KETIKA orang melihat jumlah umat Islam hari ini, di Indonesia saja, sepertinya sebagian berada dalam kebimbangan.
Satu sisi, kita bangga dengan mayoritas dan jumlah yang begitu besar. Sisi lain kita tidak punya konsep yang secara langsung dapat menjadikan jumlah besar ini berdaya luar biasa.
Akan tetapi, kalau belajar pada China hari ini, sepertinya tidak ada alasan umat Islam tidak bisa bergerak progresif beradab.
Pelajaran dari Nabi Ibrahim
Dalam situasi dan kondisi itu, sangat beralasan kalau kita kembali memperhatikan kisah Nabi Ibrahim dan keluarga yang diilustrasikan oleh Ustadz Abdullah Said dengan begitu ringan. Namun begitu menendang untuk kita renungkan kembali:
“Sekadar contoh Nabiullah Ibrahim, sebagai leader, sebagai instruktur, sebagai seorang manajer, dengan hanya dibantu Ismail, seorang kader, sebagai staf, sebagai umat satu-satunya.
Toh katakanlah dia didampingi istri, dia hadapi penguasa “raja diraja” Namrud laknatullah, bapak dan saudara-saudara.
Katakanlah Namrud seorang jenderal panglima besar angkatan perang tertinggi. Semua kekuasaan di tangannya.
Dalam guyon kita katakan, dia presiden, dia perdana Menteri, dia menteri pertahanan, dia ketua MPR, dia ketua KNPI, dia ketua Majelis Ulama pada waktu itu barangkali, bapak dan saudara saudara menurut agamanya.
Dia ketua AMPI, dia ketua ya kira-kira begitulah. Namrud segalanya waktu itu dia yang pegang.
Dia ketua seluruh jabatan-jabatan vital potensial strategis, dia Menhankam, dia Pangab, dia direktur bank, dia punya pabrik senjata, dia punya pabrik rokok, dia punya pabrik helm, dia semua bapak dan saudara-saudara.
Nabi Ibrahim jual (pisang) sanggar pun tidak. Terpaksa dia pindah ke tanah gersang, pindah ke Baitul Atiq dekat masjid yang tidak ada apa-apanya.
Apa yang dikerja? Katakanlah ibunya hanya berlari-lari mencari air untuk menyelamatkan anaknya. Tapi karena kekuatan iman, Namrud goyah berantakan”.
Demikianlah paparan Ustadz Abdullah Said dalam pengajian Malam Jumat di Karang Bugis pada 1985.
Pendidikan Iman dalam Keluarga
Berdasarkan uraian itu, kita semakin memahami bahwa hal yang utama dan pertama yang perlu umat Islam lakukan adalah bagaimana melakukan penguatan iman dalam keluarga.
Jika melalui tahapan pendidikan keluarga, maka, menurut Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat (lihat buku “Pendidikan Anak Keluarga Islam di Era Modern dalam Perspektif Hasan Langgulung”) orang tua memiliki beberapa tugas (tanggung jawab).
Pertama, memelihara dan membesarkan anak (termasuk iman di hati anak-anak).
Kedua, melindungi dan menjain kesamaan baik jasmani maupun rohani dari berbagai penyakit dan penyimpangan.
Ketiga, memberikan pengajaran, dalam arti memberi peluang untuk mengembangkan potensinya.
Keempat, membahagiakan anak sesuai pandangan Islam.”
Dan, cara terbaik melakukan empat hal itu adalah dengan keteladanan.
Nah, dalam hal ini, maka dari sekarang keluarga Muslim harus menyadari bahwa pendidikan iman di dalam keluarga, benar-benar utama.
Dengan begitu orang tua tidak perlu sibuk menuntut sekolah, pesantren dan apapun, karena anak memang sudah siap menjalani hidup dengan bekal iman yang kokoh sejak dari dalam rumah.*[]
*) Penulis adalah Direktur Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect) | Ketua Umum PP Pemuda Hidayatullah 2020-2023. Publikasi pokok pokok pikiran Ustadz Abdullah Said ini atas kerjasama Media Center Silatnas Hidayatullah dan Hidayatullah.or.id dalam rangka menyambut Silatnas Hidayatullah 2023