AdvertisementAdvertisement

Spirit Syawal, Hidayatullah Teguh Meniti Jalan Ahlussunnah dan Perjuangkan Soliditas Umat

Content Partner

JAKARTA (Hidayatullah.or.id) — Di tengah dinamika zaman yang terus berubah, Hidayatullah sebagai organisasi keislaman yang berpijak pada nilai-nilai ahlussunnah waljamaah menegaskan komitmennya untuk tetap berada di garis terdepan dalam memperjuangkan kebenaran dan solidaritas umat.

Menjelang Musyawarah Nasional (Munas) VI, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, KH Dr Nashirul Haq, mencetuskan sebuah spirit baru “Optimalkan Mujahadah, Tuntaskan Amanah” yang disampaikan dalam acara Silaturrahim Syawal Bersama DPW Hidayatullah se-Indonesia secara daring, Sabtu, 20 Syawal 1446 (19/4/2025).

Tagline ini jelas dia sebagai cerminan semangat untuk menyelesaikan tugas-tugas besar dengan penuh kesungguhan di tengah keterbatasan waktu. “Karena pekerjaan rumah kita masih sangat banyak sementara waktu sangat singkat,” tegasnya.

Munas VI Hidayatullah rencananya akan digelar pada bulan November mendatang, yang akan menjadi tonggak penting dalam perjalanan Hidayatullah, dipersiapkan dengan penuh keyakinan dan ketaatan pada regulasi organisasi.

Berbeda dengan dinamika organisasi politik yang kerap diwarnai dengan pendaftaran calon dan kompetisi, terang Nashirul, Hidayatullah tetap selalu dalam jalan musyawarah yang inklusif. “Kita berbeda dengan organisasi politik, ada pendaftaran calon, Hidayatullah semuanya melalui musyawarah,” ungkap Nashirul.

Dia menjelaskan, prinsip musyawarah mufakat ini adalah kearifan kolektif yang menempatkan kepentingan bersama di atas ambisi individu, sekaligus menegaskan identitas Hidayatullah sebagai organisasi yang berpijak pada prinsip syura.

Teguh Pada Kebenaran dan Menjaga Persatuan

Pada penyampaiannya dalam acara Silaturrahim Syawal ini, Nashirul menegaskan pentingnya menjaga komitmen kepemimpinan yang berakar pada Al-Qur’an, khususnya Surah Ali Imran ayat 103:

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْاۖ وَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara…”

Ayat ini, menurut Nashirul, menyandingkan dua perintah utama yakni berpegang teguh kepada kebenaran Islam—dalam istilah Hidayatullah dikenal sebagai manhaj rabbani dan manhaj nabawi—dan bergerak bersama dalam kebersamaan tanpa tercerai-berai.

“Ayat ini mendorong kita untuk berjamaah, bergerak bersama dalam kebaikan, dan inilah yang kemudian menjadi jatidiri Hidayatullah, ahlussunnah waljamaah,” jelasnya.

Dalam konteks gerakan Hidayatullah, ayat ini menjadi landasan ideologis yang kuat. Nashirul menjelaskan, manhaj rabbani menegaskan komitmen untuk menjalankan Islam secara murni berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, sementara manhaj nabawi merujuk pada cara Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan dakwah dengan hikmah, keteladanan, dan kesabaran.

Prinsip berjamaah, sebagaimana ditekankan dalam ayat ini, menjadi perekat yang memastikan Hidayatullah tetap solid dan terdepan dalam memperjuangkan nilai-nilai kebenaran.

“Ahlussunnah adalah orang yang konsisten di jalan Allah dan konsisten dalam jamaah kaum muslimin,” tambah Nashirul, seraya menegaskan bahwa Hidayatullah berupaya menjadi teladan terbaik dalam mewujudkan semangat ini.

Spirit Ali Imran 103 juga mengingatkan pada kisah awal perjuangan Rasulullah SAW di Makkah. Meski jumlah pengikutnya sedikit, kekuatan mereka terletak pada keimanan yang kokoh dan solidaritas yang tak tergoyahkan.

Hidayatullah, dengan semangat yang sama, bertekad untuk menjaga manhaj gerakan dan soliditas kepemimpinan sebagai dua pilar utama. “Inilah sesungguhnya menjadi kekuatan Islam, ada manhaj gerakan, ada soliditas dalam kepemimpinan, jika keduanya terjaga maka Hidayatullah akan terjaga, eksis, dan maju. Ini sunnatullah,” tegas Nashirul.

Prinsip ini, menurut Nashirul, menjadi pengingat bahwa keberhasilan sebuah gerakan tidak diukur dari jumlah, melainkan dari kualitas keimanan dan kekompakan.

Kunci Kekuatan Organisasi

Untuk mewujudkan visi besar tersebut, Nashirul memaparkan sejumlah kunci strategis yang harus dipegang teguh oleh seluruh elemen Hidayatullah. Pertama, menguatkan visi dan misi. “Kita harus tahu visi misi kita, sehingga kita tahu kita mau ngapain dan sadar ngapain kita di sini,” katanya.

Visi besar Hidayatullah adalah membangun peradaban Islam yang unggul, yang diwujudkan melalui Sistematika Wahyu sebagai metodologi perjuangan yang menggairahkan. Pendekatan ini menekankan pentingnya integritas antara ucapan dan perbuatan, transparansi, serta amanah dalam setiap langkah.

Kedua, kepemimpinan syura yang inklusif. Hidayatullah menjunjung tinggi musyawarah sebagai mekanisme pengambilan keputusan, memastikan setiap anggota merasa dilibatkan dan didengar. “Sehingga semua merasa diperankan, dilibatkan, dan kita sebagai leader hadir mendengarkan,” ujar Nashirul.

Pendekatan ini tidak hanya memperkuat rasa memiliki terhadap organisasi, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai demokrasi Islam yang berlandaskan keadilan dan kebersamaan.

Ketiga, membangun budaya organisasi yang kokoh. Ini membutuhkan keteladanan dari pemimpin, pembiasaan nilai-nilai positif, serta keterbukaan terhadap inovasi dan kolaborasi.

Di era modern yang penuh tantangan, kata Nashirul, Hidayatullah dituntut untuk terus bersinergi dan menghasilkan terobosan dalam berkhidmat kepada umat. Selain itu, delegasi tugas yang berbasis pada skala prioritas dan peningkatan kompetensi menjadi elemen penting untuk menjaga dinamika organisasi.

Terakhir, Nashirul menegaskan pentingnya konsolidasi jatidiri dan organisasi. Hidayatullah harus terus berjuang dengan manhaj rabbani dan manhaj nabawi, serta menjalankan perjuangan secara jama’i (bersama-sama).

Dengan pendekatan metodologis seperti ini, dia menekankan, Hidayatullah tidak hanya bertahan, tetapi juga mampu menjadi pelopor dalam mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.*/

Reporter: Adam Sukiman
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Energi Ramadhan sebagai Amunisi Spiritual dalam Menghadapi Ujian Hidup

HIDUP adalah perjalanan penuh makna, sebuah siklus yang dimulai dan berakhir pada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman dalam...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img