AdvertisementAdvertisement

Revitalisasi Visi Membangun Peradaban Islam

Content Partner

TIDAK ada kata terlambat, sekarang kita bangun tekad untuk bangkit. Meski sadar, kita sedang tercabut dari akar peradaban, namun tetap yakin bahwa solusi krisis global adalah peradaban Islam satu-satunya.

Kalimat dari Al-Qur’an, liyuzhirahu ‘allad diini kulli, bahwa Islam adalah agama yang unggul di atas semua agama, adalah spirit yang seharunya menjadikan kita kompetitor sejati dalam perjuangan mewujudkan Peradaban Islam.

Sejarah juga membuktikan hal itu, di awal turunnya wahyu, Rasulullah saw sudah mengirim surat pencerahan kepada para penguasa Persia dan Romawi, dua negara adidaya saat itu. Ketika Islam sudah memiliki defacto di Medinah sebagai lokomotif Peradaban Islam, Rasulullah selanjutnya mengirim delegasi untuk membangun Peradaban Islam wilayah sekitarnya.

Sebagian diantaranya melalui penaklukan perang ketika wilayah yang dimasukinya mencoba bertahan dengan kekafirannya. Demikianlah sampai 7 abad lamanya, Islam pernah me-leading dunia ini dan unggul di atas semua agama dan ideologi di zamannya.

Kita sekarang berada di dunia yang lain. Zaman keemasan Islam di atas tinggal menjadi kebanggaan sejarah. Saat ini kita dilanda krisis jati diri yang berkepanjangan, berada dalam masa perabaan tanpa kepastian, yang akhirnya kita menjadi kelas minor dalam kompetisi zaman.

Secara realitas, apa yang dikatakan Samuel P Huntington dalam bukunya The Class of Civilization, bahwa peradaban Islam termasuk peradaban minor, sedangkan peradaban Barat dan Eropa dianggap sebagai peradaban mayor, untuk sementara kita harus mengakuinya.

Posisi umat kita hari ini berada dalam stigma imperiority culture dari proses akulturasi secara global. Faktanya, apapun yang datang dari barat dengan cepat ditiru dan pelan menjadi sebuah model. Ironisnya, umat kita bangga dengan gaya impor tersebut.

Dalam kaidah Ushul, “Kalau tidak bisa semuanya, maka jangan meninggalkan keseluruhannya”. Islam syumul dan menyeluruh, butuh perjalanan panjang untuk mewujudkannya, namun kita harus ada tekad untuk memulainya.

Rasulullah memulai dari diri dan keluarganya, kemudian membentuk sebuah entitas, selanjutnya membangun kawasan. Pelan tapi pasti, berjalan sesuai tuntunan wahyu yang turun bertahap dan sistematis. Alhamdulillah akhirnya Rasulullah berhasil mewujudkan peradaban yang paling unggul sepanjang zaman.

Pilar Kebangkitan

Hidayatullah sebagai bagian dari Jama’atun min Jamaatil Muslimin berkiprah dengan satu tekad, Membangun Peradaban Islam. Pilar-pilar utama Peradaban Islam sebagaimana contoh dari Rasulullah dapat dilihat dari paparan berikut:

Pertama; Manhaj sebagai pola transformasi nilai. Yaitu pola trasformasi murni mengikuti urutan wahyu atau lebih familiar dengan istilah Sistematika Nuzulnya Wahyu. Apa yang datang dari Allah SWT, diterima sebagai proses penyadaran dan pembentukan karakter kenabian. Selanjutnya dengan pola wahyu tersebut, Rasulullah membina sahabatnya tanpa mencampurkannya dengan pemikiran yang lain.

Hasilnya juga spektakuler, yaitu sahabat-sahabat nabi yang tadinya jahiliyah tiba-tiba menjadi manusia unggul dan akhirnya menjadi umat yang terbaik.

Lima surah yang turun pertama di Mekah, adalah pola transformasi Islam yang paling dijamin keshahihannya. Sehingga dalam membangun manusia unggul harus merujuk kepada muatan-muatan ayat dari rangkaian wahyu tersebut. Lima ayat pada surah al-Alaq sebagai wahyu yang pertama turun, harusnya menjadi dasar teologi Islam, yang melahirkan aqidah tauhid.

