AdvertisementAdvertisement

Tauhid dan Pengorbanan

Content Partner

Idul Adha menyapa kita kembali. Sekalipun kali ini di masa pandemi, namun kini banyak jiwa yang lebih siap dan berani, gelaran Sholat Idul Adha akan dilakukan di berbagai lapangan dan masjid. Takbir menggema semalam suntuk, bukan saja di pedesaan, tetapi juga sebagian perumahan. Ada luapan kegembiraan, kebahagiaan, dan kemenangan menyeruak di dalam dada.

Inilah momentum yang sepertinya akan terus mendatangkan cahaya terang di seluruh belahan bumi, seiring dengan kembalinya power umat Islam atas kembalinya Masjid Hagia Sophia. Sebuah titik balik kebanggaan dan mungkin kebangkitan umat Islam di seluruh dunia.

Lepas dari itu semua, hari ini, 10 Dzulhijjah 1441 H adalah hari dimana tauhid dimurnikan, dibersihkan, dicemerlangkan, sehingga lahir ketangguhan batin yang mengantarkan raga bahkan logika tunduk secara totalitas kepada kehendak Tuhan.

Hal itulah yang dipentaskan oleh sejarah hingga dunia kini tidak sekedar kagum tapi harus mengikuti, meneladani, dan menjalankan dengan sepenuh hati, sebuah ritual yang sarat makna dan penuh luapan emosi serta kekuatan iman, sehingga Idul Adha benar-benar memiliki maghnet power besar dalam segala dimensi kehidupan, tidak saja spiritual tetapi juga ekonomi, sosial, hingga peradaban itu sendiri.

Bagi Ismail Raji Al-Faruqi tauhid berarti menentang dikotomisasi dalam keilmuan, sehingga tidak ada lagi istilah ilmu umum dan ilmu agama. Semua ilmu satu, bersumber dari Allah Ta’ala. Bahkan dengan Tauhid, Al-Faruqi berupaya untuk melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan, sehingga semua ilmu diharapkan membawa manfaat dan maslahat, bukan mafsadat.

Mafsadat pengetahuan sekarang, seperti belakangan banyak terjadi, dimana ekonomi tidak memiliki empati kepada yang miskin. Dimana kesehatan tidak memiliki perasaan kepada yang tidak memiliki biaya pengobatan, bahkan pendidikan yang belakangan tak bisa diakses oleh keluarga yang tidak punya hanphone dan paket internetan. Bahkan banyak pemimpin lupa diri akan amanah, sehingga memandang rakyat tak ubahnya sapi perah yang bisa diperlakukan sesuka hati.

Ketauhidan Nabi Ibrahim

Untuk memudahkan diri kita memahami mengapa Nabi Ibrahim “berani” menjalankan apapun perintah Allah (termasuk menyembelih sang putra yang dicintai), tidak lain karena kokohnya tauhid di dalam diri ayah dari Ismail dan Ishaq itu.

Kita ketahui bahwa idealnya setiap Muslim masuk Islam adalah secara total, keseluruhan alias kaffah. Ini berarti jiwa sadar dan tunduk atas sebuah realitas bahwa sesungguhnya alam kehidupan ini berporos pada yang satu, yakni Allah Ta’ala, dari Allah dan akan kembali kepada Allah, sehingga kalimat “Tidak ada Tuhan selain Allah,” benar-benar meresap dalam jiwa, lahir dan batin.

Salah satu penegasan Al-Faruqi mengenai tauhid dalam implementasi pada ilmu adalah kesatuan kebenaran dan pengetahuan. Ini bermakn abahwa jika kebenaran bersumber pada realitas, dan jika semua realitas bersumber dari Tuhan, maka kebenaran tidak mungkin lebih dari satu. Jadi, apa pun perintah Allah adalah benar, termasuk perintah menyembelih sang putra.

