SUDAH menjadi ketetapan Allah bahwa dunia ini dipergilirkan diantara hamba-hamba-Nya. Kemenangan, kejayaan, dan kekuasaan, adalah satu sisi yang cepat atau lambat akan dibalikkan oleh kekalahan, kehinaan, dan ketundukan.
Sunnatullah ini bergulir secara pasti dan tak terhindarkan, seperti siang yang berganti malam atau musim hujan yang digeser oleh kemarau. Tidak ada cara untuk menghindarinya secara mutlak, namun tersedia jalan untuk memanfaatkannya semaksimal mungkin.
Al-Qur’an menyatakan,
وَتِلْكَ ٱلْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ ٱلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَيَتَّخِذَ مِنكُمْ شُهَدَآءَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ وَلِيُمَحِّصَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَيَمْحَقَ ٱلْكَٰفِرِينَ
“Masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia. Supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir), dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim. Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) serta membinasakan orang-orang yang kafir” (QS. Ali ‘Imran: 140-141)
Ketika menafsirkan ayat ini, Imam al-Biqa’iy berkata: “Dengan cara sekali waktu Kami (yakni, Allah) mengangkat siapa saja yang Kami kehendaki, dan di lain waktu Kami mengangkat yang lainnya agar berkuasa atas yang pertama itu … supaya orang yang semula memiliki kekuasaan menjadi dikuasai, sehingga masing-masing dari keduanya menyadari bahwa urusan ini hanya ada di tangan Kami, tidak ada yang membersamainya, tidak ada yang bisa menggugatnya……”
Setiap umat, jamaah, kelompok, akan diberi kesempatan oleh Allah untuk “berada di atas” dan memimpin zamannya, dalam skupnya masing-masing. Ada yang diberi jangkauan luas dan berdurasi lama, ada pula yang tampil dalam lingkup terbatas dan sebentar kemudian ditenggelamkan. Pada saat itulah Allah akan melihat bagaimana mereka beramal dan mempersembahkan diri.
Maka, ada yang zalim dan gemar memutus hubungan, melupakan sahabat dan mencederai persaudaraan; sebaliknya ada yang tulus dan penuh bakti, gemar menebar benih benih kebaikan dimana pun mereka bisa melakukannya.
Al-Qur’an pernah menyentil motif motif sebagian orang yang menggebu-gebu ingin tampil berkuasa, padahal sebenarnya tidak layak:
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوٓا۟ أَرْحَامَكُمْ
“Maka bukankah sangat boleh jadi, jika berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (QS. Muhammad: 22).
Sebaliknya, Al-Qur’an juga menyanjung sebagian orang yang tulus dan konsisten dalam kebajikan ketika ditakdirkan untuk “berada di atas”.
Dalam surah al-Hajj: 41 dinyatakan:
ٱلَّذِينَ إِن مَّكَّنَّٰهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ أَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَمَرُوا۟ بِٱلْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا۟ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلْأُمُورِ
“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan munkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”
Fakta menunjukkan bahwa penjara-penjara di negeri kita sekarang dipenuhi mantan kepala daerah, menteri, politikus, anggota dewan, bahkan oknum penegak hukum itu sendiri. Ini sekaligus mengesankan bahwa motif-motif sebagian besar mereka dalam meraih kekuasaan tidaklah lurus.
Mereka terbukti suka menebar kerusakan dan menodai persaudaraan, sehingga membuat Allah murka dan membongkar seluruh aibnya.
Seorang pejabat tinggi di Kemendagri mengungkapkan bahwa sejak 2004 sampai Februari 2013, sudah ada 291 kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun walikota yang terjerat kasus korupsi.
Ditambahkan bahwa kasus serupa juga menjerat 431 orang anggota legislatif di DPRD kabupaten/kota dan 2.545 orang anggota DPRD Provinsi. Angka-angka ini terus bergerak naik, mengingat satu demi satu mereka juga “menggigit” kroni-kroninya.
Poin penting yang mesti dicatat adalah “kebajikan apa yang bisa dipersembahkan oleh siapa saja yang diberi kesempatan oleh Allah untuk berkuasa”? Sebab, fungsi kekuasaan yang sesungguhnya dalam perspektif Islam adalah melindungi agama dan mengatur kehidupan duniawi.
Tentu saja, ketika ia disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri atau membela kepentingan-kepentingan sempit, Allah pasti akan menjungkalkannya ke dalam kubangan aib yang tak tertahankan.
Secara tersirat, ayat 140-141 dari surah Ali ‘Imran di atas juga memberikan satu peringatan: bahwa kekuasaan bersifat sementara dan tidak kekal, yang semestinya dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kebajikan, sebelum secara pasti Allah mengalihkannya kepada pihak lain. Siapa saja yang tidak mempergunakannya dengan benar, lalu ia dicabut darinya, sebenarnya kekuasaan itu hanya akan menjadi bahan penyesalan di akhirat kelak.
Rasulullah bersabda,
“Tidak seorang pun yang menjadi pengelola urusan sepuluh orang atau lebih (yakni, menjadi pemimpin), melainkan ia pasti mendatangi Allah dalam keadaan tangannya terbelenggu ke tengkuknya. Kebaikannyalah yang akan melepaskannya, atau ia dibinasakan oleh dosanya. (Kekuasaan itu) permulaannya adalah cercaan, pertengahannya adalah penyesalan, dan penghujungnya adalah kehinaan pada hari kiamat.” (Riwayat Ahmad. Hadits shahih li-ghairihi, dari Abu Umamah).
Diceritakan bahwa Abu Dzarr pernah meminta agar ditunjuk menjadi pejabat. Namun, Rasulullah menasihatinya dengan bersabda, “Kepemimpinan itu amanah. Pada hari kiamat nanti ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali seseorang yang diangkat menjadi pejabat secara benar dan dia mau melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya.” (Riwayat al-Hakim, dan beliau menilainya shahih, yang disetujui oleh adz-Dzahabi).
Dalam konteks lebih luas, ketika kekuasaan juga berarti tampilnya serangkaian gerbong golongan tertentu di puncak-puncak pengambil kebijakan publik, maka inilah amanah untuk mereka secara kolektif. Bila mereka berbuat baik, Allah membalasnya dengan kebaikan pula. Tapi, bila mereka berkhianat maka ancaman Allah sudah pasti:
وَإِن تَتَوَلَّوْا۟ يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوٓا۟ أَمْثَٰلَكُم
“…dan jika kalian berpaling, niscaya Allah akan mengganti (kalian) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kalian.” (QS. Muhammad: 38).
Maka, jika Anda sekarang berada di barisan para penguasa, dalam level dan skop apapun, manfaatkanlah zaman Anda ini dengan berlaku adil dan menebar kebajikan, sebelum ia menjadi kehinaan dan penyesalan tak terperi. Wallahu a’lam.
Ust. M. Alimin Mukhtar