PARE-PARE (Hidayatullah.or.id) — Ketua Umum Pemuda Hidayatullah, Imam Nawawi menjadi pembicara dalam dalam masa orientasi Sekolah Dai Hidayatullah di Pesantren Hidayatullah di Jalan Sakinah, Bacukiki Barat, Kota Parepare, Sulawesi Selatan, pada Senin (10/8/2020). Sekolah dai sendiri merupakan salah satu amal usaha yang dimiliki Hidayatullah dan telah melahirkan banyak dai-dai yang disebar diseluruh Indonesia
Dalam uraiannya, Imam Nawawi memberikan mendorong agar para calon santri Sekolah Dai Hidayatullah berani tampil percaya diri dalam mendakwahkan Islam, karena sesungguhnya islam adalah kebutuhan fitrah yang dibutuhkan manusia.
“Kaum muda hari ini harus memahami betapa Islam itu indah dan dibutuhkan fitrah manusia” Jelasnya.
Maka dari itu Imam menjelaskan bahwa sesungguhnya sekolah dai merupakan wadah belajar yang sangat baik untuk menempah kesiapan para dai baik secara fisik maupun secera spritual.
“Maka kesempatan belajar dan menempa diri di Sekolah Dai Hidayatullah ini harus menjadi kesempatan untuk merasakan betul manisnya iman. Sehingga, santri siap secara mental dalam mendakwahkan Islam, punya rasa percaya diri dan superioritas karena apa yang disampaikan dirasakan betul manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari,” ucapnya
Ia juga menjelaskan bahwa santri juga harus membuka diri, mengembangkan wawasan sehingga menjadi sosok-sosok dai yang bisa memberikan sistem penjelas betapa indahnya ajaran Islam kepada umat dengan menyesuaikan bahasa serta budaya yang ada di masyrakat dimana tugas dakwah diemban tanpa melanggar syariat agama.
“Disamping juga jangan lupa bekali diri dengan skill tertentu, sehingga dakwah bisa mandiri dan menginspirasi umat,” imbuhnya.
Kepala Sekolah Dai Hidayatullah Parepare, Ustaz Sumaryadi menegaskan bahwa program Sekolah Dai ini adalah dalam rangka menguatkan barisan kaderisasi dan pendidikan kader dai muda untuk berdakwah di masyarakat.
“Sekolah Dai Hidayatullah di Parepare ini dimaksudkan untuk melahirkan kader dai muda yang siap terjun ke medan dakwah dengan semangat tinggi, skill yang memadai dan tentu saja berangkat dari ilmu yang diamalkan, sehingga ada keberkahan.
Sumaryadi mengatakan bahwa sesungguhnya dakwah tak sekedar butuh ilmu tapi juga pengamalan yang dijiwai dan dirasakan keindahannya dalam diri sendiri. Mereka tetap harus menjadi sosok pembelajar hingga mati, karena dakwah dinamis dan berkesinambungan,” tutupnya.*Amanjikefron