SALAH SATU diksi yang sering disampaikan oleh Allahuyarham Ustadz Abdullah Said di awal perlangkahan Hidayatullah adalah pernyataan beliau yang menyebutkan bahwa Hidayatullah adalah sebuah lembaga perjuangan. Sebuah pernyataan yang satu sisi untuk memompa ghirah dan semangat para pendiri yang saat itu sangat minim fasilitas, jauh dari kecukupan, disisi lain menyimpan pesan yang sangat mulia untuk diwujudkan. Dan, sekaligus membuktikan bahwa Ustadz Abdullah Said, pendiri Hidayatullah itu, memiliki visi yang begitu luas dan mendalam tentang pergerakan Islam
Bagi Ustadz Abdullah Said, yang kala menyampaikan pernyataan itu masih berupa sebuah pesantren kecil, menegaskan bahwa beliau memiliki visi yang luas tentang peran dan misi organisasi yang didirikannya itu.
Hidayatullah, dalam pandangannya, pada saatnya bukan hanya sebuah jaringan pesantren atau organisasi massa Islam biasa. Sebaliknya, beliau melihat Hidayatullah merupakan sebuah lembaga perjuangan yang memiliki visi besar untuk mewujudkan tegaknya peradaban Islam.
Konsep “lembaga perjuangan” yang diusung oleh Ustadz Abdullah Said ini, sesungguhnya merefleksikan pemahaman yang revolusioner dan mendasar, bahwa setiap aspek yang diprogramkan dan diimplementasikan di Hidayatullah memiliki tujuan yang lebih besar dari sekadar fungsi praktisnya. Sekolah, pesantren, perguruan tinggi, lembaga sosial, lembaga dakwah, lembaga ekonomi, dan berbagai bentuk layanan umat lainnya yang dibangun oleh Hidayatullah bukanlah tujuan akhir, melainkan instrumen atau wasilah untuk mencapai tujuan yang lebih mulia: izzul Islam wal muslimun – kemuliaan Islam dan umat Muslim.
Dalam perjalanannya, maka dengan mengangkat terma lembaga perjuangan ini, para perintis awal dan kemudian para perintis yang mengembangkan sayap dakwah diberbagai penjuru tanah air, seolah mendapat energi berlebih dalam melandingkan islam di medan dakwahnya. Sehingga dengan cepat dapat melahirkan amal usaha terutama kampus-kampus di berbagai tempat, dengan melibatkan dukunguan dari masyarakat sekitar. Hal yang sama juga diberbagai kota besar mampu menjadi magnet bagi pemuda dan mahasiswa untuk bergabung dan ingin menjadi bagian dalam memperagakan islam dalam skala kecil itu.
Namun pada perkembangan selanjutnya, dijumpai disebahagian tempat yang sudah berdiri amal usaha (kampus dan lembaga pendidikan), mengalami semacam diviasi dari tujuan. Niat awal amal usaha yang didirikan itu sebagai wasilah untuk mengejawantahkan lembaga perjuangan, akan tetapi dipahami oleh sebagian pengelola amal usaha, seolah-olah menjadi tujuan. Sehingga tanpa disadari pelan-pelan mereduksi dari tujuan mulianya.
Tulisan ini, dikonstruksi untuk melakukan refleksi ulang atas ide dasar Allahuyarham Ustadz Abdullah Said dalam mengusung Hidayatullah sebagai lembaga perjuangan, disisi lain sebagai autokritik atas terjadinya deviasi pemahaman dari sebahagian kalangan sebagaimana tersebut di atas. Sehingga kedepan, garis perjuangan yang telah ditetapkan tetap pada on the right track.
Kerangka Dasar
Sebagaimana mafhum, visi besar Hidayaulloah adalah membangun Peradaban Islam, visi besar tersebut merupakan derivasi dari manhaj nubuwwah yang diusung beliau, yang kemudian dikerangkakan dalam apa yang selanjutnya dikenal dengan istilah sistematika wahyu. Sebuah penafsiran yaang mencakup lima surat yang yang pertama turun sesuai dengan tata urutan turunnya wahyu, di mana secara sistematis ayat-ayat tersebut adalah sebagai wahyu yang Allah swt berikan kepada Nabi Muhammad saw sebagai petunjuk berkala dan berkesinambungan bagi Nabi untuk membangun peradaban Islam dengan mendidik sahabatnya sesuai wahyu-wahyu tersebut.
