
JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Kasus Ayam Goreng Widuran, sebuah usaha kuliner yang telah beroperasi puluhan tahun tanpa sertifikat halal dan akhirnya menuai protes masyarakat, menjadi cermin penting bagi seluruh pemangku kepentingan di Indonesia.
Menyikapi hal ini, ormas Islam Hidayatullah mengajak seluruh Pemerintah Daerah untuk segera melakukan asesmen menyeluruh terhadap implementasi Jaminan Produk Halal (JPH) dan harus dilaksanakan di wilayah masing-masing.
Ketua Bidang Tarbiyah Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Ust. Abu A’la Abdullah, M.HI, menegaskan bahwa asesmen JPH adalah langkah mendesak dan wajib, sejalan dengan amanat Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Kasus yang belakangan viral ini bukan sekadar persoalan administratif, melainkan pertanda bahwa pengawasan dan kesadaran atas kehalalan produk masih harus diperkuat.
Menurutnya, negara telah memiliki landasan hukum yang kuat, dan kini saatnya seluruh elemen menjalankan fungsinya.
“Undang-undang ini menegaskan bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia harus bersertifikat halal. UU ini mewajibkan semua produk makanan dan minuman yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia untuk memiliki sertifikat halal,” katanya dalam obrolan dengan media ini, Jum’at, 3 Dzulhijah 1446 (30/9/2025).
Ia menjelaskan bahwa UU tersebut mengatur hak dan kewajiban pelaku usaha, dengan memberikan pengecualian hanya kepada produk yang berbahan haram berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Namun, produk semacam itu wajib mencantumkan secara tegas keterangan tidak halal.
“Keterangan tersebut harus tercantum pada kemasan Produk atau pada bagian tertentu dari Produk yang mudah dilihat, dibaca, tidak mudah terhapus, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Produk. Hal ini dalam rangka memberikan pelayanan publik. Pemerintah bertanggung jawab dalam menyelenggarakan UU JPH ini,” ujarnya.
Seruan Hidayatullah ini, terang dia, menjadi bagian dari dorongan masyarakat sipil agar hukum berjalan, konsumen terlindungi, dan pelaku usaha menjalankan tanggung jawab moral dan legal mereka di tengah masyarakat mayoritas muslim.
Abu A’la mengingatkan para pelaku usaha agar bersikap jujur dalam menyampaikan informasi produknya. Kejujuran, menurutnya, bukan hanya bagian dari etika usaha, melainkan juga bentuk ibadah yang dapat membawa maslahat.
“Semoga para pelaku usaha segera menjamin halal produknya. Jangan menyembunyikan informasi produk. Lebih baik jujur sejak awal. Masyarakat muslim yang jumlah mayoritas di pulau Jawa, bahkan di Indonesia sangat senang dan mencari produk halal, sehat dan berkualitas,” katanya.
Keuntungan ekonomi, menurutnya, tidak harus dicapai dengan mengabaikan prinsip. Pelaku usaha yang berkomitmen pada produk halal juga berkontribusi pada pembangunan bangsa dalam aspek sumber daya manusia.
“Dengan demikian, para pelaku usaha disamping mendapat keuntungan, juga membangun sumber daya insani yang berkualitas untuk Indonesia emas,” terang dia.
Lebih jauh, ia juga menyampaikan bahwa menjalankan usaha halal bisa menjadi bagian dari ibadah yang mendatangkan pahala. Khususnya bagi pengusaha muslim, semangat menjalankan syariat dalam aktivitas ekonomi harus terus dibangun.
“Semoga para pengusaha, khususnya pengusaha muslim juga mendapat pahala di sisi Allah dengan meniatkan berwirausaha adalah ibadah, dengan memproduksi dan menjual produk yang halal, sehat dan berkualitas,” katanya.
Ia pun berharap agar masyarakat muslim terus meningkatkan kesadaran dalam memilih produk halal serta memberikan dukungan terhadap produk-produk yang terjamin kehalalannya.
“Semoga ummat Islam makin jeli dan cerdas dalam memilih produk halal. Kita support produk halal dan kita jauhi produk haram. Yaa Allah, ihdinashshiroothol mustaqiim,” tandasnya.