إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
أما بعد : عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Dalam catatan sejarah, beberapa bangsa di dunia mengalami penjajahan oleh bangsa lain. Aljazair dan Tunisia, misalnya, dijajah oleh Perancis. Malaysia dan Brunei dijajah oleh Inggris, pun juga bangsa kita Indonesia yang tidak luput dari tindakan penjajahan yang dilakukan berturut turut oleh Portugis, Spanyol, Belanda, Perancis, Inggris, serta Jepang.
Tentu saja, setelah berhasil meraih kemerdekaannya, penduduk negeri negeri yang pernah terjajah tidak akan mau berada pada kondisi yang pernah menimpa mereka. Jangankan untuk bebas meraih pendidikan terbaik, mengekpresikan kebebasan berpikir saja seringkali dibungkam oleh penjajah.
Bahkan, yang lebih ekstrem adalah kebebasan untuk menjalankan kewajiban ibadah seperti shalat, mengaji, dan berhijab bagi kaum wanita dirampas secara paksa oleh kaum penjajah. Lihatlah nasib muslim Uighur Xinjiang yang hingga hari ini harus mengalami penjajahan di tanah mereka sendiri.
Jangankan beraktifitas sebagaimana manusia normal, untuk beribadah saja, mereka sangat kesulitan. Itulah mengapa, dalam pembukaan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 negara kita, founding fathers bangsa ini menyatakan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Maka, sangat manusiawi, kalau orang yang pernah mengalami penjajahan, akan trauma untuk kembali berada pada posisi terjajah tersebut. Ibarat orang yang pernah masuk ke dalam penjara, ia akan trauma untuk berpapasan dengan aparat, atau melihat nampan tempat makan yang pernah ia gunakan di dalam sel tahanan. Rasa trauma yang akan mendorong sikap untuk tidak mau kembali merasakan dingin dan pahitnya hidup dalam sel yang sempit.
Tetapi, dalam kehidupan ini, ada saja sebagian orang, yang tidak merasa rugi berada dalam kondisi yang terjajah, selama ia mendapatkan “kenyamanan” hidup yang pernah ia rasakan selama hidup dibawa rongrongan penjajah. Sebutlah Bani Israil yang diabadikan kisahnya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al – Qur’an untuk menjadi ibrah bagi manusia akhir zaman, ummat Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam. Allah berfirman:
وَاِذْ نَجَّيْنٰكُمْ مِّنْ اٰلِ فِرْعَوْنَ يَسُوْمُوْنَكُمْ سُوْۤءَ الْعَذَابِ يُذَبِّحُوْنَ اَبْنَاۤءَكُمْ وَيَسْتَحْيُوْنَ نِسَاۤءَكُمْۗ وَفِيْ ذٰلِكُمْ بَلَاۤءٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ عَظِيْمٌ
“(Ingatlah) ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir‘aun dan) pengikut-pengikut Fir‘aun. Mereka menimpakan siksaan yang sangat berat kepadamu. Mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu. Pada yang demikian terdapat cobaan yang sangat besar dari Tuhanmu” (QS. Al-Baqarah: 49)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan bahwa Dia telah menyelamatkan Nabi Musa bersama pengikutnya yaitu Bani Israil dari satu kondisi penjajahan yang teramat sangat berat. Penjajahan yang bukan hanya pendudukan wilayah bani Israil di Mesir, tetapi memperkerjakan mereka secara paksa untuk membangun bangunan bangunan besar yang monumental di zaman Fir’aun.
Bahkan tingkat kebengisan rezim Fir’aun adalah menghabisi nyawa anak laki laki dan membiarkan hidup anak anak perempuan mereka untuk dinistakan oleh kaum penjajah. Itulah mengapa, Allah Subhanahu wa Ta’ala menutup ayat ini dengan pernyataan وَفِيْ ذٰلِكُمْ بَلَاۤءٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ عَظِيْمٌ bahwa pada yang demikian terdapat cobaan yang sangat besar dari Tuhanmu.
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Allah Subhanahu wa Ta’ala lalu mengingatkan kembali detik detik krusial saat Bani Israil bersama Nabi Musa Alaihissalam berada dalam kondisi yang sangat terdesak.
وَاِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَاَنْجَيْنٰكُمْ وَاَغْرَقْنَآ اٰلَ فِرْعَوْنَ وَاَنْتُمْ تَنْظُرُوْنَ
“(Ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, lalu Kami menyelamatkanmu dan menenggelamkan (Fir‘aun dan) pengikut-pengikut Fir‘aun, sedangkan kamu menyaksikan(-nya)” (QS. Al-Baqarah: 50)
Adegan peristiwa ini, disampaikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengingatkan Bani Israil dan kita semua, bahwa hanya atas izin dan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, maka Nabi Musa berhasil menyelamatkan diri dan kaumnya dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Sungguh sebuah kondisi yang sangat patut disyukuri oleh Bani Israil.
Bahkan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak berhenti sampai disitu saja. Dalam perjalanan meninggalkan Mesir, hingga harus melewati padang pasir yang sangat tandus, Allah berikan perlindungan berupa awan yang menanungi Nabi Musa dan Bani Israil dari teriknya panas matahari.
Selain itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga turunkan makanan yang mengandung karbohidrat nabati dan minuman dengan protein hewani yaitu manna dan salwa yang hanya diberikan kepada ummat Nabi Musa ini.
وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَاَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوٰىۗ كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْۗ وَمَا ظَلَمُوْنَا وَلٰكِنْ كَانُوْٓا اَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُوْنَ
“Kami menaungi kamu dengan awan dan Kami menurunkan kepadamu manna dan salwa. Makanlah (makanan) yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu. Mereka tidak menzalimi Kami, tetapi justru merekalah yang menzalimi diri sendiri” (QS. Al-Baqarah: 57)
Sayangnya, sikap mental yang muncul dari Bani Israil sungguh di luar dugaan. Muncul rasa bosan dalam diri mereka untuk mengkonsumsi makanan terbaik yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala secara tidak terbatas (unlimited) kepada mereka.
Mereka meminta kepada Musa agar berdoa kepada Tuhannya, bahkan mereka mengatakan “Wahai Musa, berdoalah kepada Tuhanmu”, seakan akan Allah Subhanahu wa Ta’ala bukan Tuhan mereka, untuk mendatangkan makanan yang biasa mereka konsumsi ketika tinggal di Mesir yaitu kacang kacangan, timun, bawang bawangan, dan makanan lainnya.
وَاِذْ قُلْتُمْ يٰمُوْسٰى لَنْ نَّصْبِرَ عَلٰى طَعَامٍ وَّاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْۢبِتُ الْاَرْضُ مِنْۢ بَقْلِهَا وَقِثَّاۤىِٕهَا وَفُوْمِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَاۗ
“(Ingatlah) ketika kamu berkata, “Wahai Musa, kami tidak tahan hanya (makan) dengan satu macam makanan. Maka, mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia memberi kami apa yang ditumbuhkan bumi, seperti sayur-mayur, mentimun, bawang putih, kacang adas, dan bawang merah.” (QS. Al-Baqarah: 61)
Sungguh, ini merupakan sebuah sikap yang hanya bisa diproduksi oleh manusia manusia yang terjajah mentalnya. Itulah mengapa, Nabi Musa Alaihissalam mengeluarkan statement yang sangat tegas:
قَالَ اَتَسْتَبْدِلُوْنَ الَّذِيْ هُوَ اَدْنٰى بِالَّذِيْ هُوَ خَيْرٌۗ
“Dia (Musa) menjawab, “Apakah kamu meminta sesuatu yang buruk sebagai ganti dari sesuatu yang baik?” (QS. Al-Baqarah: 61)
Bukankah manna dan salwa itu makanan terbaik yang langsung dihadiahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Bani Israil. Bukankah terlepasnya mereka dari sadisnya rezim Fir’aun merupakan nikmat agung dan terbesar yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada mereka. Lantas mengapa mereka mau menukar nikmat agung ini dengan sesuatu yang buruk?
Maka sangat pantas kalau manusia manusia yang telah terjajah mentalnya seperi Bani Israil ini akan tertimpa kehinaan dimanapun mereka berada, serta mendapatkan kemurkaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاۤءُوْ بِغَضَبٍ مِّنَ اللّٰهِۗ
“Kemudian, mereka ditimpa kenistaan dan kemiskinan, dan mereka (kembali) mendapat kemurkaan dari Allah” (QS. Al-Baqarah: 61)
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Ternyata, jamaah sekalian, masih ada manusia manusia yang walaupun secara dejure hidup dalam kebebasan, tetapi mereka secara defacto masih hidup dalam penjajahan. Dan, penjajahan yang paling berat adalah penjajahan mental.
Maka obat terjajahnya mental dalam penghambaan kepada kesenangan dunia, hingga rela menggadaikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, adalah dengan memupuk dan menumbuhkembangkan kalimat tauhid “Laa Ilaaha Illalaah”.
Inilah misi besar yang secara berkelanjutan, dilakukan oleh para nabi dan Rasul hingga rasul terakhir yaitu Nabiullah Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam, yaitu melakukan transformasi keyakinan bahwa tidak ada Dzat yang patut untuk disembah kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : “Bahwasanya tidak ada Ilah (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku” (QS. Al-Anbiya: 25)
Inilah misi besar yang hendaknya juga menjadi misi kita sebagai hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu membebaskan diri dari penjajahan penjajahan dalam bentuk apa pun, khususnya penjajahan mental, agar lahir keyakinan bahwasanya tidak ada ketundukan kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketundukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menghadirkan kondisi yang bebas dari terjajahnya mental pada cinta duniawi.
Ketundukan kepada Allah akan membuat orang yang beriman terbebas dari konflik kepentingan terhadap sesama makhluk, karena baginya, tidak ada kepentingan tertinggi kecuali menyerahkan diri secara totalitas kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketundukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membuat seorang hamba terbebas dari penjajahan mental untuk rakus kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Karena baginya, Raja yang Maha Kuasa hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang Maha Mengatur segala urusan, sehingga semua urusan seorang hamba akan diserahkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Inilah kemerdekaan yang sesungguhnya, memerdekakan diri dari terjajahnya mental untuk tunduk kepada hiruk pikuk dunia menuju ketundukan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا
اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد
فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللّٰهُ تَعَالَى اِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ
Do’a Penutup
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً. اللّهُمَّ وَفِّقْنَا لِطَاعَتِكَ وَأَتْمِمْ تَقْصِيْرَنَا وَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ . وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبّ الْعَالَمِيْنَ
!!!عِبَادَاللهِ
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