Nabi Ibrahim pun menjalankan perintah itu setelah melalui serangkaian peristiwa yang disana kita juga mendapati bagaimana adab orang tua menyampaikan sebuah urusan kepada buah hati, yang ternyata dilalui dengan cara dialog, lembut dan tidak tergesa-gesa apalagi memaksakan.

Dalam kata yang lain, umat Islam, terkhusus generasi muda Muslmi harus mampu menangkap esensi tauhid dalam peristiwa bersejarah hari ini untuk selanjutnya menginternalisasikan mutiara dari mengapa Nabi Ibrahim tampil totalitas hingga tidak ragu di dalam mengamalkan apapun yang Allah perintahkan. Langkah ini sangat penting agar muncull izzah di dalam dada kaum muda Islam.

Ketika tauhid kokoh maka spirit rela berkorban atau pengorbanan akan hadir dengan kokohnya. Logika dan kemampuan diri sepenuhnya diletakkan di bawah titah Allah Ta’ala, sehingga yang hadir hanyalah ketundukan, akhlak, dan keindahan.

Kita sama-sama ketahui, Nabi Ibrahim di kala muda adalah rasionalis hebat, ia melihat apapun dicerna, dicermati, dan diteliti apakah sesuatu layak dan pantas disebut Tuhan dan disembah, hingga akhirnya mendapati kebenaran bahwa memang “Tiada Tuhan selain Allah.

Lantas pengorbanan apa yang dapat kita lakukan di masa modern seperti sekarang?

Ingat, sebelum masuk fase berkorban, sejatinya yang paling penting dicatat adalah kokohnya tauhid, iman, dan tentu saja ibadah kepada Allah dari ritual hingga suprarasional. Kalau kita tinjau secara kronologis hidup manusia, perintah berkorban ini hadir saat Nabi Ibrahim benar-benar matang sebagai sosok manusia, setelah sekian lama menanti keturunan. Artinya, sejak awal yang dipegang teguh oleh Nabi Ibrahim adalah ketauhidan.

Ketauhidan tentu saja tidak sesederhana bahasan tauhid yang selama ini ada, tapi bagaimana masuk dalam diri, mengkristal dan mengakar, hingga tidak ada lagi pola pikir dan perilaku, melainkan sesuai dengan kehendak Tuhan. Ketika ini tiba, maka apapun selanjutnya perintah Allah, kita tidak memiliki ruang kecil pun untuk ragu.

Dalam kata lain, idealnya begitu seorang Muslim menjumpai momentum Idul Adha maka tidak ada yang paling ia cinta selain Allah, tidak ada yang ia taati selain Allah, dan tidak ada keraguan atas apapun perintah-Nya, melainkan tunduk dan total di dalam menjalankannya. Ketika diri melihat hewan qurab disembelih, maka kita siap menyembelih nafsu hewani di dalam diri yang sangat destruktif bagi iman, logika, dan kemanusiaan itu sendiri.

Sederhananya, seperti yang diungkapkan oleh Ustadz Abdullah Said dalam Kuliah Syahadat (halaman: 171).

“Semua sahabat Nabi menampakkan perubahan sikap, yang tadinya penakut menjadi pemberani, mereka berubah, utamanya dalam bersikap terhadap berhala-berhala dan tuhan-tuhan palsu. Kebiasaan-kebiasaanl ama yang sudah melembaga tiba-tiba ditampiknya, mereka benar-benar menampakkan perubahan yang mencolok, jauh berbeda dengan sebelumnya. Perubahan ini sangat mendasar, menyangkut semua aspek kehidupan, itulah sikap (pemuda bertauhid yang siap berkorban).” Allahu a’lam.*

Oleh: Imam Nawawi (Ketua Umum Pemuda Hidayatullah)

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Rakerwil V Hidayatullah Jatim Ditutup, Ketua DPW Apresiasi Pelayanan Tuan Rumah

Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) V Hidayatullah Jawa Timur resmi ditutup pada hari Ahad, 19 Januari 2024, di Situbondo. Dalam...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img