إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
أما بعد : عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Menjadi pribadi yang istiqamah adalah capaian luar biasa. Hal itu karena jalannya tidak mudah dan tidak sedikit orang gagal menggapainya.
Tsa’labah misalnya, ia sahabat Nabi yang sadar menjadi kaya karena doa Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam kepada dirinya. Namun, saat peternakan kambingnya melimpah, ia mulai memandang bahwa kekayaan itu adalah karena usahanya. Tsa’labah menolak membayar zakat.
Kemudian saat Tsa’labah mulai sadar dan ingin membayar zakat, namun Nabi menolaknya. Bahkan pada era kepemimpinan khulafaur rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali) zakat Tsa’labah tetap tidak diterima.
Tsa’labah akhirnya mengalami penderitaan, kekayaannya perlahan berkurang, hilang, dan bangkrut. Tsa’labah gagal menjadi pribadi yang istiqamah.
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Lalu apa yang perlu kita lakukan agar lebih memilih jalan istiqamah daripada jalan-jalan yang tampak menguntungkan namun hakikatnya merugikan?
Pertama, tentu saja belajar dari sejarah. Tsa’labah adalah satu kisah. Kisah yang lain masih ada dengan berbagai jenis persoalan hidup yang orang hadapi.
Kedua, meyakini janji Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sedalam-dalamnya.
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا وَمَسَٰكِنَ طَيِّبَةً فِى جَنَّٰتِ عَدْنٍ ۚ وَرِضْوَٰنٌ مِّنَ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ
“Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS. At-Taubah [9]: 72).
Ibnu Katsir menerangkan makna ayat tersebut bahwa bagi orang yang benar imannya, lalu berupaya untuk istiqamah, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah siapkan balasan berupa kebaikan dan kenikmatan yang kekal di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam pendekatan logika, saat seseorang percaya masa depannya akan indah dengan komitmen pada keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia akan mendesain kehidupannya dari waktu ke waktu untuk terus menjaga keimanannya, senantiasa dalam kebaikan dan ketaatan. Dan, ia benar-benar berusaha menjauh dari dosa dan kemungkaran.
Hal itu sama dengan seseorang yang mendapat informasi bahwa dalam sebuah kawasan ada kebakaran lalu ia percaya, maka sesegera mungkin ia akan menyelamatkan diri dan keluarganya agar selamat dari musibah kebakaran.
Ketiga, mengingat pesan Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam.
عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ
Dari Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafi, ia berkata: “Ya Rasulullah, katakanlah kepadaku ungkapan tentang Islam, yang aku tidak akan lagi menanyakannya kepada seorang pun selain engkau.” Dengan singkat beliau menjawab, “Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah kemudian istiqamahlah’.” (HR Muslim).
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Hadits di atas dengan jelas menunjukkan betapa pentingnya istiqamah dalam agama.
Istiqamah adalah perjalanan jiwa yang teguh di jalan kebenaran, menjaga keseimbangan antara ketaatan lahir dan batin. Seperti yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Rajab al-Hambali tentang makna hadits tersebut, ini adalah inti dari seluruh ajaran agama, mengajak kita untuk senantiasa berada di jalan yang lurus tanpa terombang-ambing oleh godaan duniawi.
Perhatikan, bagaimana Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam tidak memberikan daftar panjang ritual atau hukum, melainkan menyoroti dua hal mendasar: iman kepada Allah dan istiqamah.
Ini menunjukkan bahwa iman saja tidak cukup, melainkan harus disertai dengan keteguhan dan konsistensi dalam menjalankan ajaran agama.
Istiqamah ibarat pondasi yang kokoh bagi bangunan iman. Tanpa istiqamah, iman kita akan mudah goyah diterpa angin dan badai kehidupan.
Kita mungkin rajin beribadah di satu waktu, namun lalai di waktu lain. Kita mungkin semangat mempelajari agama di satu kesempatan, namun malas di kesempatan lain.
Istiqamah adalah kunci untuk menjaga agar semangat dan ketaatan kita tetap terjaga, sehingga iman kita terus bertumbuh dan berkembang sampai akhir hayat tiba.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami ialah Allah,’ kemudian mereka tetap istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.’ (QS. Fushshilat: 30).
Ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya memiliki keimanan yang teguh kepada Allah, istiqamah dalam ketaatan, dan senantiasa berharap akan rahmat dan karunia-Nya.
Dengan demikian, kita akan mendapatkan ketenangan, kebahagiaan, dan balasan surga di akhirat kelak. Jadi, teruslah berupaya, bahkan berjuang untuk benar-benar menjadi pribadi yang istiqamah.
Oleh karena itu jika ada hal yang harus selalu kita perhatikan adalah keistiqamahan iman kita kepada Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
اسْتَقِيمُوا وَلَنْ تُحْصُوا
“Beristiqamahlah kalian meskipun kalian tidak dapat melakukannya dengan sempurna.” (HR. Tirmidzi)
Di tengah godaan dunia yang terus menari-nari, mengajak akal dan pikiran kita melupakan Allah, mendahulukan kesenangan sesaat dalam kehidupan dunia ini, mari berjuang untuk istiqamah. Jangan pernah memandang ada yang lebih mahal daripada keimanan kita. Jangan pula meletakkan iman pada level yang tidak seharusnya.
Perhatikanlah, iman itu bukan hasil usaha manusia, itu adalah hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang yang bersungguh-sungguh berpikir, membaca, merenungi kehidupan ini belum tentu dapat hidayah. Sedangkan kita atas nikmat Allah, lahir dari orang tua yang beragama Islam.
Maka mari syukuri ini dengan sekuat tenaga, jangan sampai iman melemah apalagi semakin disfungsi dalam kehidupan yang fana ini. Setelah dunia ada akhirat, sungguh nanti kita akan ada di alam akhirat. Bersabarlah sebentar, bersyukurlah selalu, dan istiqamahlah sepanjang waktu.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا
اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد
فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللّٰهُ تَعَالَى اِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ
Do’a Penutup
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً. اللّهُمَّ وَفِّقْنَا لِطَاعَتِكَ وَأَتْمِمْ تَقْصِيْرَنَا وَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ . وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبّ الْعَالَمِيْنَ
!!!عِبَادَاللهِ
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