Pembatasan atas lima surat tersebut bukan tanpa alasan. Pembatasan ini atas dasar asumsi bahwa lima surat pertama tersebut, yaitu surat al-‘Alaq sampai al-Fatihah adalah merupakan pondasi, dasar-dasar ajaran yang Allah berikan untuk manusia.
Dengan kata lain, semua hal yang Allah gariskan untuk manusia pada intinya bertolak dari ayat~ayat tersebut, adapun ayat-ayat dan surat-surat selanjutnya merupakan bangunan di atas pondasi tersebut yang merupakan perincian dan penjelasannya.
Penafsiran ini adalah hasil ijtihadi Allahuyarham Ustadz Abdullah Said yang disajikan dengan model tematik, ditafsirkan dengan global artinya tidak menjelaskan arti setiap kata secara rinci. Beliau menjelaskan dan menjabarkan pada tema pokok satu ayat. Nuansa penafsirannya adalah adabi ijtima’i dan bertolak pada teks al qur’an sebagai titik tolak penafsirannya.
Secara ringkas dapat disimpulkan kandungan ayat-ayat tersebut sebagai berikut: surat al-‘Alaq:1-5 merupakan kunci utama didalam membangun kesadaran hidup bertauhid, surat al-Qalam: 1-7 membimbing manusia atau memiliki cita-cita dan visi hidup yang jelas berlandaskan Al Qur’an, surat al-Muazzammil: 1-10 merupakan pembekalan mental-spiritual sekaligus tarbiyah ruhiyah yang harus disiapkan oleh setiap pejuang Islam untuk menghadapi segala situasi, surat ai-Muaddatstsir: 1-7 adalah perintah untuk mendakwahkan Islam dan terjun serta memberi solusi dalam realitas kehidupan dan, surat al-Fatihah: 1-7 merupakan informasi utuh yang menggambarkan satu kesatuan berkenaan dengan ajaran Islam.
Instrumen Perjuangan
Untuk mencapai tujuan agung dan mulia tersebut sebagaimana tertuang dalam kerangka dasar di atas, maka Ustadz Abdullah Said rahimahullah, membangun berbagai instrumen yang pada awalnya mungkin terlihat seperti lembaga/amal usaha biasa. Sekolah, pesantren, lembaga sosial, lembaga dakwah, lembaga ekonomi, dan berbagai layanan umat lainnya, semuanya didirikan, dibangun, dan dikembangkan sebagai wasilah atau sarana untuk mencapai tujuan akhir.
Namun, di balik semua itu, terdapat sebuah pemahaman mendalam bahwa setiap instrumen tersebut memiliki peran strategis dalam melahirkan kader dan muharrik. Kader-kader inilah yang kelak akan menjadi ujung tombak dalam menegakkan peradaban Islam. Mereka dibekali dengan ilmu pengetahuan, akidah yang kuat, dan semangat perjuangan yang tinggi.Secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, Lembaga Pendidikan, Dalam kerangka Hidayatullah, sekolah-sekolah, pesantren, dan kemudian perguruan tinggi dihadirkan tidak sekadar bertujuan untuk mendidik generasi muda dalam pengetahuan umum atau agama semata. Sehingga sekolah tidak hanya menjadi tempat transfer ilmu, tetapi juga wadah pembentukan kader. Pesantren bukan sekadar pusat pembelajaran agama, melainkan tempaan jiwa pejuang. Perguruan tinggi tidak hanya menghasilkan sarjana, tapi juga pemikir dan pembaharu Islam dan seterusnya.
Oleh karenanya dalam perspektif Ustadz Abdullah Said, beliau memandang bahwa lembaga-lembaga pendidikan ini harus menjadi pusat pengkaderan, yang melahirkan individu-individu beriman yang berperan sebagai penggerak (muharrik) dalam masyarakat.
