Hidayatullah.or.id – Di tengah kesibukannya, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Ust Nashirul Haq, hadir di Sulawesi Tenggara (Sultra) tepatnya di Kampus Hidayatullah Baubau, Ahad (23/10/2016).
Kehadirannya selain bersilaturrahim, ia didapuk menyampaikan taushiah pernikahan massal mubarak (walimatul ‘ursy) sembilan pasang santri yang digelar di komplek Kampus Hidayatullah Baubau tersebut.
Dalam penyampaian singkatnya tersebut, Ust Nashirul mengingatkan kembali tentang nilai-nilai penting yang terkandung dalam tradisi perhelatan nikah massal mubarak yang digagas pertama kali oleh Hidayatullah di Indonesia tersebut.
“Salah satu kunci sukses dalam mengarungi bahtera rumah tangga adalah saling menerima dan membangun saling pengertian,” katanya berpesan di hadapan para mempelai.
Beliau melanjutkan, pernikahan adalah sebuah syariat yang menjadi kebutuhan setiap orang.
Pernikahan seperti ini, terangnya, bertujuan untuk menjaga kehormatan diri, mendapatkan keturunan dan meraih kebahagiaan.
“Pernikahan sesama santri diharapkan agar ada kesamaan visi sehingga ada kesiapan mental dalam mngemban amanah perjuangan,” imbuhnya memungkasi.
Keberkahan
Pernikahan Mubarak 9 pasang kader dai dan daiyah se Sulawesi Tenggara pada Ahad (23 /10/2016) digelar di Kampus Pesantren Hidayatullah Baubau ini dihadiri juga oleh Ketua DPW Sultra Nasri Bukhari, Wakil Ketua DPRD Kota Baubau La Ode Yasin, sejumlah Kepala Dinas dan Anggota DPRD,Ketua-ketua DPD Hidayatullah se-Sultra, Keluarga Besar Hidayatullah Baubau dan masyarakat setempat.
Dalam sambutannya selaku panitia, Nasri Bukhari yang juga Ketua DPW Hidayatullah Sultra, mengatakan pernikahan massal ini dinamakan pernikahan mubarak karena diharapkan mendatangkan keberkahan bagi para mempelai dan seluruh warga pesantren serta para tamu undangan yang hadir.
Lebih lanjut dijelaskan Nasri Bukhari, semua kegiatan nikah massal mubarak Hidayatullah dimanapun mewajibkan semua peserta calon pengantin memenuhi persyaratan administrasi yang berlaku karena ini terkait dengan legalitas pernikahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan dari sisi agama dan pemerintah.
Karena itu, terang Nasri, tradisi nikah mubarak ini tidak boleh dianggap lebih rendah dibandingkan dengan nikah sendiri-sendiri. Sebab, jelas dia, di sini ada penghulu dari Kantor Urusan Agama (KUA), ada hidangan makanan dan minuman serta hal-hal lain yang diatur sedemikian rupa seperti tempat para undangan yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Kemeriahannya pun terasa dengan tetap menjaga kesakralan acara dalam bingkai syariah Islam.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Babau, La Ode Yasin, dalam kesempatan sambutannya mengaku bangga atas terselenggaranya kegiatan tersebut.
“Saya merasakan ada suasana spritual dalam acara pernikahan di Pesantren Hidayatullah ini, berbeda dengan acara pernikahan pada umumnya,” ungkap La Ode Yasin.
Di akhir sambutannya La Ode Yasin mengapresiasi peran Hidayatullah dalam membangun kawasan tersebut dan mendorong agar kiprah-kiprah tersebut terus dilanjutkan.
“Kami mengajak Hidayatullah untuk bersama-sama dengan pemerintah terus membangun Kota Baubau, khususnya di bidang moral keagamaan,” pungkas La Ode Yasin. (ybh/hio)