Hidayatullah.or.id – Dengan jaringannya yang menjangkau seluruh nusantara serta kekhasan profil kadernya, Hidayatullah memiliki potensi ekonomi menjanjikan yang apabila hal itu dapat dioptimalkan dengan baik akan turut menopang mainstream gerakan Hidayatullah khususnya di bidang dakwah.
Hal itu mengemuka dalam Workshop Hidayatullah Incorporated bertema “Redesain Ekonomi Menuju Kemandirian Organisasi” yang diselenggarakan DPP Hidayatullah Bidang Perekonomian di Kota Depok, Jawa Barat (Jabar), Selasa (17/05/2016). Hadir sebagai pembicara Ketua Umum Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) Abdul Jabir Uksim.
Turut hadir jajaran pengurus DPP Hidayatullah dalam workshop tersebut Ketua Umum Nashirul Haq, Sekretaris Jenderal Candra Kurnianto, beserta Bendahara Umum Wahyu Rahman.
Turut pula memberikan curahan gagasan diantaranya ketua-ketua Bidang Perekonomian DPP Hidayatullah yaitu Ketua Departemen Kewirausahaan dan Koperasi Hamzah Akbar, Ketua Departemen Ekonomi Kelembagaan Miftachurrahman, Ketua Departemen Keuangan dan ZIS Marwan Mujahidin, Ketua Departemen Wakaf dan Kehartabendaan Syaefullah Hamid, serta Ketua Bidang Perekonomian Asih Subagyo, yang sekaligus memandu acara ini.
Dalam pemaparannya, Abdul Jabir Uksim mengemukakan pentingnya kemandirian ekonomi bagi suatu organisasi atau komunitas.
Mantan caretaker Pengurus Kamar Dagang Indonesia Sulawesi Tenggara ini mengatakan kemandirian ekonomi organisasi dibangun layaknya usahawan pada umumnya dimana di sana akan tetap terdapat risiko-risiko.
Dikatakan Jabir, ada 3 hal yang perlu diperhatikan untuk membangun kemandirian ekonomi organisasi yang darinya kemudian diharapkan akan menyingkap desain atau format baru dalam tatakelola potensi ekonomi yang ada untuk dimanfaatkan sebesar-bersanya untuk menggerakan roda organisasi.
Pertama, pengalaman. Jatuh bangun dalam sebuah usaha adalah hal biasa. Itulah kenapa pengalaman tidak pernah bisa dinilai dengan uang. Semakin banyak kita memiliki pengalaman maka semakin banyak cermin yang dapat kita gunakan untuk berkaca dan terus belajar.
“Pengalaman akan menjadikan kita tahu dan mengerti sehingga tidak mengulangi kesalahan yang sama. Pengalaman akan menempa kepekaan relasionalitas sebab tidak semua orang sama mindsetnya, sementara dalam usaha ini yang terpenting adalah menempatkan sumber daya sesuai core-nya (kemampuannya),” kata Jabir.
Kedua, kesatuan hati. Dengan hati yang selalu terpaut sebesar apapun masalah bisa diatasi. Sehingga, Jabir menegaskan, keterpaduan visi setiap pribadi di dalam tubuh organisasi sangat menentukan sukses gerakan kemandirian organisasi.
“Masalah yang datang dari luar itu mudah diselesaikan. Justru masalah yang susah sekali diselesaikan itu kalau dari dalam. Jangan sampai sama-sama di dalam tapi semua mau jadi raja-raja kecil. Karena itu harus ada kesatuan hati, chemistry-nya harus ketemu,” katanya.
Ketiga, fokus. Berusaha tidak keluar dari koridor dan kekhasan gerakanya. Fokus di sini termasuk adanya konsistensi penempatan sumber daya manusia yang ada. Jangan sampai, kata Jabir, orang yang sebenarnya kompetensinya di media, tapi disuruh mengurus sekolah.
Menurut Jabir, ketiga hal tersebut sangat menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam upaya suatu organisasi untuk membentuk holding company dimana hal tersebut dianggap merupakan jalur yang tepat untuk membangun kemandirian organisasi.
Lebih jauh beliau menjelaskan, membangun kemandirian organisasi dengan konsep holding company merupakan terobosan yang ideal kendatipun tetap tak terlepas dari berbagai risiko. Karenanya, ia menyarankan tahapan pembentukannya pun harus realistis dan dengan kalkulasi rasional.
“Pertama-tama lakukan idetifikasi potensi, setelah itu menyamakan mindset. Setelah keduanya sudah sangat matang, baru bisa ke tahap selanjutnya membangun super holding, menentukan corporate identity, dan pada akhirnya melahirkan corporate profile untuk memangun kepercayaan publik,” katanya.
Jabir juga memberikan sejumlah strategi yang dapat diterapkan dalam membangun kemandirian ekonomi ini serta kanal-kanal pendanaan yang memungkinkan mendukung usaha tersebut.
“Kalau berjamaah rejekinya besar. Kalau bisnis skala kecil, risikonya memang kecil, tapi juga profit kecil. Bisnis skala besar, risiko besar, tapi profit juga besar. Kuncinya adalah tindakan. Continuity,” ungkap Jabir.
Menurut Jabir, gagasan kemandirian ekonomi organisasi dengan konsep holding company, tidak berarti mengeliminir yang sudah didibuat di belakang oleh para pendahulu. Sebaliknya, ini diharapkan menjadikan Hidayatullah terus bertumbuh dari sisi kemandirian ekonomi sehingga kian menguatkan peranan Hidayatullah di tengah umat.
“Hidayatullah harus seperti mobil, ada rem. Ada gas. Dapat mengukur diri kapan harus maju, kapan kencang, kapan berhenti, dan tidak selalu berdiam statis di tempat. Karena itu, persoalan kompetensi perlu terus kita bangun,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Hidayatullah, Nashirul Haq, yang hadir sekaligus membuka workshop ini menyampaikan pentingnya membangun etos kerja umat Islam agar tidak melulu menjadi objek penjajahan ekonomi global yang dikuasai segelintir pihak. Karena itu, beliau mengingatkan memajukan ekonomi adalah jihad yang memiliki nilai keutamaan selain berdakwah.
Workshop Hidayatullah Incorporated bertema “Redesain Ekonomi Menuju Kemandirian Organisasi” yang diselenggarakan DPP Hidayatullah Bidang Perekonomian ini dihadiri puluhan peserta dari berbagai perwakilam amal usaha Hidayatullah. (ybh/hio)