Kader-kader ini diharapkan memiliki pemahaman Islam yang mendalam, kecerdasan intelektual, dan keterampilan praktis yang diperlukan dan kemudian disebar keseluruh penjuru tanah air dan juga dunia, serta memiliki ruhul jihad (kesungguhan dalam berkarya di berbagai bidang), dalam rangka untuk membangun masyarakat sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dalam hal ini maka dibuatkan lingkungan pesantren yang dalam pandangan beliau disebut sebagai kampus, yang salah satu fungsinya, selain untuk memperagakan miniature peradaban Islam, juga sebagai suaka genenasi.
Kedua, Lembaga Sosial dan Dakwah, Lembaga sosial dan dakwah Hidayatullah juga tidak hanya berfungsi sebagai penyedia layanan atau penyebar agama secara konvensional. Sebaliknya, mereka dirancang untuk menjadi agen perubahan (agent of change) yang nyata, yang bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan umat dan menyebarkan ajaran Islam secara luas, dengan memanfaatkan semua platform yang ada.
Gagasan ini mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang dakwah sebagai upaya komprehensif. Dakwah tidak hanya terbatas pada ceramah atau pengajian, tapi mencakup seluruh aspek kehidupan – pendidikan, sosial, ekonomi, dan budaya. Setiap bidang menjadi arena perjuangan untuk menegakkan nilai-nilai Islam dan membangun peradaban yang berlandaskan prinsip-prinsip Ilahiah.
Sehingga aktifitas dakwah merupakan sebuah gerakan yang mendalam untuk membentuk karakter dan akhlak masyarakat, membangun dan pemberdayaan masyarakat (community development), serta mempersiapkan mereka untuk hidup dalam tatanan sosial yang Islami, dan selanjutnya menyiapkan kepemimpinan Islam di masa mendatang.
Ketiga, Lembaga Ekonomi dan Badan Usaha, Keberadaan lembaga ekonomi bertujuan untuk memperkuat basis ekonomi umat dan memberikan kemandirian finansial bagi lembaga-lembaga di bawah naungan Hidayatullah. Dalam kerangka ini, Hidayatullah juga menghadirkan dan mengembangkan berbagai bentuk usaha dan lembaga ekonomi, bukan semata untuk keuntungan material, tetapi sebagai sarana pemberdayaan ekonomi umat. Ustadz Abdullah Said memahami bahwa kekuatan ekonomi adalah salah satu pilar penting dalam membangun peradaban Islam yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, Hidayatullah berusaha menciptakan lingkungan dan sistem ekonomi yang berkeadilan, memberdayakan anggota komunitasnya, dan mengurangi ketergantungan umat pada sistem ekonomi yang tidak islami. Dan pada saat yang bersamaan memberikan contoh bagaimana implementasi ekonomi syariah diberbagai sektor kehidupan.
Untuk Izzul Islam wal Muslimun
Semua instrumen yang dibangun oleh Hidayatullah memiliki satu tujuan yang sama, yaitu melahirkan kader dan muharrik. Kader adalah individu yang memiliki komitmen kuat terhadap Islam dan siap berjuang untuk menegakkan nilai-nilai Islam. Sedangkan muharrik adalah individu yang mampu menggerakkan dan menginspirasi orang lain.
Dengan melahirkan kader dan muharrik yang berkualitas, Hidayatullah berharap dapat menciptakan perubahan yang signifikan dalam masyarakat. Dengan melahirkan kader dan muharrik yang berkualitas, Hidayatullah berharap dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi pembangunan peradaban Islam. Kader-kader ini diharapkan mampu menjadi pemimpin di berbagai bidang kehidupan, baik di tingkat lokal, nasional maupun global.
