AdvertisementAdvertisement

STAI Albayan Makassar Wisuda Perdana, Orasi Ilmiah AQM Pesan Makna Sejati Keilmuan

Content Partner

MAKASSAR (Hidayatullah.or.id) — Anggota Dewan Senat Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Albayan dan Ketua Badan Pembina Yayasan Albayan Hidayatullah Makassar Dr Ir H Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar MSi memyampaikan orasi ilmiah dalam acara wisuda perdana STAI Albayan yang digelar di Ballroom Swiss-belhotel Panakukkang, Makassar, Sabtu, 12 Dzulqa’dah 1446 (10/5/2025).

Dalam pidatonya, Aziz mengaitkan makna gelar akademik dengan nilai keilmuan dalam Islam, merujuk pada Universitas Al-Qarawiyyin di Fez, Maroko, yang didirikan pada 859 M oleh Fatimah Al-Fihri.

Universitas tertua di dunia ini menjadi pelopor pemberian gelar akademik, menegaskan bahwa pendidikan tinggi adalah warisan peradaban Islam.

Gelar akademik, seperti sarjana atau magister, adalah pengakuan atas penguasaan ilmu dalam bidang tertentu. Di Indonesia, gelar akademik mulai dikenal pada era kolonial Belanda melalui pendirian STOVIA (1898) dan ITB (1920).

Namun, Aziz menyoroti bahwa gelar akademik kini sering menjadi formalitas dalam rekrutmen, khususnya di instansi pemerintahan dan pendidikan.

“Kondisi demikian tidak bisa dielakkan, walaupun adanya gelar akademik tidak mutlak menjadi jaminan kompetensi secara ril,” ujarnya, menggambarkan dilema antara kompetensi dan formalitas.

Lebih jauh, Dr. Aziz mengarahkan perhatian pada konsep keilmuan dalam Al-Qur’an, khususnya istilah Ulul Albab, yang disebutkan 16 kali.

Ulul Albab, menurut Ibnu Katsir, merujuk pada “orang yang memiliki akal sempurna dan kecerdasan,” sementara Sayyid Qutub mengartikannya sebagai mereka yang memiliki pemikiran dan pemahaman benar.

Al-Qur’an, dalam QS Ali Imran: 190-191, menggambarkan Ulul Albab sebagai mereka yang “mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.”

Ayat ini menegaskan bahwa ciptaan Allah adalah objek ilmu pengetahuan, sementara dzikir dan tafakur menjadi metodologi keilmuan.

Aziz menjelaskan ciri-ciri Ulul Albab: mereka berdzikir dan tafakur, bersungguh-sungguh mencari ilmu, mampu membedakan baik dan buruk, kritis terhadap informasi, berbagi ilmu, dan hanya takut kepada Allah.

“Berdzikir bukan hanya merupakan aktifitas ibadah ritual, tapi juga merupakan paradigma dan metodologi keilmuan,” katanya, membedakan epistemologi Islam dengan rasionalisme dan empirisme Barat. Dalam Islam, ilmu tidak terbatas pada yang empiris, melainkan mencakup realitas metafisik seperti malaikat atau jin.

Keilmuan dalam Islam, lanjut Aziz, tidak terpisah dari iman dan amal. QS Al-Alaq: 1-5, wahyu pertama, memerintahkan “iqra’” (baca), menegaskan bahwa membaca adalah pintu ilmu dan iman. QS Muhammad: 19 mengaitkan tauhid dengan pemahaman, sementara QS As-Saff: 3 mencela mereka yang tidak mengamalkan ilmu.

“Al-Qur’an sangat menekankan kesatuan antara iman, ilmu, dan amal. Pemisahan diantara ketiganya menyebabkan Islam akan hilang pada diri seseorang. Tidak ada iman tanpa ilmu, dan tidak ada Islam tanpa pengamalan,” tegasnya seperti dikutip dari laman hidayatullahmakassar.id.

Bagi Aziz, gelar akademik adalah pengakuan formal, tetapi predikat seperti Ulul Albab, Muttaqin, atau Shalihin adalah tujuan utama seorang Muslim. Para wisudawan diingatkan bahwa ilmu harus diamalkan sebagai amal shalih untuk meraih ridha Allah.

“Tuntutan mutlak bagi orang beriman dan memiliki ilmu adalah mengamalkan ilmunya sebagai wujud ibadah dan amal shalih untuk meraih Ridha Allah SWT,” katanya menandaskan.*/

Editor: Adam Sukiman
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

LSH Hidayatullah Dukung Pengembangan Kapasitas Juru Sembelih Halal di Kota Depok

DEPOK (Hidayatullah.or.id) -- Masjid Jami’ Asy-Syahid Kota Depok menyelenggarakan Daurah Manajemen Qurban bertema “Menuju Pengelolaan Qurban yang Lebih Syar’i,...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img