Oleh Dr. Abdul Mannan
Sumber daya manusia terdiri atas fisik, intelektual, spiritual, dan mental. Jika keempat potensi ini dikelola dengan baik, maka lahirlah kekuatan raksasa yang amat bermanfaat bagi diri manusia dan lingkungannya.
Untuk apa sumber daya tersebut dikembangkan? Jawabnya tentu saja tergantung pada visi hidup manusia itu sendiri.
Jika seseorang ingin menjadi petinju prefesional, tentu ia akan mengembangkan sumber daya fisiknya agar kuat menahan serangan dan kuat pula melakukan gempuran.
Ia akan mengasah daya intelektualnya agar bisa menyusun strategi dan taktik untuk menang. Ia pun akan mengasah daya mentalnya agar percaya diri pada saat bertarung.
Begitu pula orang yang ingin menjadi konseptor atau negarawan ulung, pasti akan merawat daya intelektualnya dengan baik. Ia akan makan makanan yang bergizi agar otaknya bisa berkerja dengan baik.
Ia juga akan belajar intensif, baik melalui pendidikan formal maupun informal (autodidak), agar kemampuan pikirannya kian terasah.
Lantas, bagaimana cara mengembangkan sumber daya insani ini? Masing-masing sumber daya tidak sama cara mengelolanya. Mengelola daya intelektual misalnya, tidak terbatas oleh waktu.
Menuntut ilmu sudah ahrus di mulai dari buaian hingga kelak kita dikirim ke liang kubur. Artinya sepanjang hidup. Ini berbeda dengan pengembangan sumber daya fisik yang terbatas pada usia.
Semakin tua seseorang, kemampuan fisiknya akan semakin berkurang. Bila dipaksakan justru akibatnya akan celaka.Berbeda lagi dengan pengembangan daya spiritual. Pengembangan daya ini dimulai sejak usia aqil baligh atau dewasa. Bahkan beberapa data empiris menyatakan banyak individu yang daya spiritualnya mulai berkembang setelah mendapat cobaan hidup.
Terakhir pengembangan mental. Mental merupakan daya insani bawaan (given) yang harus mendapat pordi lebih besar untuk di kelola dibanding daya insani yang lain.
Memang semua daya manusia mendapat peluang yang sama untuk dikembangkan. Namun daya mental merupakan kebutuhan yang sangat mendasar. Sebab semua daya bermuara pada mental. Mental inilah yang akan menjadi ukuran kemanusiaan seseorang.
Ada orng yang fisiknya nfrima tetapi belum tentu memiliki mental yang tangguh. Lihatlah petinju frofesional Oscar Dela hoya yang kalah telak oleh Manny Pacquliao dari Filipina dalam pertandingan tinju beberapa waktu lalu.
Oscar menyerah total pada ronde kedelapan. Bukan karena dia kalah prima atas lawannya, namun karena mentalnya sudah ambruk. Disinilah fungsi mental menjadi penentu kemenangan.
Jadi keberadaan manusia di dunia ini sangat tergantung pada sikap mental mereka. Jika mental seseorangprima niscaya ia akan dapat mencapai visi hidupnya.
Karena itu tak heran bila islam menempatkan daya mental ini sebagai kekuatan inti kedua setelah kekuatan ruhani (spiritual) yang datang dari Allah swt.
Organisasi massa Hidayatullah menyadari bahwa upaya mengembangkan potensi sumber daya manusiatidak mudah. Apalagi Hidayatullah telah memfokuskan gerakannya pada pendidikan dan dakwah.
Agar fokus gerakan ini bisa berjalan dengan baik dibutuhkan sarana yang memadai, serta-yang paling penting- para pendidik yang mampu mengembangkan keemapat daya insaninya.
Mereka harus menyadari fungsi dan peran mereka sebagai pendidik, mengetahui siapa yang mereka didik, dan untuk apa mereka dididik.
Hidayatullah juga menyadaritak mudah mencari pendidik seperti itu. Apalagi kini materi sangat mendominasi semua sisi kehidupan. Orientasi hidup di ukur dengan harta. Akibatnya daya spiritual tidak mendapat tempat yang layak untuk di kembangkan.
Untuk mengatasi masalah ini Hidayatullah telah mengenbangkan sistem kampus tiga dimensi, yaitu Ilmiah, diniyah, dan alamiah. Ketiga dimensi inilah yang dipercaya mampu mengembangkan daya manusia secara adil. Insya Allah. *Sahid Maret 2009