Sehingga, kehadiran semua instrumen di atas, dari pendidikan hingga ekonomi, diarahkan untuk satu tujuan besar: izzul Islam wal Muslimun (kemuliaan Islam dan umat Muslim). Dalam perspektif ini, beliau sering menyampaikan bahwa kehadiran Hidayatullah adalah kaffatan linnas (untuk seluruh ummat manusia), yang tidak tersekat oleh suku, bangsa dan seterusnya, serta rahmatan lil ‘alaamin (menebar rahmat bagi seluruh alam).
Oleh karenanya, dalam hal ini kehadiran Hidayatullah bukan hanya berbicara tentang kesuksesan individual atau kelembagaan semata, tetapi tentang pembentukan peradaban yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, di mana umat Islam dapat hidup dengan martabat dan memberikan kontribusi positif bagi dunia. Ustadz Abdullah Said melihat Hidayatullah sebagai sebuah gerakan yang harus terus bergerak dan bertransformasi untuk memenuhi misi ini.
Pendekatan Holistik
Meskipun berasal dari diksi lembaga perjuangan, namun pada praktiknya, telah melahirkan pendekatan holistik, di mana menunjukkan kesadaran akan kompleksitas tantangan yang dihadapi umat Islam di era modern. Untuk menghadapi arus globalisasi, sekularisasi, dan berbagai ideologi yang bertentangan dengan Islam, dibutuhkan strategi yang menyeluruh dan multidimensi. Hidayatullah, melalui berbagai instrumennya, berupaya mempersiapkan umat tidak hanya secara spiritual, tapi juga intelektual, sosial, dan ekonomi.
Lebih jauh lagi, visi Ustadz Abdullah Said tentang Hidayatullah mencerminkan pemahaman bahwa perjuangan menegakkan Islam adalah proses jangka panjang yang membutuhkan kaderisasi berkelanjutan, dan juga kekuatan finansial dalam satu tarikan nafas. Setiap lembaga dan program yang dijalankan memiliki peran dalam membentuk kader-kader yang tidak hanya memahami Islam secara teoritis, tapi juga mampu menerapkan dan memperjuangkannya dalam realitas kehidupan.
Dalam konteks ini, Hidayatullah dengan berbagai kampus yang didirikan bisa dipandang sebagai miniatur peradaban Islam yang dicita-citakan. Setiap elemennya – dari pendidikan hingga ekonomi – adalah bagian dari upaya membangun model masyarakat Islam yang ideal. Model ini diharapkan bisa menjadi inspirasi dan contoh nyata bagi masyarakat luas tentang bagaimana nilai-nilai Islam bisa diterapkan secara komprehensif dalam kehidupan modern.
Penutup
Gagasan Ustadz Abdullah Said tentang Hidayatullah sebagai lembaga perjuangan secara reflektif dan praksis menawarkan perspektif yang menarik dan implementatif tentang bagaimana sebuah organisasi Islam dapat beroperasi dengan visi yang jauh melampaui fungsi-fungsi praktisnya. Hidayatullah diposisikan bukan sekadar sebagai penyedia layanan berbagai amal usaha dan badan usaha, melainkan sebagai wadah untuk melahirkan, membangun dan mengembangkan kader-kader yang akan menjadi penggerak (muharrik) dalam mewujudkan visi peradaban Islam yang lebih besar.
Pendekatan ini menggabungkan aspek praktis dan ideologis, menciptakan model organisasi yang unik dan berpotensi memiliki dampak jangka panjang yang signifikan. Namun, keberhasilan model ini akan sangat bergantung pada kemampuan untuk terus menyeimbangkan antara tuntutan operasional dan visi ideologis, serta kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan esensi misinya.
Tugas generasi pelanjut adalah bagaimana mampu mengimplementasikan dan mengembangkan konsep lembaga perjuangan ini dalam konteks kekinian. Terjadinya deviasi yang ada, menuntut kesadaran semua elemen organisasi dan selanjutnya untuk segera diluruskan sehingga kembali berjalan pada rel yang benar. Pada akhirnya cita-cita mulia Pendiri Hidayatullah akan dapat diwujudkan dan direlevankan disetiap ruang dan waktu.[]
*) ASIH SUBAGYO, penulis peneliti senior Hidayatullah Institute (HI)