yang handal.
Ketika ia hijrah ke Afrika dan di sana ia bekerja sebagai pegawai di salah satu toko yang dekat dengan sekolah menengah Kristen di pantai selatan Natal.
Tuduhan-tuduhan kasar yang menentang ajaran Islam dari siswa seminari selama kunjungan mereka ke toko tersebut membuat Ahmad Deedat hanya bisa mengangkat tangan. Lidahnya kelu, sama sekali tidak sanggup membantah apa yang dituduhkan tersebut.
Ahmad Deedat tak mampu membela diri dari apa yang dilekatkan kepada dirinya. Semua kebisuan tersebut terjadi karena Ahmad Deedat tidak memiliki pengetahuan untuk dapat membantahnya.
Peristiwa tersebut membuatnya merenung panjang. Ia akhirnya menanamkan tekad pada diri untuk membalaskan perlakuan tersebut. Hingga pada suatu hari, Deedat menemukan sebuah buku berjudul Izharul-Haq karya Syekh Rahmatullah al Kairanawi, seorang Kristolog. Ia pun membaca dan mempelajarinya. Dengan begitu ia dapat mengalahkan dan membantah segala tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepadanya.
Ini jugalah yang kemudian memotivasinya untuk banyak membaca dan belajar tentang Islam dan perbandingan agama sehingga kita pun mengenal beliau sebagai pendebat handal dengan logika-logikanya yang sangat masuk akal dan banyak mempermalukan lawan-lawan debatnya.
Hikmanya kemudian mari kita banyak belajar dan membaca tidak lain untuk menjaga dan memajukan agama, bangsa, dan negeri ini.
Misran Abdullah, penulis adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Hidayatullah dan member dalam forum diskusi Ngaji Ideologi dan Logika (Idilog)