الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ. أَمَّا بَعْدُ
فَيَا عِبَادَ اللَّهِ أُوصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, Rabb semesta alam. Dialah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang masih memberikan kita kesempatan untuk bertemu dengan bulan suci Ramadhan.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kepada keluarganya, sahabatnya, serta seluruh umatnya yang istiqamah dalam ketaatan hingga hari akhir.
Hadirin sekalian, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan sebenar-benar takwa. Semoga kita termasuk dalam golongan hamba yang dirahmati dan mendapatkan ampunan dari-Nya.
Jamaah yang dimuliakan Allah,
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering kali terjerumus dalam perangkap kesombongan, merasa lebih baik daripada yang lain, merasa lebih mulia karena harta, jabatan, ilmu, atau bahkan karena ibadah yang dilakukan. Padahal, kesombongan adalah sifat yang sangat dibenci oleh Allah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه عن النبيِّ صلى الله عليه وسلم ، قَالَ: «لا يدخلُ الجنةَ مَن كان في قلبه مِثقال ذرةٍ من كِبر» فقال رجل: إنّ الرجلَ يحب أن يكون ثوبه حسنا، ونَعله حسنة؟ قال: «إنّ الله جميلٌ يحب الجمالَ، الكِبر: بَطَرُ الحق وغَمْطُ الناس
Dari Abdullah bin Mas’ud -raḍiyallāhu ‘anhu- dari Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, beliau bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat sifat sombong walaupun sebesar biji sawi.” Seorang lelaki bertanya, “Sesungguhnya ada orang yang senang jika pakaiannya bagus dan sandalnya pun bagus.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan. Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia.” [Hadis sahih] – [Diriwayatkan oleh Muslim]
Kesombongan adalah penyakit hati yang sering kali tidak disadari. Ia bagai virus yang merusak amal ibadah kita, termasuk puasa di bulan Ramadan.
Kesombongan membuat seseorang merasa lebih tinggi, lebih hebat, dan lebih berhak daripada orang lain. Padahal, hakikatnya kita semua adalah hamba Allah yang sama-sama lemah dan membutuhkan rahmat-Nya.
Allah SWT berfirman dalam Surah Luqman ayat 18:
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.”
Jamaah yang dirahmati Allah,
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang Allah berikan sebagai sarana untuk menyucikan hati kita dari sifat-sifat buruk, termasuk kesombongan. Dalam Islam, penyucian jiwa ini disebut dengan Tazkiyatun Nafs.
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya Ulumuddin, menjelaskan bahwa puasa bukan sekadar menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa secara fisik.
Lebih dari itu, puasa adalah sarana untuk mencapai martabat takwa, yaitu derajat tertinggi yang dicari oleh setiap hamba Allah.
Puasa mengajarkan kita untuk menahan diri bukan hanya dari hal-hal yang bersifat materi, tetapi juga dari sifat-sifat buruk yang merusak hati dan jiwa.
Melalui rasa lapar dan haus yang kita rasakan saat berpuasa, kita diajarkan untuk menundukkan hawa nafsu yang sering kali menjadi sumber dari segala keburukan. Rasa lapar dan dahaga ini mengingatkan kita akan kelemahan dan ketergantungan kita sebagai hamba Allah.
Dengan demikian, puasa menjadi sarana untuk membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercelas seperti tamak (serakah), rakus, riya’ (pamer), dan sombong.
Dengan demikian, puasa tidak hanya membersihkan tubuh dari makanan dan minuman yang haram, tetapi juga membersihkan jiwa dari noda-noda dosa dan penyakit hati. Puasa adalah proses tazkiyatun nafs yang mengarahkan kita pada ketakwaan dan kedekatan dengan Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan buruk, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari)
Ini menunjukkan bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menahan diri dari segala bentuk keburukan, termasuk kesombongan.
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah,
Ada tiga tahapan penyucian jiwa dalam Islam, yaitu, Pertama, Takhalli, mengosongkan hati dari sifat-sifat tercela seperti sombong, ujub, dan iri hati.
Kedua, Tahalli, mengisi hati dengan sifat-sifat terpuji seperti tawadhu’, sabar, dan syukur. Dan, Ketiga, Tajalli, mencapai tingkatan spiritual tertinggi di mana seseorang hanya berorientasi kepada Allah.
Ramadhan adalah momentum terbaik untuk melatih diri dalam proses ini. Orang yang sombong cenderung sulit menerima kebenaran dan enggan mengakui kesalahan.
