Siaran pers perihal helatan Musyawarah Nasional (Munas) V Hidayatullah telah beredar luas di beragam media online Tanah Air. Hal ini mengindikasikan dua hal setidaknya.
Pertama, pandemi bagi Hidayatullah tidak boleh menghalangi “agenda” penting organisasi. Memang tak bisa seutuhnya, seperti biasanya digelar, namun tetap bisa dilakukan dengan adaptasi gaya baru dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, sehingga Munas V Hidayatullah digelar secara virtual.
Kedua, kesiapan menghadapi perubahan dan kondisi tak terduga merupakan hal yang harus ditanamkan secara kuat di dalam diri kader dan anggota Hidayatullah, terutama jika itu berkaitan dengan hal-hal yang secara pokok, prinsip, dan mendasar benar-benar harus dijalankan.
Jika kita merujuk pada dua makna tersirat yang melatarbelakangi mengapa Munas V tetap digelar meski secara virtual, maka terang dapat kita ambil pelajaran bahwa sejauh ada ruang bagi optimisme untuk ditanam, sebisa mungkin kita semua harus mengupayakannya.
Pada saat yang sama ada tantangan baru yang jika ini berhasil, yakni penyelenggaraan secara virtual maka akan memantik kesadaran seluruh kader dan fungsionaris Hidayatullah kian akrab bahkan tertantang untuk menguasai Teknologi Informasi yang di dunia digital ini benar-benar telah menggerus banyak sektor dalam kehidupan umat manusia.
Dalam waktu yang sama ini juga menantang dua hal setidaknya bagi segenap kader dan fungsionaris Hidayatullah. Pertama, kesiapan. Kedua, konsentrasi.
Menyelenggarakan sebuah even dalam bentuk virtual tentu memiliki sisi positif yang cukup besar, mulai dari waktu hingga anggaran. Namun, sisi lain, ini membutuhkan frekwensi yang sama antara penyelenggara dengan seluruh “peserta” yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, sehingga ada semacam azam, sedetik pun tak mau ketinggalan siaran Munas V Hidayatullah.
Selanjutnya konsentrasi, ini bukan perkaran ringan untuk diwujudkan. Terlebih secara kasat mata kita mudah sekali dapati bahwa dalam tempo tidak kurang dari 5 menit, orang sudah “tergoda” untuk terus melihat Handphone.
Hasil studi Microsoft menyebut jika rataan rentang perhatian orang terhadap sesuatu cuma bertahan delapan detik.
Hasil studi yang dirilis 2015 itu menunjukkan rataan rentang perhatian pendek ini mulai terjadi sejak awal milenium, tepatnya saat revolusi digital dimulai.
Studi tersebut juga mengonfirmasi kecenderungan Gen Z gelombang awal dan milenial penghabisan untuk menggunakan gadget-nya saat tak ada aktivitas yang dilakukan. Sedikitnya 77% orang berusia 18-24 mengatakan bakal meraih gadget-nya jika tak ada hal yang menarik perhatian di sekelilingnya.
Jika berani jujur, coba cek berapa kali dalam setiap pertemuan virtual diri tak bisa lepas dari menatap layar handphone di luar kebutuhan dan kepentingan pertemuan yang diikuti?
Namun sejatinya, menjawab dua tantangan di atas juga bisa disolusikan dari kesiapan panitia penyelenggara untuk memantik perhatian dan konsentrasi yang hadir secara virtual. Jika dahulu ada istilah publicspeaking, maka sekarang muncul istilah yang lebih dibutuhkan digitalspeaking, dimana seseorang akan kurang mampu menarik konsentrasi orang jika dalam berbicara sama seperti ia sedang bertemu secara offline.
Seorang praktisi merekomendasikan bahwa salah satu hal yang perlu diperhatikan pada komunikasi digital adalah teknik “Claps” atau Clear, Loud and Powerful Speaking.
Beberapa aspek dalam Claps ini termasuk intonasi, aksentuasi atau penekanan, kecepatan (110-130 kata per menit), serta artikulasi.
Artinya, para narasumber yang berbicara harus benar-benar mampu mengeluarkan kalimat-kalimat yang berenergi sekaligus jelas di dengar. Ada asumsi bahwa apabila kita berbicara tidak jelas atau terdengar seperti bergumam, maka pendengar akan dengan mudah kehilangan konsentrasi.
Di era digital, penyampaian harus ekstra jelas. Karena audiens hanya melihat medium close up dan bahasa tubuh tidak dapat terlihat dengan jelas, sebagaimana pertemuan langsung atau offline.
Uraian dari naskah ini mungkin tak seperti biasanya, lebih dominan nuansa teknis, akan tetapi ini sangat penting menjadi perhatian semua pihak, setidaknya panitia dan peserta, sehingga Munas V Hidayatullah yang saya katakan pada tulisan sebelumnya adalah Munas Istimewa benar-benar memberikan daya ungkit signifikan terhadap kesadaran diri bahwa Hidayatullah adalah ormas yang istimewa dan karena itu, mulai dari sekarang, sisi niat, komitmen, hingga cara beradaptasi dalam pertemuan virtual benar-benar dikondisikan dengan sebaik mungkin demi terwujudnya antuasiasme kolektif yang benar-benar melahirkan gelombang progresivitas lembaga dan umat.
Oleh: Imam Nawawi (Ketua Umum Pemuda Hidayatullah)