
SEKITAR enam bulan ke depan, Hidayatullah akan menggelar helatan ajeg, setengah dekade, yakni Musyawarah Nasional (Munas). Sekalipun itu adalah hajatan rutin, Kampus Ummulqura Hidayatullah Gunung Tembak merespon dengan lebih serius.
Indikasinya jelas, dalam rangkaian Silaturrahim Syawal (Silatwal) sesi III talkshow yang berlangsung hari ini, Ahad, 14 Syawal 1446 (13/4/25) tema yang diangkat adalah “Sukseskan Munas Hidayatullah 2025” dengan dua narasumber, yakni Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah Ust. Dr. H. Nashirul Haq Ust. Dr. H. Nashirul Haq, dan Ketua Yayasan Kampus Ummulqura Hidayatullah Balikpapan Ust. H. Hamzah Akbar.
Event ini akan menjadi Munas VI Hidayatullah sejak Munas I pada tahun 2000 di Gunung Tembak. Lalu hal apa yang paling esensial dari helatan Munas Oktober 2025 mendatang?
Menurut Ust. Hamzah Akbar, hal paling esensial adalah kader. Kader yang memahami nilai dan merawat idealisme atas dasar nilai itu, terutama untuk melangkah ke depan. Ia tak menampik bahwa pendekatan modern sangat mendesak untuk dilakukan. Namun idealisme adalah pemandu yang tak boleh goyah apalagi punah.
Sementara itu, Ust. Dr. Nashirul Haq menekankan pada kader juga, tapi pada kualitasnya. Kualitas kader, kata Ketum DPP Hidayatullah itu ada pada integritas dan kapabilitas.
Memerhatikan dua argumen kunci dua narasumber itu, kita dapat menangkap dengan jelas bahwa masa depan Hidayatullah ada pada kader-kadernya. Seperti apa kader yang diperlukan ke depan?
Kaderisasi itu Pasti
Dalam konteks pengembangan organisasi, kaderisasi bukan sekadar proses regenerasi tetapi juga investasi jangka panjang dalam kesinambungan nilai dan idealisme.
Paparan Ust. Hamzah Akbar menghendaki setiap individu dalam lembaga ini memahami pentingnya kader yang solid. Setiap kader harus memiliki pemahaman yang mendalam terhadap nilai dasar yang menjadi landasan perjuangan organisasi.
Nilai tersebut bukan sekadar teori, tetapi harus diinternalisasi dan dijaga agar tetap relevan dalam menghadapi perubahan zaman. Meskipun pendekatan modern diperlukan untuk adaptasi, idealisme tetap berperan sebagai kompas yang membimbing kader dalam setiap keputusan dan langkah strategis.
Kita tidak bisa berprasangka apalagi berpikir bahwa perjuangan ke depan akan baik-baik saja. Sekelas daulah Islamiyah saja bisa runtuh eksistensinya. Sejarah mengajari kita akan fakta itu. Dalam kata yang lain, tantangan terbesar itu memang merawat idealisme.
Di sisi lain, Ust. Dr. Nashirul Haq menyoroti aspek kualitas kader sebagai faktor utama dalam keberlanjutan organisasi.
Integritas menjadi elemen fundamental yang memastikan setiap kader tetap berpegang pada prinsip moral dan etika dalam menjalankan tugasnya. Sementara itu, kapabilitas meliputi keterampilan, pengetahuan, dan kapasitas kepemimpinan yang memungkinkan kader untuk berkontribusi secara efektif.
Perpaduan antara integritas dan kapabilitas menciptakan kader yang tidak hanya berkomitmen terhadap visi organisasi tetapi juga mampu mengimplementasikan strategi yang adaptif dan inovatif.
Apalagi kalau berkaca pada kebutuhan lembaga ke depan yang menghendaki hadirnya anggota dalam jumlah yang besar. Kepribadian kader harus benar-benar kokoh, sehingga mampu memancarkan daya tarik ideologis bagi sebanyak-banyak orang.
Dari pemikiran kedua narasumber tersebut, jelas bahwa masa depan Hidayatullah sangat bergantung pada kader yang memiliki keseimbangan antara idealisme, integritas, dan kapabilitas.
Kader yang diperlukan ke depan adalah mereka yang tidak hanya memahami nilai dasar tetapi juga memiliki kompetensi untuk menghadapi tantangan zaman dengan solusi yang kontekstual dan strategis. Dengan kombinasi antara pembinaan nilai dan penguatan kapasitas, kader dapat menjadi motor perubahan yang membawa organisasi menuju pencapaian visi jangka panjangnya.
Karakter Dasar Kader
Kemudian hal yang tak kalah penting, ketika nilai, idealisme, integritas dan kapabilitas ada dalam kader, hal yang penting selanjutnya adalah memiliki karakter dasar. Yakni selalu berupaya menemukan solusi. Begitu Ust. Dr. Nashirul Haq memberi penekanan.
Kader yang bermental pencari solusi adalah mereka yang tidak hanya melihat tantangan sebagai hambatan, tetapi sebagai peluang untuk bertumbuh dan berkontribusi. Dalam setiap ujian, selalu ada celah untuk inovasi dan perubahan, tetapi hanya mereka yang memiliki tekad kuat untuk mencari jalan keluar yang mampu menemukan arah yang benar.
Ketika mental ini tertanam, kader tidak akan terjebak dalam keluhan atau pasrah terhadap keadaan, melainkan selalu bergerak, berpikir, dan bertindak untuk menciptakan solusi yang nyata. Mereka menjadi motor penggerak organisasi yang memastikan bahwa setiap persoalan tidak berakhir sebagai dilema, tetapi sebagai pemantik kemajuan.
Lebih dari sekadar kemampuan teknis atau kecerdasan akademik, mental pencari solusi adalah wujud dari ketangguhan dan kepemimpinan sejati.
Dunia terus berubah dan masalah akan selalu ada, tetapi kader yang bermental kuat tidak membiarkan dirinya terhanyut oleh arus ketidakpastian.
Sebaliknya, mereka menjadikan setiap tantangan sebagai kesempatan untuk mengasah diri dan memperkuat dampak yang dapat mereka berikan. Dengan sikap ini, kader tidak hanya menjadi bagian dari perjalanan organisasi, tetapi juga pembentuk masa depan yang lebih baik—bagi komunitas, bangsa, dan cita-cita yang mereka perjuangkan.*
*) Imam Nawawi, penulis Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemuda Hidayatullah 2020-2023, Direktur Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect)