ORGANISASI dan jama’ah adalah dua konsep yang sering dipertukarkan maknanya. Namun, pada hakikatnya, keduanya memiliki perbedaan yang fundamental.
Organisasi adalah sebuah struktur formal yang dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan jama’ah adalah sebuah komunitas yang terikat oleh nilai-nilai dan memperjuangkan aspirasi bersama dalam bingkai Islam.
Sehingga, dalam konteks keislaman, jama’ah memiliki makna yang lebih mendalam. Jama’ah tidak hanya sekadar komunitas, tetapi juga sebuah komunitas yang diikat oleh nilai-nilai Islam.
Jama’ah Islam yang ideal adalah jama’ah yang memiliki visi dan misi yang jelas, yang dilandasi oleh pemahaman yang mendalam terhadap ajaran Islam, dan pada saat yang bersamaan juga membangun kepemimpinan yang dilandasi oleh maqashidul syariah.
Oleh karenanya, proses transformasi dalam perspektif dari organisasi konvensional ke Islami dalam konteks organisasi ke jama’ah berarti perubahan dari pola pikir dan cara kerja yang berorientasi pada kepentingan individu atau kelompok tertentu yang berorientasi keduniaaan semasta, menjadi pola pikir dan cara kerja yang berorientasi pada kepentingan umat dan kemaslahatan masyarakat, dan lebih jauh dari itu adalah dalam perspektif akhirat.
Transformasi ini penting dilakukan untuk mewujudkan jama’ah Islam yang ideal. Jama’ah Islam yang ideal adalah jama’ah yang mampu menjadi kekuatan moral dan sosial yang positif dalam masyarakat, dan membawa umat terlepas dari belenggu dunia, menuju penghambaan kepada Allah (abdullah) sekaligus sebagai wakil Allah swt di muka bumi (khalifatullah).
Jika kita istilahkan organisasi yang ada adalah organisasi konvensional, maka perjalanan dari organisasi konvensional ke konsep Jama’ah pada dasarnya akan menggambarkan proses transformasi yang fundamental dalam pandangan yang menyeluruh terhadap struktur dan nilai-nilai organisasional, yang berlandaskan dengan karakteristik Islam itu sendiri.
Memahami Organisasi Konvensional
Organisasi konvensional cenderung mengutamakan struktur hierarkis, tujuan materiil, dan kepemimpinan yang berorientasi pada keuntungan ekonomi ataupun aspek politik belaka. Partisipasi individu seringkali terbatas pada peran spesifik dalam struktur piramidal, dan nilai-nilai sering kali terfokus pada pencapaian tujuan materiil semata.
Organisasi konvensional merujuk pada struktur organisasi yang mengikuti model tradisional dan umum yang telah ada selama bertahun-tahun. Ciri khasnya melibatkan hierarki yang jelas dengan tingkat kekuasaan yang terpusat di puncak dan tersebar ke bawah.
Keputusan dan informasi mengalir secara vertikal, dan peran serta tanggung jawab individu dalam organisasi diatur sesuai dengan tugas dan posisi mereka. Meskipun pada perkembangannya juga mengalami proses desentralisasi organisasi, sehingga lebih adaptif dan akomodatif.
Organisasi konvensional pada awalnya sering kali memiliki prosedur yang tetap dan terkadang cenderung kurang fleksibel terhadap perubahan. Dan kemudian melakukan evolusi, sebagai koreksi dan perbaikan atas model sebelumnya.
Sistem manajemen dalam organisasi ini dapat lebih formal dan terstruktur. Meskipun model ini masih umum digunakan, ada kecenderungan menuju struktur organisasi yang lebih responsif dan terdesentralisasi seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan yang semakin dinamis.
Transformasi ke Konsep Jama’ah
Transformasi dimulai dengan penekanan pada inklusivitas dan partisipasi aktif setiap individu. Konsep Jama’ah dalam perspektif Islam mendorong keterlibatan semua anggota dalam pengambilan keputusan dan pembangunan komunitas yang berlandaskan nilai-nilai agama.
Sehingga, transformasi dari organisasi konvensional menuju konsep Jama’ah mencerminkan pergeseran paradigma organisasional yang lebih inklusif, berbasis nilai, dan bertujuan mencapai kesejahteraan bersama.
Organisasi konvensional, dengan struktur hierarkis dan orientasi pada tujuan materiil, mengalami transformasi menuju visi yang lebih holistik dan berorientasi pada nilai-nilai keagamaan.
Dalam kontek jama’ah, fokusnya bukan hanya pada efisiensi operasional, tetapi juga pada pengembangan individu dan masyarakat secara keseluruhan dan dibarengi dengan membangun kepemimpinan yang efektif dan efisien. Di mana, transformasi ini mencakup penerapan nilai-nilai Islam dalam pengambilan keputusan dan interaksi antar anggota, promosi partisipasi aktif, serta penekanan pada keseimbangan antara keberlanjutan sosial dan spiritual.
Dengan demikian, konsep transformasi menuju Jama’ah membawa perubahan signifikan dalam budaya organisasi, menempatkan nilai-nilai, pertumbuhan personal, dan kesejahteraan bersama sebagai fokus utama dalam mencapai tujuan bersama dalam ikatan kepemimpinan dalam jama’ah yang disepakati.
Tahapan Transformasi dari Organisasi Konvensional Menuju Jama’ah
Transformasi dari organisasi konvensional menuju jama’ah merupakan proses perubahan yang tidak instan, melainkan sebuah kerja-kerja yang kompleks dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, serta berkesinambungan. Secara sederhana, proses ini dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:
Pertama, Pemahaman yang mendalam terhadap ajaran Islam
Pemahaman yang mendalam terhadap ajaran Islam penting untuk membangun landasan ideologis bagi transformasi. Organisasi yang ingin bertransformasi menjadi jama’ah harus memiliki pemahaman yang jelas tentang ajaran Islam, terutama tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang mendasarinya.
Pemahaman tentang ajaran Islam dapat diperoleh melalui berbagai cara, seperti pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pengalaman langsung. Organisasi yang ingin bertransformasi harus menyediakan berbagai kesempatan bagi anggotanya untuk mempelajari ajaran Islam, dan pada saat bersamaan kepemimpinan juga memberikan arahan sekaligus mengawal berkenaan dengan pemahaman melakukan transformasi.
Kedua, Redefinisi visi dan misi
Visi dan misi adalah arah dan tujuan organisasi. Dalam proses transformasi, visi dan misi organisasi harus didasarkan pada ajaran Islam. Visi dan misi yang didasarkan pada ajaran Islam akan mengarahkan organisasi untuk mencapai tujuan yang lebih mulia, yaitu kemaslahatan umat dan masyarakat.
Redefinisi visi dan misi dapat dilakukan melalui proses musyawarah yang melibatkan seluruh anggota organisasi. Dalam proses musyawarah ini, penting untuk melibatkan para ulama dan cendekiawan Islam untuk memberikan arahan dan bimbingan.
Ketiga, Perubahan pola pikir dan cara kerja
Tahap ketiga adalah perubahan pola pikir dan cara kerja. Pola pikir dan cara kerja organisasi yang konvensional seringkali berorientasi pada kepentingan individu atau kelompok tertentu. Dalam proses transformasi, pola pikir dan cara kerja organisasi harus diubah agar berorientasi pada kepentingan umat dan kemaslahatan masyarakat.
Perubahan pola pikir dan cara kerja dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti pelatihan dan pendampingan. Organisasi yang ingin bertransformasi harus menyediakan berbagai program pelatihan dan pendampingan bagi anggotanya untuk mengubah pola pikir dan cara kerja mereka.
Keempat, Pengembangan nilai-nilai dan budaya organisasi
Nilai-nilai dan budaya organisasi adalah hal yang penting untuk menjaga keutuhan organisasi. Dalam proses transformasi, nilai-nilai dan budaya organisasi harus dikembangkan agar sejalan dengan ajaran Islam. Pengembangan nilai-nilai dan budaya organisasi dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti penetapan kode etik organisasi, sosialisasi nilai-nilai organisasi, dan penguatan budaya organisasi.
Sumber dari pengembangan nilai-nilai dan budaya organisasi sesungguhnya bersumber dari jati diri organisiasi yang diselaraskan dengan visi dan misi organisasi, sehingga nilai “baru” yang dibangun tidask tercerabut dari akar Organisasi itu sendiri.
Kelima, Pembangunan kepemimpinan yang visioner dan transformasional
Kepemimpinan merupakan faktor penting untuk mengawal proses transformasi, sehingga berjalan dengan simultan. Sehingga, kepemimpinan yang visioner dan transformasional adalah kunci keberhasilan transformasi.
Kepemimpinan yang visioner memiliki visi yang jelas tentang masa depan organisasi, sedangkan kepemimpinan yang transformasional memiliki kemampuan untuk menggerakkan organisasi untuk mencapai visi tersebut.
Pembangunan kepemimpinan yang visioner dan transformasional dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti pendidikan kepemimpinan, pelatihan kepemimpinan, dan mentoring.
Tahapan-tahapan ini membentuk fondasi bagi organisasi untuk berkembang menuju konsep Jama’ah, di mana nilai-nilai Islam menjadi landasan untuk setiap aspek kehidupan organisasional.
Transformasi ini tidak hanya menciptakan perubahan struktural tetapi juga perubahan budaya yang mendasar, menciptakan lingkungan yang memberdayakan dan harmonis sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang rahmatan lil ‘alaamin.
*) ASIH SUBAGYO, penulis peneliti senior Hidayatullah Institute (HI)