AdvertisementAdvertisement

Pemimpin Umum Hidayatullah Ingatkan Titik Awal Kebaikan Dimulai dari Doa

Content Partner

TIMIKA (Hidayatullah.or.id) — Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kampus Induk dan Kampus Utama (KIKU) Hidayatullah 2025 yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Hidayatullah Timika, Papua Barat, selama 25–27 April 2025, bukan hanya menjadi ajang koordinasi struktural, melainkan juga momentum refleksi ideologis dan spiritual.

Dalam taushiyahnya pada pembukaan Rakornas tersebut, KH Abdurrahman Muhammad, Pemimpin Umum Hidayatullah, menyampaikan rangkaian pemikiran yang merefleksikan akar teologis, orientasi profetik, dan praksis dakwah berbasis kampus dan masjid.

Dalam taushiyahnya, ia menyampaikan bahwa gerakan dakwah sejati tidak lahir dari ambisi politik atau kepentingan sosial semata, melainkan dari kesadaran untuk menghadirkan kebaikan dan menerangi manusia dari kegelapan.

Seperti Nabi Ibrahim, imbuhnya, titik berangkat perjuanganmya adalah munajat kepada Tuhan, yang kemudian membentuk keteguhan moral menghadapi kuasa duniawi.

“Sesungguhnya titik awal kebaikan berawal dari doa, begitulah ketika Nabi Ibrahim AS berhadapan dengan sistem politik dan berdialog dengan kekuasaan,” katanya.

KH Abdurrahman menegaskan bahwa ketika logika kekuasaan tidak mampu menundukkan kebenaran yang dibawa Nabi Ibrahim, maka kekuatan represif pun diluncurkan.

“Ketika kekuasaan tidak bisa menundukkan logika Nabi Ibrahim, maka kekuasaan menghimpun kekuatan dengan mengumpulkan kayu dan dibakarlah Nabi Ibrahim tapi Allah lebih berkuasa dengan spirit Hasbunallah wanikmal wakil nikmal maula wanikman nasir,” imbuhnya.

Di sinilah titik kulminasi antara tujuan mulia dan kekuatan iman. Dalam sejarah kenabian, tegasnya, kekuatan sejati justru muncul dari penyerahan total kepada Allah. Spirit tawakal yang disebutkan tersebut menjadi titik tolak keberanian dan optimisme dakwah.

Sistematika Wahyu sebagai Rute Pergerakan

Dengan merujuk Surah Al-Fatihah sebagai inti “futuhat” atau pembukaan kemenangan, KH Abdurrahman menempatkan perjuangan dakwah sebagai jalan profetik.

Perjuangan ini, terang dia, tidak semata-mata bertumpu pada strategi, melainkan pada orientasi spiritual. Inilah yang membedakan antara gerakan dakwah dan gerakan yang berorientasi pada material belaka.

“Pergerakan kita ini adalah pergerakan nubuwah yakni sistematika wahyu. Surah Al-Fatihah itu berisi esensi futuhat, adanya kekuatan itu dari doa tadi yang ada di hati. Butuh kesabaran, kekuatan moral, mental, dan spiritual,” ujarnya.

Lebih jauh, beliau menyambungkan kesinambungan sejarah antara Ibrahim dan Muhammad SAW. “Rasulullah SAW hadir karena doa datuknya Ibrahim AS yang gerakan awalnya adalah meletakkan pondasi Baitullah atau masjid,” tukasnya.

Ia menegaskan, doa adalah fondasi peradaban. Sementara masjid, sebagai buah dari doa Ibrahim, bukan hanya tempat ibadah, tapi episentrum pergerakan umat.

Kampus sebagai Alat Peraga Dakwah

Lebih jauh, KH Abdurrahman pada kesempatan itu menegaskan bahwa kampus bukan hanya tempat transfer ilmu, tapi medan aplikatif dari nilai-nilai doa, iman, dan perjuangan.

