DITENGAH hiruk-pikuk kota Jakarta, kajian ba’da Dzuhur di Masjid Al Barokah Gedung WIKA Tower, Jl. DI. Panjaitan Kav 9, Cipinang Cempedak, Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis, 1 Rabi’ul Awal 1446 (5/9/2024) menjadi panggung bagi perbincangan yang menyentuh hati banyak generasi masa kini.
“Bagaimana caraku bisa berkontribusi untuk umat, jika hidupku terasa hanya tentang diri sendiri?”
Pertanyaan itu, yang diajukan oleh seorang jamaah, mengungkap kegelisahan yang mendalam. Di era individualisme yang semakin menguat, banyak anak muda merasa terjebak dalam pusaran “aku”, terasa jauh dari cita-cita luhur untuk berjuang bersama umat.
Imam Nawawi, dai muda yang juga Kepala Humas Lembaga Amil Zakat Nasional Baitulmaal Hidayatullah (Laznas BMH) yang terjadwal pada hari itu, memberikan jawaban yang menyegarkan.
Dengan merujuk pada kisah para sahabat Nabi, ia mengingatkan bahwa perjuangan untuk agama Allah tidak hanya terbatas pada terjun langsung di medan yang sulit atau melalui mimbar dakwah.
“Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf, mereka bukan ulama atau panglima perang. Tapi dengan kekayaan mereka, mereka menjadi benteng bagi umat Islam,” ujar Imam. Ia mengisahkan bagaimana Utsman membeli sumur Raumah dengan hartanya, memastikan umat terhindar dari dahaga.
Mas Imam mengajak jamaah untuk melihat kekuatan diri sendiri. “Lihat potensi terbaik kita, lalu berikan itu untuk menolong agama Allah,” pesannya. “Mungkin kita bisa memberi beasiswa, membantu lansia, atau mendukung dai dalam berdakwah.”
Kajian siang ini menjadi refleksi bahwa setiap individu, dengan segala keunikan dan potensinya, memiliki peran dalam membangun peradaban Islam. Masjid, sebagai simbol kebersamaan umat, tidak hanya membutuhkan ceramah, tetapi juga kontribusi nyata dari setiap kita.
Dengan gaya bahasa yang sederhana namun mengena, Mas Imam Nawawi menjembatani jurang antara kegelisahan generasi “aku” dengan cita-cita luhur perjuangan umat.
Ia menunjukkan bahwa setiap langkah kecil, setiap kontribusi sekecil apapun, memiliki makna besar dalam mewujudkan peradaban Islam yang gemilang, sejuk, dan menggembirakan.
“Tolonglah agama Allah dengan kekuatan terbaik dari diri sendiri,” pesan Mas Imam, menjadi seruan yang menggema di hati setiap jamaah, mengajak mereka untuk menemukan peran masing-masing dalam perjuangan bersama.*/Adam Sukiman