AdvertisementAdvertisement

Virus Ganas dalam Komunikasi adalah Kesombongan

Content Partner

Oleh Muhammad Shaleh Utsman S.S, M.I.Kom*

MANUSIA sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Semua orang yang bisa mencapai kesuksesan harus membangun kerjasama yang baik dengan orang yang ada di sekitarnya.

Siapapun manusia dan apapun profesinya kalau ingin sukses di bidangnya maka dia harus mampu membangun komunikasi yang baik dalam bidang yang digelutinya. Seorang pengusaha yang ingin sukses maka dia harus sukses dalam membangun komunikasi bisnisnya.

Seorang pendidik jika ingin sukses dalam bidang pendidikan maka dia harus membangun komunikasi yang baik dalam dunia pendidikannya. Seorang politisi juga sama, jika ingin sukses maka dia harus membangun komunikasi politik yang baik.

Begitulah seterusnya, seluruh bidang kehidupan ini akan sulit untuk berhasil tanpa komunikasi yang sukses di dalamnya. Kesuksesan dalam segala bidang boleh dikata sangat tergantung kepada kesuksesan komunikasi yang berjalan dalam bidang tersebut.

Penghambat utama yang kita istilahkan sebagai virus ganas dalam komunikasi yang selalu berakibat buruk dan menjadikan komunikasi itu gagal adalah sifat sombong. Ini adalah merupakan penyakit yang paling berbahaya dalam diri manusia.

Penyakit sombong ini boleh dikata induk daripada segala macam bentuk kejahatan. Orang yang sombong akan kesulitan menemukan keseimbangan dalam hidupnya. Karena dia selalu memiliki rasa lebih daripada orang yang ada di sekelilingnya.

Mereka yang terjangkit virus ini menganggap orang di sekitarnya tidak terlalu penting dan tidak terlalu berguna. Maka dia akan selalu merasa sulit untuk mengapresiasi, memberikan penghargaan, dan penghormatan kepada manusia yang ada di dekatnya.

Yang lebih parah lagi adalah orang sombong itu sangat sulit untuk menemukan kebenaran yang hakiki. Dan, akibatnya, adalah orang yang sombong di akhirat kelak akan sulit untuk masuk ke dalam surga. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

لا يدخل الجنه من كان في قلبه مثقال ذره من كبر

Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada penyakit al-kibr (keangkuhan atau takabbur/sombong) [HR. Muslim, no. 2749]

Lalu nabi kemudian menjelaskan

الكبرياء غمط الناس و بطر الحق

Sombong itu adalah meremehkan manusia dan menolak kebenaran [HR. Muslim no. 91]

Dari hadits ini sudah sangat jelas bahwa orang yang sombong terjangkiti penyakit berbahaya, yaitu meremehkan orang lain dan sangat sulit menerima kebenaran dari Tuhannya.

Dalam perspektif komunikasi propetik, orang yang terjangkiti penyakit sombong ini akan sulit berkomunikasi dengan baik kepada Allah subhanahu wa ta’ala sebagai sumber kebenaran, karena dalam dirinya sudah ada penghalang untuk masuknya kebenaran itu.

Dan, secara horizontal, ia akan sulit untuk menemukan titik koneksi dengan manusia, dalam dirinya lagi-lagi tidak ada sedikitpun rasa hormat dan simpati kepada orang di sekelilingnya, karena melihat mereka adalah orang yang tidak terlalu bermanfaat.

Dia kesulitan untuk melihat kelebihan yang dimiliki oleh orang lain. Padahal dalam teori komunikasi adalah seorang komunikator harus mampu memahami komunikan yang diajak untuk berbicara.

Komunikator yang hebat adalah mereka yang bisa mengapresiasi lebih awal lawan bicaranya. Itulah diantara teori yang disampaikan oleh pakar komunikasi bahwa dalam memulai komunikasi kepada siapapun harus mampu mengambil perhatian komunikannya. Dia harus tampil dengan penuh daya tarik dari komunikan yang akan menerima pesan.

Kalau seorang komunikator yang akan menyampaikan sebuah pesan tidak memiliki daya tarik oleh komunikannya maka hampir dipastikan pesan yang disampaikan itu akan gagal. Kalau sejak awal komunikasi itu tidak memiliki ketertarikan kepada seorang komunikator maka akan sulit pesan itu sampai pada jiwa komunikan secara baik.

