PERAN muballigh dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sangatlah penting. Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi, muballigh terus menjadi garda terdepan dalam menyebarkan nilai-nilai Islam, membangun akhlak yang baik, serta mencerdaskan masyarakat melalui pendidikan agama.
Bukan hanya sebagai penyampai ajaran agama, peran muballigh kini juga menjadi agen perubahan sosial yang berperan penting dalam memperkuat kesadaran berbangsa dan bernegara.
Hidayatullah merupakan salah satu organisasi Islam yang secara konsisten mengembangkan peran muballigh. Berdiri pada tanggal 1 Muharram 1393 Hijriah atau 5 Februari 1973, Hidayatullah awalnya adalah sebuah pesantren yang berlokasi di Karang Bugis, Balikpapan, Kalimantan Timur.
Visi besar Hidayatullah sejak awal berdiri adalah mencetak generasi umat Islam yang tangguh secara akidah, berakhlak mulia, serta memiliki kecakapan intelektual yang mumpuni untuk menghadapi berbagai persoalan zaman.
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, Hidayatullah merintis sebuah program pendidikan khusus yang disebut Kuliah Muballigh dan Muballighat (KMM). Program ini dirancang untuk mencetak muballigh dan muballighat (pendakwah perempuan) yang memiliki kompetensi dalam berbagai bidang keilmuan Islam, serta kemampuan dakwah di masyarakat.
Program KMM ini kemudian berhasil melahirkan para pendakwah yang berkomitmen untuk mengabdi, khususnya di daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) Indonesia, wilayah-wilayah yang sering kali terisolasi dari akses pendidikan formal dan agama.
Pencerdasan yang Holistik
Daerah tertinggal, terdepan, dan terluar sering kali mengalami kesenjangan akses terhadap pendidikan, baik pendidikan formal maupun agama. Kehadiran para muballigh dan muballighat yang dididik melalui KMM kala itu menjadi sangat strategis.
Mereka mengabdikan diri di berbagai pelosok negeri untuk mencerdaskan generasi bangsa melalui pendidikan agama dan pembinaan moral. Langkah ini sejalan dengan amanat pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai tujuan kita bernegara.
Hidayatullah memahami bahwa upaya mencerdaskan kehidupan bangsa bukan hanya tugas negara, tetapi juga bagian dari tanggung jawab umat Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Dan hendaklah di antara kalian ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104).
Ayat ini menjadi salah satu landasan bagi para muballigh dan muballighat untuk mengambil peran dalam dakwah, khususnya dalam ikhtiar mencerdaskan masyarakat, mendidik akhlak, dan membimbing generasi muda agar tumbuh dengan keimanan dan pengetahuan yang kuat. Rasulullah juga bersabda dalam sebuah hadis:
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
“Sampaikanlah dariku walau satu ayat” (HR. Bukhari).
Hadis ini menunjukkan bahwa setiap Muslim memiliki kewajiban untuk menyampaikan kebenaran dan mengajarkan ilmu, meskipun hanya sedikit. Muballigh, dalam hal ini, menjadi penyalur utama ilmu agama kepada masyarakat luas.
Kursus Muballigh Profesional
Seiring perkembangan zaman, kebutuhan akan dakwah juga semakin kompleks. Jika pada masa lalu muballigh hanya fokus pada penyampaian ajaran agama secara tradisional, kini mereka juga diharapkan memiliki pemahaman yang mendalam tentang berbagai isu sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat. Selain itu, kemampuan komunikasi dan teknologi informasi menjadi krusial dalam menjalankan peran dakwah di era digital.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Hidayatullah melalui Korps Muballigh Hidayatullah (KMH) kini menggulirkan program bernama “Kursus Muballigh Profesional”. Program ini merupakan bagian dari upaya revitalisasi peran muballigh, agar mereka tidak hanya fasih dalam menyampaikan ajaran agama, tetapi juga mampu memanfaatkan teknologi dan media modern dalam dakwahnya.
Kursus ini mencakup berbagai pelatihan, mulai dari retorika dakwah, manajemen konflik sosial, hingga penguasaan teknologi informasi yang diperlukan untuk menyebarkan pesan-pesan dakwah secara efektif tidak hanya di atas mimbar secara luring tetapi juga diharapkan dapat diaktualisasi di dunia maya.
Dengan adanya kursus ini, diharapkan lahir generasi muballigh yang mampu menjawab kebutuhan zaman, tanpa meninggalkan akar-akar tradisi dakwah yang selama ini menjadi landasan dalam mencerdaskan umat.
Sejak berdirinya, Hidayatullah selalu menempatkan pendidikan sebagai poros utama dalam gerakan dakwahnya. Melalui sistem pendidikan integral yang menggabungkan kurikulum formal dengan pendidikan keagamaan, pesantren-pesantren Hidayatullah di berbagai daerah telah berperan aktif dalam mencetak generasi muda yang cerdas secara intelektual dan kuat secara moral.
Dalam pada itu, peran muballigh bukan hanya sekadar menyampaikan ceramah di masjid-masjid atau majelis taklim, tetapi juga menjadi pengajar di lembaga-lembaga pendidikan atau rumah rumah Qur’an yang didirikan oleh Hidayatullah. Mereka berperan sebagai guru, mentor, pendamping, dan juga teladan bagi para santri yang kelak akan menjadi penerus perjuangan dakwah dan pencerdasan bangsa.
