AWAL tahun 1988, seorang pria dengan semangat membara bernama Ustadz Amin Bahrun tiba di Manokwari, Provinsi Irian Jaya.
Ia datang bukan sebagai turis, melainkan membawa amanah besar dari Ustadz Abdullah Said: mendirikan cabang Hidayatullah di tanah yang sekarang namanya menjadi Papua itu.
Langkah awalnya penuh tantangan. Gaya dakwah Hidayatullah adalah mendirikan pesantren dengan terlebih dahulu mencari tanah. Meski Papua memiliki hamparan tanah luas, memperoleh tanah tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Perlu ketekunan, semangat, dan doa yang tak henti-hentinya.
Ustadz Amin Bahrun berjuang dengan bermunajat kepada Allah dan menjalin silaturahim dengan tokoh-tokoh setempat. Usaha itu membuahkan hasil: seorang muhsinin, atau dermawan, mewakafkan tanahnya untuk pesantren.
Dari Satu Pesantren ke Enam Provinsi
Perjalanan dakwah Hidayatullah di Papua terus berkembang. Ketika Papua dimekarkan menjadi dua provinsi, Hidayatullah menyesuaikan diri dengan membentuk dua Dewan Pengurus Wilayah (DPW): Papua dan Papua Barat.
Ketika wilayah tersebut kembali dimekarkan menjadi enam provinsi, Hidayatullah mengikuti jejak pemekaran itu. Kini, terdapat enam DPW yang menaungi kegiatan dakwah Hidayatullah: DPW Papua, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, Papua Barat, dan Papua Barat Daya.
Di DPW Papua Barat, misalnya, Ustadz Asdar Hambal sebagai ketua wilayah menyampaikan bahwa perkembangan dakwah di sana cukup menggembirakan. “Kami melihat peluang besar untuk dakwah yang lebih masif,” ujarnya.
DPW Papua Barat memiliki jaringan di semua kabupaten/kota, seperti Manokwari, Manokwari Selatan, Teluk Bintuni, Fak-Fak, dan Kaimana. Setiap daerah tersebut memiliki tanah wakaf atau hibah untuk pesantren.
Namun, Ustadz Asdar juga menyoroti kendala yang dihadapi. Salah satunya adalah kurangnya Sumber Daya Insani (SDI). “Setiap tahun memang ada kader baru yang ditugaskan, tetapi tidak semuanya bisa bertahan lama,” katanya.
Tantangan dakwah di Papua memang tidak mudah. Kondisi masyarakat, lingkungan alam, hingga geografis membutuhkan nyali besar dan daya tahan fisik yang kuat.
Pusat Pendidikan
Pesantren Hidayatullah di Manokwari menjadi salah satu pusat pendidikan yang memberikan warna tersendiri. Sekolah tingkat dasarnya bahkan menjadi favorit, dengan ratusan murid yang berasal dari berbagai latar belakang, termasuk anak-anak pejabat, tentara, dan polisi. “Kami mempercayakan pendidikan anak-anak kami di sini karena kualitasnya,” ungkap seorang wali murid.
Setiap pagi, suasana sekitar pesantren hidup dengan lalu lalang para orang tua yang mengantar anak-anaknya. Bahkan, pihak kepolisian Satlantas turut membantu mengatur lalu lintas demi kelancaran aktivitas sekolah.
Saat ini, pesantren tengah membangun sekolah program khusus untuk tingkat Aliyah. Program ini bertujuan mencetak generasi dai muda yang dibekali ilmu agama, penguasaan bahasa Arab, dan hafalan Al-Qur’an.
Tidak hanya fokus pada pendidikan formal, Hidayatullah juga berperan aktif dalam dakwah ke masyarakat. Setiap Jumat, para dai Hidayatullah mengisi khutbah di berbagai masjid di Manokwari. Mereka juga rutin mengadakan majelis taklim, memperingati hari besar Islam, serta menjalin komunikasi yang baik dengan pemerintah dan ormas lain.
Kolaborasi dengan Pemerintah dan Masyarakat
Dalam urusan eksternal, Hidayatullah membangun hubungan yang harmonis dengan pemerintah. Miftahuddin, sekretaris DPW Papua Barat, menyampaikan bahwa komunikasi dengan pihak eksekutif dan legislatif berjalan baik. “Kami aktif di MUI, berkolaborasi dengan ormas Islam lain, dan dekat dengan pejabat pemerintah,” ungkapnya.
Bantuan dari pemerintah daerah pun mengalir ke pesantren. Berbagai fasilitas pendidikan berdiri atas dukungan pemerintah, seperti gedung sekolah dan asrama. “Kerja sama ini menjadi bukti bahwa dakwah yang sinergis bisa memberikan manfaat besar bagi umat,” kata Miftahuddin.
Hidayatullah juga menggeliat di bidang ekonomi dengan memanfaatkan lahan-lahan produktif. Mereka mengembangkan peternakan, perikanan, dan perkebunan untuk menopang kebutuhan pesantren. Selain itu, koperasi turut didirikan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi santri dan masyarakat sekitar.
Perjalanan dakwah di tanah Papua memang penuh liku, tetapi juga penuh harapan. Dari tanah Manokwari hingga tersebarnya enam DPW, semangat Hidayatullah untuk menerangi Papua dengan cahaya Islam terus berkobar.
Semoga langkah-langkah kecil ini membawa keberkahan besar bagi masyarakat Papua dan menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus berkontribusi bagi agama dan bangsa.[]
*) Ust. Dr. Abdul Ghofar Hadi, penulis adalah Wakil Sekretaris Jenderal I Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah. Ditulis sebagai tajuk “Laporan Perjalanan” di sela sela kunjungannya ke Papua beberapa waktu lalu.