Di sinilah menjadi sangat jelas betapa berbahayanya sikap sombong itu dalam berkomunikasi. Baik pada diri komunikator maupun pada komunikannya.

Ketika komunikan memiliki sifat sombong namun komunikatornya memiliki jiwa yang bersih dari penyakit kesombongan tadi maka masih terbuka peluang untuk komunikasi bisa berhasil dilakukan. Contoh bisa kita lihat bagaimana kesuksesan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam berkomunikasi dengan masyarakat kafir Quraisy yang notabene adalah mereka yang sombong.

Sebagian mereka tetap bisa mendapatkan petunjuk dari nabi shallallahu alaihi wasallam, meskipun proses perjalanan panjang mereka yang memiliki kesombongan yang kadarnya bervariasi itulah juga yang mengakibatkan mereka bervariasi waktu dan momennya untuk masuk kedalam Islam secara totalitas.

Bagi mereka yang memiliki hati lebih bening dalam arti jauh dari penyakit sombong mereka lebih cepat terkoneksi dengan nilai-nilai Wahyu, pesan-pesan Al-quran yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Makanya tidak mengherankan ketika Islam disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diantara yang banyak terkoneksi dengan pesan-pesan Wahyu itu secara cepat adalah mereka dari kaum lemah dan para budak. Hal itu disebabkan karena mereka secara jiwa lebih bersih hatinya dari bibit kesombongan.

Mereka tidak memiliki rasa angkuh karena memang di tengah-tengah kehidupan sosial berada pada posisi yang rendah sehingga sudah terbiasa dalam posisi menghargai dan menghormati orang lain atau dengan istilah tidak ada muncul rasa sombong pada dirinya.

Dan yang jauh lebih hebat lagi adalah mereka yang secara fitrah memang tidak memiliki rasa sombong dan angkuh meskipun mereka bukan dari kalangan orang miskin dan orang lemah atau budak, tetapi secara fitrah mereka memang tidak memiliki jiwa yang sombong.

Maka, merekalah yang luar biasa posisinya dan kualitas keimanannya ketika tersentuh dengan Wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala. Itulah yang bisa kita lihat pada sosok sahabat besar Abu Bakar As-Siddiq.

Abu Bakar As-Siddiq adalah tokoh bangsawan dari Quraisy yang sebelum Islam memang memiliki jiwa yang bersih, tidak sombong, dan tidak angkuh.

Pada saat tersentuh dengan pesan Wahyu langsung terkoneksi dengan mudah dan pada akhirnya memang luar biasa Abu Bakar As-Siddiq menjadi tokoh kedua setelah nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam menempati posisi tertinggi dalam Islam ini. Abu Bakar adalah merupakan orang kedua dari Baginda nabi shallallahu alaihi wasallam.

Dari sini kita sudah bisa mengambil suatu hikmah dan pelajaran bahwa betapa berbahayanya penyakit sombong itu, lebih khusus kita bisa lihat bagaimana akibat yang akan terjadi ketika dalam berkomunikasi diiringi dengan sifat sombong pada jiwa manusia.

Siapapun yang terjangkiti virus sombong dalam berkomunikasi, baik pada komunikan, lebih-lebih kalau kesombongan itu terjadi pada komunikator maka pasti komunikasi akan menuai kegagalan.

Sebaliknya, jika suatu komunikasi bersih dari virus sombong, komunikator sebagai sumber pesan selalu mengapresiasi komunikannya sebelum menyampaikan pesan, bahkan jauh sebelum pesan disampaikan terlebih dahulu membangun komunikasi secara vertical dengan Allah SWT, mendoakan komunikaanya, menyusun rencana dengan baik, mencari waktu yang tepat, memilih diksi dan narasi yang pas, maka sangat besar peluang untuk meraih sukses besar dalam komunikasinya. Wallahu a’lam Bisshawab.

*) Penulis adalah Ketua Departemen Perkaderan Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah

- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Hidayatullah dan Revitalisasi Peran Muballigh dalam Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

PERAN muballigh dalam mencerdaskan kehidupan bangsa di Indonesia sangatlah penting. Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi, muballigh terus menjadi...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img