Menyentuh Aspek Spiritual dan Sosial
Muballigh dan muballighat yang dilahirkan oleh KMM tidak hanya sekadar mendidik dalam ruang lingkup lokal. Mereka diutus ke pelosok-pelosok negeri, bahkan ke wilayah yang jauh dari pusat peradaban, untuk memberikan pendidikan agama dan moral bagi masyarakat.
Daerah-daerah pedalaman yang jarang tersentuh pendidikan agama formal menjadi target utama dari program ini. Di sanalah, para pendakwah ini berjuang untuk mencerdaskan masyarakat yang sering kali jauh dari akses pendidikan.
Contoh nyata adalah keberadaan para muballigh di wilayah-wilayah terpencil di Papua, Nusa Tenggara, dan berbagai wilayah rentan lainnya di Indonesia. Mereka mendidik generasi muda di sana agar memiliki dasar keimanan yang kuat dan pengetahuan agama yang cukup untuk menjalani kehidupan mereka.
Tantangan yang dihadapi oleh para muballigh di daerah-daerah ini sangat berat. Keterbatasan infrastruktur, jarak yang jauh, serta akses yang sulit tidak menyurutkan semangat mereka. Justru di situlah semangat pengabdian mereka semakin diuji dan diperkuat.
Dengan semangat dakwah yang tulus, mereka mampu meraih kepercayaan masyarakat setempat dan secara bertahap memberikan perubahan positif dalam kehidupan sosial dan keagamaan di daerah-daerah tersebut.
Sebagaimana tertuang dalam ajaran Islam, mencerdaskan umat tidak dapat dipisahkan dari proses dakwah. Nabi Muhammad SAW sendiri diutus untuk memperbaiki akhlak manusia dan memberikan petunjuk kehidupan melalui wahyu yang diterima dari Allah SWT.
Maka dalam kerangka ini, peran muballigh adalah meneruskan misi kenabian tersebut, yaitu menyebarkan ajaran Islam, membimbing umat, dan mencerdaskan mereka melalui ilmu agama.
Dalam QS. Al-Jumu’ah ayat 2, Allah berfirman:
هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِى الْاُمِّيّٖنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍۙ
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Ayat ini menegaskan bahwa salah satu tujuan utama dakwah adalah mencerdaskan umat dengan ilmu yang benar, yakni ilmu yang bersumber dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul. Melalui pendidikan berbasis dakwah inilah, umat Islam dapat keluar dari kebodohan dan kesesatan, serta menjalani kehidupan yang lebih baik.
Tantangan di Era Digital
Di era digital seperti sekarang, dakwah dan pendidikan menghadapi tantangan yang tidak kalah besar dibandingkan dengan era-era sebelumnya, katakanlah seperti di masa KMM dulu. Arus informasi yang sangat cepat dan masif dapat membawa dampak positif maupun negatif bagi masyarakat, tergantung dari bagaimana masyarakat menyikapinya.
Di satu sisi, dengan kemajuan yang ada dakwah dapat dilakukan dengan lebih mudah melalui platform-platform digital. Di sisi lain, munculnya informasi yang tidak valid atau bahkan sesat bisa merusak pemahaman agama masyarakat.
Di sinilah pentingnya peran muballigh yang cerdas dan bijak dalam menyampaikan dakwah. Mereka harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, memanfaatkan teknologi untuk dakwah, serta tetap menjaga kemurnian ajaran Islam.
Hidayatullah dengan program Kursus Muballigh Profesional telah mengambil langkah konkret untuk mempersiapkan para muballigh agar lebih siap dalam menghadapi tantangan era digital ini.
Revitalisasi peran muballigh bukan hanya sekadar peningkatan kompetensi dalam menyampaikan ceramah atau khutbah. Ini adalah upaya menyeluruh untuk mengokohkan kembali peran muballigh sebagai agen perubahan sosial, sebagai pendidik yang mencerdaskan generasi bangsa.
Dengan adanya revitalisasi ini, Hidayatullah berharap bahwa muballigh dan muballighat akan tetap relevan dengan perkembangan zaman, dan terus menjadi garda terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dakwah yang dilakukan bukan hanya dalam konteks keagamaan semata, tetapi juga dalam mencerdaskan masyarakat dalam arti yang lebih luas, yaitu memberikan pemahaman yang benar tentang agama, moralitas, dan tanggung jawab sosial.
Sebagaimana amanat konstitusi, mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu tujuan utama negara Indonesia. Dan dalam kerangka ini pula, peran muballigh menjadi sangat krusial. Melalui dakwah yang cerdas, berakhlak, dan berwawasan luas, mereka dapat menjadi pilar utama dalam membangun bangsa yang cerdas dan bermoral.
Alhasil, revitalisasi peran muballigh adalah sebuah keharusan agar gerakan dakwah tetap sinambung dan senatiasa relevan dengan kebutuhan zaman.
Sebagai umat Islam, kita semua memiliki tanggung jawab untuk berperan dalam dakwah, sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nahl ayat 125:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.
Melalui dakwah yang penuh hikmah dan pendidikan yang mencerdaskan, kita berharap agar bangsa ini menjadi bangsa yang cerdas, beriman, berakhlak mulia, berperadaban mulia, serta bertumbuh sebagai negeri yang subur dan makmur yang diliputi keberkahan Ilahi, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.[]
*) Iwan Abdullah, M.Si, penulis adalah Direktur Korps Muballigh Hidayatullah (KMH)