AdvertisementAdvertisement

Beginilah Ulama Berdagang

Content Partner

ULAMA juga manusia. Mereka membutuhkan mata pencaharian untuk menghidupi diri dan keluarga.

Namun berbeda dengan pada umumnya manusia, para ulama amat memahami dan menghayati ilmu. Ilmu itulah yang akhirnya membedakan cara mereka bermuamalah dibanding manusia pada umumnya.

Menawar Lebih Mahal

Ada orang shalih di Bashrah yang juga pedagang pakaian. Namanya Yunus bin Ubaid.

Suatu saat ada seorang penduduk Syam mendatangi tokonya. “Saya hendak membeli baju muthraf (dari kain wol) seharga 400 dirham,” katanya.

“Kami menjualnya 200 dirham,” kata Yunus.

Tiba-tiba adzan berkumandang. Yunus bergegas menuju Bani Qusyair untuk shalat berjamaah, sebelum transaksinya tuntas.

Setelah shalat, Yunus kembali ke toko. Ternyata sang keponakan telah menjual muthraf kepada orang Syam tersebut dengan harga 400 dirham.

“Banyak sekali uangnya?” kata Yunus.

Yunus kemudian menemui orang Syam itu.

“Wahai hamba Allah, saya menawarkan kepada Anda 200 dirham. Jika Anda setuju, ambillah baju itu dan ambil 200 dirham ini. Jika tidak setuju, Anda bisa meninggalkannya.”

Orang Syam itu merasa kagum, hingga ia bertanya, “Siapa Anda sebenarnya?”

“Saya orang Islam,” jawab Yunus.

“Saya bertanya, siapa nama Anda?” orang itu kembali bertanya.

“Saya Yunus bin Ubaid.”

Laki-laki Syam itu pun berkata, “Demi Allah, jika kami terkena musibah, kami akan berdoa, ‘Ya Allah Rabb Yunus, berilah pertolongan kepada kami!”

Di kesempatan lain, seorang wanita mendatangi toko Yunus untuk menjual pakaian muthraf.

“Berapa harganya?” tanya Yunus.

“60 dirham,” jawab perempuan itu.

Yunus kemudian meminta pendapat kepada sesama pedagang, ”Bukankah ini harganya 120 dirham menurutmu?”

“Menurutku senilai itu,” jawabnya.

Yunus pun menyampaikan kepada wanita tadi, “Pulanglah ke rumah. Mintalah agar keluargamu menjualnya dengan harga 125 dirham.”

“Mereka telah menyuruhku untuk menjual 60 dirham.”

“Pulanglah kepada mereka agar mereka menjual dengan harga 125 dirham,” pinta Yunus. (Shifat ash-Shafwah, 3/303).

“Daganganku Tidak Bagus”

Syaikh Ali al-Khawwas adalah seorang ulama shalih Mesir. Aktivitas sehari-harinya adalah penjual besek (wadah yang terbuat dari anyaman tumbuhan).

Jika ada yang membeli barang dagangannya dengan harga lebih tinggi, Syaikh Ali selalu mengembalikan kelebihan itu. Seringkali ada pembeli yang berkata, “Menurutku, besek yang Anda jual itu bagus.”

Syaikh Ali malah menimpali, “Menurutku barang itu tidak bagus.” (Lawaqih al-Anwar al-Qudsiyyah, hal 306).

Demikian yang dilakukan para ulama. Mereka memiliki penghasilan sendiri sehingga terjaga hartanya sekaligus mandiri.

Dan ketika terlibat dalam transaksi muamalah, mereka tidak melakukan perbuatan yang merugikan pihak lain*/Thoriq

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Membangun Generasi Islami Berdaya melalui Pesantren Masyarakat Cibuntu

KUNINGAN (Hidayatullah.or.id) -- Pengurus Persaudaraan Dai Indonesia (PosDai) baru-baru ini melakukan anjangsana silaturrahim ke komunitas warga binaan Pesantren Masyarakat...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img