SEBAGIAN umat Islam sepertinya akrab dengan berbagai macam tema kajian, utamanya amalan, doa, dan ragam ibadah. Akan tetapi, bagaimana dengan syahadat?
Dalam khutbah Jumat pun, rasa-rasanya juga jarang khatib mengulas perihal syahadat. Maksimal tersebut kala ada tema terkait hal-hal yang membatalkan iman.
Namun, bagaimana seharusnya kita memaksimalkan syahadat dalam diri agar menjadi Muslim yang progresif beradab tampaknya masih menyisakan ruang begitu luas untuk kita perdalam.
Karena Syahadat itu Akar
Ustadz Abdullah Said termasuk sosok yang bisa kita sebut sedikit dari banyak tokoh pergerakan yang menjadikan syahadat sebagai stressing kajian bahkan dalam membentuk mental dan karakter kader-kadernya.
Dalam Pengajian Malam Jumat di Karang Bugis, Balikpapan, pada 9 September 1982 beliau menegaskan akan hal tersebut:
“Hanya syahadat saja yang mutlak adanya tanpa bisa ditawar-tawar. Karena inilah yang merupakan akar tempat tumbuh dan tempat tegaknya semua kewajiban dalam agama.
Syahadat inilah yang akan menjawab serta memecahkan problem yang akan kita temukan setiap saat.
Kalau seseorang beres syahadatnya, tidak perlu diperintahkan melaksanakan shalat. Tidak perlu disuruh berpuasa, tidak perlu didesak menunaikan zakat, apalagi haji.
Dia akan melaksanakan semua perintah agama dengan penuh kesadaran.
Karena semua amalan dilakukannya mendatangkan keasyikan dan kenikmatan.
Yang kita herankan, kenapa syahadat ini tidak pernah dipermasalahkan sebagaimana halnya shalat, puasa, zakat, dan haji.”
Pondasi Inti
Dalam sebuah perbincangan ringan, antara penulis dengan Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag RI, Prof. Dr. Waryono Abdul Ghafur, belum lama ini, beliau menekankan sampai kapan umat Islam bisa merealisasikan angka potensi zakat yang kini sudah sampai pada nilai Rp. 400 triliun itu jadi kekuatan konkret (terealisasi).
Kemudian beliau menyampaikan semacam “keheranan” mengapa umat Islam berbondong-bondong mau haji dan umrah, tetapi tidak dengan amalan zakat. Ada apa?
Haji dan umroh tidak perlu kita ajak, kita narasikan, apalagi kita promosikan. Tetapi, orang mau berbondong-bondong. Mengapa tidak terjadi dengan zakat?
Penulis merenung kemudian. Sampai kemudian tibalah potongan kajian dari Ustadz Abdullah Said di atas, mungkin aspek syahadat inilah yang harus dirawat. Karena syahadat adalah akar, bahkan dalam kompleksitas kehidupan modern, kita bisa katakan, syahadat adalah pondasi inti dalam diri seorang Muslim.
Jika pondasi inti itu kuat, akar itu besar dan menghujam ke dalam bumi, maka umat Islam akan senang dengan kebaikan secara berlomba-lomba.
Dan, ketika itu terjadi, maka segala kesalahan bisa kita hapuskan dengan semangat melakukan kebaikan demi kebaikan.
“…Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan…” (QS. Hud: 114). Wallahu a’lam.*
*) Penulis bergiat di lembaga kajian Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect) | Ketua Umum PP Pemuda Hidayatullah 2020-2023. Publikasi pokok pokok pikiran Ustadz Abdullah Said ini atas kerjasama Media Center Silatnas Hidayatullah dan Hidayatullah.or.id dalam rangka menyambut Silatnas Hidayatullah 2023