AdvertisementAdvertisement

Energi Memberi Maaf untuk Bangun Ketahanan Keluarga dan Bangsa

Content Partner

DEPOK (Hidayatullah.or.id) — Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Hidayatullah KH. Hamim Thohari, M.Si mengungkapkan dahsyatnya efek meredam kemarahan dan memberi maaf. Mengelola amarah dan memberi maaf menjadi bagian yang akan membangun ketahanan serta harmoni keluarga dan bangsa.

“Meminta maaf itu mulia tetapi memberi maaf itu jauh lebih mulia,” katanya saat menyampaikan taushiah dalam acara halal bihalal silaturrahim Syawal 1444 berlangsung di Kampus Pondok Pesantren Hidayatullah, Jln Kalimulya, Kebon Duren, Kecamatan Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat, Ahad, 17 Syawal 1444 (7/5/2023).

Dengan spirit keduanya, menahan amarah dan memberi maaf, kita semakin dapat melakukan lompatan gerakan dengan menegasikan berbagai sematan sematan negatif yang tidak perlu seperi cebong.

“Istilah cebong sudah lama kita tinggalkan, kita ingin melakukan lompatan jauh menuju Allah. Saariuu ilaa magfiratim mir rabbikum wa jannatin,” katanya seraya menukil surah Ali ‘Imran ayat 133.

Orang yang dengan kemarahan dan tanpa pemaafan cenderung akan mengecilkan segala hal. Padahal, risiko atau dampak dari reaksi atas kemarahannya bisa jadi amat besar tidak saja untuk dirinya tetapi juga bagi orang lain.

“Ketika orang sudah dilanda emosi semuanya kecil. Pembunuhan adalah sesuatu yang besar, tapi bagi orang yang sedang dalam keadaan marah semua itu kecil, barula resikonya nanti,” katanya.

Demikian pula dalam kehidupan dalam rumah tangga, acapkali amarah tak terkendali hanya karena interaksi yang salah persepsi atau karena komunikasi yang tak terhambat.

“Membina rumah tangga itu luar biasa beratnya, tapi enak saja kadang-kadang laki-laki mengatakan saya pulangkan kamu ke rumah orang tuamu. Pulang saja kamu ke rumah orang tuamu, begini kalau orang sudah marah,” katanya.

Oleh karenanya, KH. Hamim Thohari menekankan pentingnya mengendalikan marah dan mengelolanya menjadi sesuatu yang semakin mencerdaskan dan mendewasakan. Tentu ini tak mudah, sebab itu ia butuh proses. Salah satu kuncinya adalah memadu padankan dengan jiwa yang rela untuk memaafkan.

“Mari memaafkan. Bahkan kita tidak diperintahkan untuk meminta maaf, tetapi diperintah untuk memaafkan. Anjuran Alquran juga adalah memaafkan. Meminta maaf itu mulia tetapi memberi maaf itu jauh lebih muia,” tandasnya.

Jadi suami jangan seenaknya saja, kalau marah asal main tangan, ucapan pun tak terjaga. Suami sebagai pemimpin harus berjuang keras jadi teladan ketakwaan.

“Seorang suami kadang enak saja mengatakan, saya pulangkan kamu ke rumah orang tuamu, pulang saja kamu ke rumah orang tuamu. (Begitulah) kalau orang sudah marah, padahal rumah tangga telah lama dibina,” tandasnya.(ybh/hio)

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Indeks Berita Terbaru

Jejak Dakwah Hidayatullah dan Surga Tersembunyi Teluk Bintuni

KABUPATEN Teluk Bintuni, sebuah permata di pesisir barat Pulau Papua, menyimpan keindahan alam yang memukau. Dengan luas wilayah sekitar...
- Advertisement -spot_img

Baca Terkait Lainnya

- Advertisement -spot_img