Tujuh ayat pada surah al-Qalam yang turun pada urutan kedua bermuatan tentang kemuliaan hidup ber-Qur’an, sepuluh ayat pada surah al-Muzammil yang turun selanjutnya adalah panduan membangun SDM yang berkarakter Qur’ani, urutan selanjutnya 7 ayat dalam surah al-Mudatsir bermuatan strategi pemenangan dakwah dan terakhir 7 ayat di surah al-Faatihah adalah gambaran umum tentang peradaban Islam.

Kedua; Kepemimpinan penuh keteladanan. Tidak ada urusan tanpa kepemimpinan. Nabi menyampaikan bahwa “jika kalian bepergian 2 orang, seorang di antaranya menjadi imam”. Tanpa menyebutkan urusan apa di antara keduanya. Apalagi ketika urusan ini menyangkut kemaslahatan orang banyak dan berkonsekuensi surga dan neraka, maka mustilah ada pemimpinnya.

Pemimpin adalah murabbi yang mencerahkan umatnya, peduli serta bersama mereka dalam suka dan duka, menjadi teladan dalam ibadah dan mu’amalah. Bahkan seharusnya hirarki kepemimpinan sekaligus menggambarkan hirarki keteladanan. Kepemimpinan seperti ini harus diproses dari bawah dan harus tumbuh bersama dengan pertumbuhan umatnya. Kepemimpinan seperti inilah yang melahirkan cinta dan ketaatan, bukan ketaatan karena dogma dan pemaksaan.

Ketiga; Bi’ah sebagai Basis Peradaban. Nabi diutus untuk segenap alam dan seluruh umat manusia. Namun secara realitas, yang bisa diselamatkan barulah teritorial Mekah dan Medinah. Meski hanya menyelesaikan dua kawasan tersebut, namun Rasulullah tetap dianggap telah sukses membawa misi Islam karena keutuhan ajaran agama sudah berhasil diwujudkan.

Masa Rasulullah adalah masa khairul kurun sekaligus khairu ummah. Artinya Rasulullah berhasil membangun lokomotif peradaban, sehingga umat sesudahnya tinggal mengikut di belakangnya.

Allah SWT telah mengabadikan perlunya kawasan peragaan Islam (Q.S. Al – A’raf : 96), yaitu berkumpulnya orang-orang beriman dan bertakwa dalam sebuah kawasan sebagai syarat terbukanya berkah dari langit dan bumi.

Memang akan menjadi pemandangan yang indah, ketika ada sebuah masyarakat yang semua laki-lakinya salat jamaah di masjid, semua wanitanya menutup aurat, semua tercerahkan dengan pembinaan majelis taklim, ketika dikomando semuanya taat. Di kawasan itu tidak ada asap rokok, tidak ada pornoaksi dan pornografi apalagi obat-obat terlarang.

Alhamdulillah, meski dengan skala kecil, para da’i Hidayatullah telah berkarya menuju lahirnya peradaban tersebut. Kini sedikitnya 286 kabupaten/kota se-Indonesia telah berdiri kampus Hidayatullah sekaligus sebagai basis peradaban untuk membangun etos kemandirian umat dan bangsa yang sama-sama kita cintai ini.

Mudah-mudahan usaha-usaha ini menjadi berkah bagi masyarakat sekitarnya dan menjadi starting point dalam perjuangan mewujudkan peradaban bangsa Indonesia mulia yang lebih besar. **

 

***Ditulis oleh Tasyrif Amin, M.Pd.I (Kabid Pelayanan Umat PP Hidayatullah)

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Peran Murabbi dalam Perjuangan Islam tidak Mengenal Kata Pensiun

MAKASSAR (Hidayatullah.or.id) – Peran murabbi dalam perjuangan Islam tidak mengenal kata pensiun. Hal itu kembali ditegaskan oleh Ketua Dewan...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img