Oleh karena itu, marilah kita manfaatkan bulan yang penuh berkah ini untuk memperbaiki hati dan membangun karakter yang lebih baik.
Lalu, bagaimana langkah mengikis kesombongan? Untuk mengikis kesombongan dalam diri, ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan:
Pertama, mengakui kebenaran. Kebenaran bisa datang dari siapa saja, bahkan dari orang yang kita anggap sebagai musuh sekalipun. Menerima kebenaran adalah tanda kerendahan hati.
Allah SWT berfirman dalam Surah Az-Zumar ayat 18:
الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ اَحْسَنَهٗۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ هَدٰىهُمُ اللّٰهُ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمْ اُولُوا الْاَلْبَابِ
“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang terbaik. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat”
Dalam Tafsir Al-Mukhtashar, dijelaskan bahwa ayat ini merujuk kepada orang-orang yang memiliki kecerdasan dan hati yang bersih. Mereka mendengarkan berbagai perkataan, memilah mana yang baik dan buruk, lalu mengikuti yang terbaik, yaitu yang paling bermanfaat dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Ayat ini mengajarkan bahwa seorang Muslim harus bersikap terbuka terhadap ilmu dan nasihat, tidak menutup diri hanya karena perbedaan sumber atau orang yang menyampaikan. Ini adalah sifat rendah hati yang berlawanan dengan kesombongan, di mana seseorang menolak kebenaran hanya karena merasa lebih tinggi dari yang lain.
Orang-orang yang memiliki sifat ini disebut sebagai hamba yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan sebagai ulul albab—yakni mereka yang memiliki akal sehat, hati yang jernih, dan mampu membedakan kebaikan dari keburukan.
Dengan demikian, ayat ini menjadi pengingat bahwa kita harus selalu bersikap rendah hati, siap menerima kebenaran dari siapa pun, dan senantiasa mencari ilmu yang membawa manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Kedua, tidak membandingkan diri dengan orang lain. Ukuran kemuliaan seseorang bukanlah harta, jabatan, atau penampilan, tetapi ketakwaannya kepada Allah. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَ أَمْوَالِكُمْ وَ لَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian.” (HR. Muslim)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan bahwa amal hati adalah inti dari keimanan dan merupakan tonggak utama dalam agama.
Amal hati mencakup berbagai aspek penting seperti mencintai Allah dan Rasul-Nya, bertawakkal kepada-Nya, mengikhlaskan ibadah hanya untuk-Nya, bersyukur atas segala nikmat yang diberikan, serta bersabar terhadap segala ketetapan-Nya.
Selain itu, seorang mukmin juga harus memiliki rasa takut akan azab Allah sekaligus penuh harapan terhadap rahmat-Nya.
Konsep ini menunjukkan bahwa keimanan bukan hanya sekadar amalan lahiriah, tetapi harus berakar dalam hati. Jika hati dipenuhi dengan keikhlasan dan ketakwaan, maka seluruh amal perbuatan seseorang akan berkualitas dan diterima oleh Allah.
Sebaliknya, jika hati diliputi oleh kesombongan dan keangkuhan, maka sulit bagi seseorang untuk meraih keridhaan-Nya.
Langkah Ketiga, meningkatkan ibadah dan dzikir dengan memperbanyak dzikir, shalat sunnah, dan tadarus Al-Qur’an, apalagi di bulan suci Ramadhan, kita akan semakin dekat dengan Allah dan menyadari betapa kecilnya diri kita di hadapan-Nya.
Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Ahzab ayat 41-42:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْراً كَثِيراً. وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلاً
“Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang”
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk senantiasa berdzikir kepada-Nya dalam berbagai bentuk, seperti tahlil, tahmid, tasbih, takbir, dan bacaan lainnya yang mendekatkan diri kepada Allah.
Dzikir ini tidak hanya dianjurkan dalam kondisi tertentu, tetapi hendaknya dilakukan secara terus-menerus dalam segala situasi, baik di waktu pagi dan sore, setelah shalat lima waktu, maupun dalam keadaan khusus lainnya, apalagi dibulan suci Ramadhan.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا
اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد
فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللّٰهُ تَعَالَى اِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ
Do’a Penutup
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً. اللّهُمَّ وَفِّقْنَا لِطَاعَتِكَ وَأَتْمِمْ تَقْصِيْرَنَا وَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ . وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبّ الْعَالَمِيْنَ
!!!عِبَادَاللهِ
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