Implementasi doa berarti menjadikan nilai spiritual sebagai nadi yang mendenyuti kehidupan kampus, bukan sekadar ornamen. “Implementasi doa itulah yang harus diperagakan di kampus-kampus utama. Jadikan masjid ini menjadi titik perjuangan,” tegasnya.

KH Abdurrahman memberikan contoh personal. “Ketika saya baru tiba di Timika, langsung menuju masjid dan memanjatkan doa yakni jadikanlah tempat ini mercusuar dakwah di Timika,” katanya.

Ia tidak hanya melangitkan doa. Pada hari Jumat (25/4/2025), puluhan dai disebar ke berbagai masjid di Timika sebagai wujud transformasi kebaikan dan doa yang melahirkan energi sosial yang luas.

Sebagai simbol afirmatif, KH Abdurrahman lantas memberikan penamaan istimewa untuk kampus Pondok Pesantren Hidayatullah Timika sebagai “Al Manzila Al Fadilah” atau tempat yang mulia atau posisi yang terhormat.

Berkenaan dengan itu, ia juga menekankan bahwa kampus kampus Hidayatullah dimana pun hendaknya dibangun dengan nilai. Kemakmuran masjid dijadikan sebagai barometer keberhasilan pendidikan dan keimanan.

Masjid, terangnya, bukan sekadar tempat ibadah simbolik, tapi ruang sublimasi nilai dan penggemblengan jiwa.

“Otaknya, rasa, pikirannya penuh dengan kebaikan. Kampus yang indah adalah kebaikan-kebaikan yang sangat banyak. Taqwa itu pemecahan dimensi kebaikan dan identitas iman itu ditandai dengan makmurnya masjid,” katanya.

Dalam kerangka ini, perkaderan menurutnya bukan hanya menyiapkan kader ideologis, tetapi kader yang tahan banting, setia, bernalar kenabian, dan berkinerja profesional. Perkaderan sejati tidak cukup dengan teori, harus melalui penugasan nyata.

“Pengkaderan indikatornya militansi, loyalitas, profetik, dan profesional. Pengkaderan terbaik itu adalah penugasan,” katanya menegaskan.

Kisah masa mudanya menjadi ilustrasi konkret. Ketika ia harus berangkat ke Jayapura hanya membawa beberapa lembar pakaian, mesin ketik, dan buku, karena Irian Jaya waktu itu jauh dengan akses yang masih susah yang tidak seperti sekarang.

Pengorbanan, keterbatasan logistik, dan keberanian adalah DNA awal perintisan. Dan kini, tugas pengembangan jatuh ke generasi berikutnya.

“Ketika diperintahkan berangkat, pakaian anak dan istri diikat sarung, membawa atas dan membawa peti yang saya buat sendiri yang isinya buku tadi,” katanya.

Kalau berniat mati sebagai pejuang maka itu bisa di mana saja karena seluruh negeri ini adalah bumi perjuangan. Karena itu, karunia terbesar bagi pejuang adalah terwujudnya kebaikan bagi kehidupan umat yang dicitakannya.

Terakhir, beliau melontarkan candaan yang sarat dengan filosofi seleksi alam dalam dakwah. Menurutnya, hanya yang memiliki bobot nilai dan tekad yang akan bertahan.

“Perkaderan adalah dengan penugasan, jadi ditugaskan saja. Kalau dia keturunan labu maka dia akan terapung, tapi kalau dia turunan batu maka akan tenggelam. Dicoba saja siapa tahu lebih banyak turunan batu,” katanya.

Baginya, dalam proses kaderisasi, ujian adalah bagian integral untuk mengetahui siapa yang layak mengemban misi dakwah.*/

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Rakornas KIKU Hidayatullah 2025 dan Tantangan Menjaga Identitas Gerakan

MOMENTUM Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kampus Induk dan Kampus Utama (KIKU) Hidayatullah 2025 yang digelar di Pondok Pesantren Hidayatullah...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img